Home Lomba Blog KTF 2014 Kesan yang Diperoleh Ketika Tersesat di Korea Selatan

Kesan yang Diperoleh Ketika Tersesat di Korea Selatan

oleh

Preface

Cerita dimulai ketika salah seorang sepupu mengajak saya untuk jalan-jalan ke Korea Selatan di bulan Februari 2014 bersama dengan satu sepupu yang lain dan teman-temannya. Saya sangat excited dan sekaligus tegang ketika mendapatkan ajakan itu. Excited karena bulan Februari masih musim dingin, jadi saya dapat melihat dan menyentuh salju secara langsung. Tegang karena Korea Selatan terkenal akan penduduknya yang tidak dapat berkomunikasi dalam Bahasa Inggris. Bagaimana jika kami tersesat?

Ternyata ketegangan saya terbukti. Mulai dari hari pertama sampai hari terakhir di Korea Selatan, saya dan rombongan (sebut saja the girls) sering tersesat.

Part 1 ~ Lost in Busan

Kota pertama yang saya kunjungi di Korea Selatan. Tidak ada salju yang tersisa ketika kami tiba di Busan, akan tetapi angin dingin dan hujan masih mengiringi langkah kami. Di tengah hujan dan angin dingin itu kami dua kali tersesat. Pertama, saat saya dan the girls ingin mengunjungi Busan Tower. Menurut peta dan menurut informasi yang kami baca, Busan Tower terletak dekat sekali dengan Nampo Station, dimana kami tinggal berjalan kaki selama 10 menit dari Exit 1. Tetapi, setelah berjalan selama 10 menit, kami tetap tidak melihat tanda-tanda keberadaan tower yang harusnya terkenal itu. Akhirnya kami berhenti beberapa kali untuk bertanya sekalian berteduh dan menghangatkan tubuh. Tidak disangka, sedikit sekali penduduk lokal yang mengenal Busan Tower. Bahkan setelah kami menunjukkan tulisan Busan Tower dalam Bahasa Korea. Untungnya, kami bertemu seorang ahjumma (ibu / tante dalam Bahasa Korea) yang dapat berkomunikasi dalam Bahasa Inggris dan bisa mengarahkan kami.

Kesenangan kami menemukan Busan Tower hanya berlangsung sesaat. Karena kami kembali tersesat untuk kedua kalinya saat akan kembali ke penginapan ^^ Hal ini terjadi karena kami salah turun dan melewatkan satu perhentian subway. Seharusnya kami turun di Seomyeon Station, tetapi kami malah turun di Jeonpo Station. O, my Lord, salah turun satu perhentian saja berakibat fatal, karena terjadi di malam hari pertama yang sangat dingin. Bayangkan penderitaan kami, berjalan di tengah malam saat kami masih jetlag dan tidak terbiasa dengan cuaca-nya *lebay* Sulit sekali menemukan orang yang dapat kami tanya di jalan dan jika bertemu pun mereka menghindari kami, mungkin mereka berpikir kami orang jahat ^^. Akhirnya setelah mendapat petunjuk bahasa tarzan dari ahjumma yang sedang belanja di mini market dan diantar kembali ke jalan besar, kami bertemu dengan seorang agassi (wanita muda dalam Bahasa Korea) yang tidak takut melihat kami dan dapat berkomunikasi dalam Bahasa Inggris. Jadi melalui dia, kami yakin arah kami sudah tepat. Gamsahabnida, agassi ^^

Part 2 ~ Lost in Seoul

Pengalaman tersesat tidak berakhir di Busan. Kami kembali tersesat di ibukota Korea Selatan dan kali ini kami tidak tersesat di jalan, melainkan di perhentian subway. Kami tidak menyangka bahwa ternyata moda transportasi di Seoul sangat kompleks, sehingga jika tidak teliti, bisa mengakibatkan hal-hal yang tidak diinginkan, seperti tersesat. Kami tersesat saat menuju Nami Island karena kami harus berganti jalur subway sebanyak tiga kali. Ternyata, tersesat di perhentian subway itu sangat menderita, terlebih jika barang yang dibawa banyak, karena kami harus naik turun tangga dengan memikul barang bawaan. Saya saja yang menggunakan ransel sudah kelelahan, bagaimana dengan the girls yang membawa koper ukuran kabin? Thanks Lord, penduduk lokal, terutama para ahjumma dan ahjussi (bapak / om dalam Bahasa Korea), masih memiliki hati yang baik. Mereka berusaha keras untuk mengarahkan kami, membuatkan peta dan bahkan memanggil orang lain untuk memperjelas. Berkat mereka, kami berhasil sampai di Nami Island walaupun memakan waktu yang lebih lama daripada yang direncanakan.

Part 3 ~ Lost in Snow

Terdengar berlebihan ya? ^^ Padahal kami tidak benar-benar tersesat di tengah salju seperti yang terlihat di film-film. Kami hanya tersesat di kota yang kanan-kirinya terhampar salju, yaitu saat kami menuju ke Mount Seorak dan Yongpyong Ski Resort. Memang kedua tempat tujuan ini berada di kota kecil dan untuk mencapainya kami harus berpindah antara bis dalam kota dan bis antar kota. Tetapi sebenarnya kami tidak menemukan kesulitan saat harus berpindah bis. Karena sebelum melanjutkan perjalanan kami sudah memastikan arah yang tepat di information center terdekat bahkan meminta petugas untuk menuliskan arah dalam Bahasa Inggris dan Korea. Kami cuma tersesat saat harus menemukan penginapan yang telah kami pesan sebelumnya. Seperti di Mount Seorak, kami tersesat karena sopir taksi tidak mengetahui dimana lokasi penginapan kami. Padahal ahjussi yang baik hati ini sudah menelepon teman / kerabat-nya untuk memastikan. Terus kami kembali tersesat saat ingin ke Yongpyong Ski Resort. Padahal ahjumma pemilik penginapan di Mount Seorak sudah bersusah payah menjelaskan arahan, walaupun dalam Bahasa Korea ^^ Kami sampai terlihat mengasihankan di mata seorang agassi dan oppa oppa (kakak lelaki dalam Bahasa Korea). Mereka menghampiri kami untuk memberikan penjelasan berkali-kali dan memastikan kami menangkap pesan yang ingin disampaikan.

Finale

Dari seluruh pengalaman tersesat diatas, saya mendapatkan kesan yang sangat mendalam mengenai masyarakat Korea Selatan. Kesan yang membuat saya ingin kembali dan tidak tegang seperti yang saya rasakan sebelum berangkat. Selama saya di Korea Selatan, saya mendapatkan kesan bahwa masyarakat disana memiliki tingkat altruism yang tinggi. Atau dalam bahasa kompetensi, tingkat kompetensi customer service orientation masyarakat Korea Selatan sangat tinggi. Menurut Wikipedia, altruism adalah tindakan yang memusatkan perhatian pada motivasi untuk membantu orang lain tanpa memperhatikan ganjaran, sedangkan customer service orientation menurut Spencer & Spencer (1993) adalah keinginan untuk membantu / melayani pelanggan. Sebenarnya kedua hal tersebut out of my expectation, karena dalam pemikiran saya, masyrakat negara maju itu individualis yang tidak akan berhenti untuk menolong jika ada yang pingsan saat mereka sedang berjalan. Tetapi kenyataannya tidak dan hal itu saya rasakan sendiri seperti yang telah saya ceritakan di bagian sebelumnya. Para sopir taksi, orang yang hanya lewat, pemilik penginapan, bersedia dengan sukarela menghubungi orang lain dan bahkan mengantar agar kami selamat sampai tempat tujuan.

Penulis

Theresia

Twitter: @claire_t27a

Artikel yang mungkin kamu suka