Bandara Denpasar, 22 September 2014.
“Mau ke mana adik-adik ini?” sapa seorang bapak sekitar umur 40 – 50 tahunan.
“Kami mau ke Lombok, pak. Bapak mau ke mana?” saya balik bertanya kepada bapak itu.
“Saya mau ke Labuan Bajo. Kalian sudah pernah ke sana?” jawab bapak itu sembari bertanya lagi kepada kami.
“Beluummmm!” jawab saya dan teman saya dengan kompak.
“Waah..kalian harus ke sana. Kampung saya sangat indah. Kalian pernah dengar Pulau Komodo?” tanya bapak itu lagi.
“Pernah, pak. Tapi belum ada bayangan mau ke sana,”jawab saya.
“Pokoknya kalian harus ke sana. Pasti kalian akan jatuh hati,” ujar bapak itu.
Tak lama kemudian terdengar panggilan untuk penerbangan ke Labuan Bajo. Dan bapak tersebut pamit kepada kami berdua.
“Bin..ini tanda – tanda buat kita nggak sih? Gili Lawa keren banget! Taun depan ke P. Komodo?”tantang saya.
“Kayaknya iya! Tapi kita nikmatin trip ini dulu deh. Kalau sukses kita baru omongin trip taun depan, ya!”Jawab travelmate saya dengan antusias.
Waktu itu pertama kalinya saya dan Obina melakukan perjalanan yang segalanya kami atur sendiri. Dan sukses. Sehingga kami punya rencana setiap tahun setidaknya kami harus melakukan perjalanan satu kali. Memang benar, traveling itu nagih!
Bandara Lombok, 12 Agustus 2015.
“Ini beneran kita di Lombok? Serius besok kita ke P. Komodo?” ujar saya dengan sangat antusias kepada 2 teman saya. Dan mereka hanya menjawab dengan senyuman lebar di wajah.
Karena hari sudah sore, kami pun segera bergegas menuju tempat bus Damri biasa menunggu penumpang. Kami akan menuju daerah Senggigi di mana kami akan menghabiskan malam sebelum keesokan harinya kami memulai sailing trip ke P. Komodo.
Tepat pukul 10.00 pagi kami sudah dijemput oleh pihak tour yang akan membawa kami berlayar selama 4 hari 3 malam menuju P. Komodo. Kami di bawa ke head office dulu sebelumnya untuk dipertemukan jodoh peserta lain yang akan menjadi teman perjalanan kami. Sampai di sana, total ada 20 orang yang akan melakukan sailing trip. Ada 13 orang lokal dan 7 orang asing. Di sana kami dijelaskan bahwa mereka hanya menyediakan air mineral 1,5L setiap harinya dan tidak akan disediakan air tawar untuk mandi. Karena saya tipe yang tidak terlalu suka mandi, jadi tidak masalah untuk saya. 😉
Perjalanan dari kantor ke Pelabuhan Khayangan sekitar 2 jam. Kami start dari Senggigi pukul 12.00 dan sampai di pelabuhan sekitar jam 02.30. Sampai di pelabuhan kami cepat-cepat turun dari bis untuk mencari spot tempat tidur. Sayangnya, kami kalah cepat dari geng England. Mereka mengambil best spot di kapal. Tapi meski begitu saya juga dapat spot yang tidak kalah oke. Saya tidur di samping pelampung! Karena saya tidak bisa berenang, saya sangat bersyukur sekali mendapat spot ini. Yay!
Setelah merapikan barang kami, kami berkumpul di bawah. Dan lagi-lagi tempat berjemur di bagian depan sudah dikuasai oleh geng England. Saya sempat sebal dengan mereka, sudahlah berisik, dan geraknya cepat pula. Huh. Kan jadi nggak bisa foto-foto ala titanic. L Akhirnya saya pun berkumpul dengan teman-teman lokal. Kami saling berkenalan dan saling berbagi cerita tentang trip yang sudah kami lakukan dan saling merekomendasikan tempat. Malam pertama saya di kapal, saya habiskan dengan tidur.
Keesokan paginya, kami dijadwalkan untuk mengunjungi P. Moyo. Konon salah satu pulau favorit mendiang Putri Diana. Untuk menuju P. Moyo, kami diberi opsi oleh kru kapal; naik sekoci atau berenang karena kapal tidak bisa merapat ke pulau. Karena saya princess tidak bisa berenang, maka naik sekoci adalah pilihan hidup saya saat itu. Sampainya di P. Moyo, saya kaget. Pulau tersebut sudah penuh dengan pengunjung. Untuk mempercepat waktu karena kami harus menuju P. Satonda, kami pun diajak trekking sebentar menuju air terjun. Sampai di sana ternyata lebih ramai. Banyak sekali turis lokal maupun asing yg berkumpul disekitar air terjun. Dan air terjunnya pun tidak seperti yang saya pernah browsing sebelumnya. Usut punya usut, karena sedang musim kemarau, air terjunnya pun tidak sederas seperti biasanya. Tak mau membuang waktu, saya dan Obin pun mandi di saat yang lainnya lebih memilih menuju sisi air terjun paling atas.
Setelah puas mandi, kami pun di bawa ke P. Satonda. Dan saya pun terbius dengan keindahan P. Satonda. Airnya masih biru dan jernih sekali. Untuk menuju Pulau Staonda, kapal kami tidak bisa menepi di dermaga. Jadi awak kapal pun menawari kami untuk menyewa kapal kecil yang kami diharuskan membayar Rp. 20.000 untuk pulang pergi. Yang saya salut di sini, para turis asing ini memilih berenang, sedangkan kami orang lokal memilih menaiki sekoci. Padahal jarak dari kapal menuju pulau lumayan jauh. Sampai di P. Satonda, kami menaruh barang-barang kami dan siap-siap snorkeling disekitaran P. Satonda. Dan setelah saya pikir lagi, turis asing ini pasti sudah menikmati pemandangan bawah laut selama perjalanan dari kapal menuju pulau.
Tak perlu menungu lama, saya dan Obin pun berenang menuju spot snorkeling. Dan underwater di P. Satonda sangatlah cantik. Coral masih indah dan banyak sekali ikan warna-warninya. Puas menikmati bawah laut Satonda, kami pun menepi dan mandi (lagi). Untuk menikmati mandi air tawar di Satonda, kami harus membayar Rp.5.000. Dan apesnya, saat kami akan mandi, persediaan air tawar sudah hampir habis, shower pun sudah mati, akhirnya pengurus pulau tersebut membawakan kami seember besar air tawar yang kami diharuskan memakainya sedikit supaya bisa berbagi dengan yang lain.Saat sedang mandi, ada turis dari Jerman yang sudah kehabisan air, karena kasihan, saya dan Obin pun mengajak dia untuk bergabung dengan kami. Tenang, turis tersebut sayangnya wanita. Jadi kami tidak masalah berbagi air dengan dia.
Sesudah mandi, kami pun kembali ke kapal. Saat makan malam tiba, lagi-lagi bakul nasi sudah dikuasai oleh geng England ini. Saat merasa kesal, eh..ternyata mereka baik hati mengambilkan kami semua nasi. Karena tidak enak hati, saya pun menawarkan ikan teri bekal Obin yang dibawa dari Jakarta. Dan mereka suka. Akhirnya kami berkenalan dan mengobrol tentang tempat yang sudah mereka kunjungi sebelumnya. Selesai makan, kru pun memberitahu kami bila jadwal akan kacau. Ombak sedang besar. Jadi seharusnya besok kami mengunjungi Gili Laba, Pink Beach, P. Komodo, dan P. Kalong, bisa dipastikan kami hanya akan ke Gili Laba. Dan perjalanan akan memakan waktu 20 jam. Pasrah, akhirnya kami memutuskan untuk tidur.
-bersambung-