Home Lomba Blog KTF 2015 Estafet Backpackerengers : 12 Jam Menggapai Bukit Gunung Padang

Estafet Backpackerengers : 12 Jam Menggapai Bukit Gunung Padang

oleh
Pukul 11.00 (Wrong Time Management)

 

Aku berlari-lari kecil keluar dari lorong kos-kosanku. Terik matahari ditambah beratnya tas ransel. Nafasku terengah-engah, sambil terus menatap arloji berwarna hijau yang melingkar di tangan kiriku, ah telat!. Sampai didepan lorong aku melihat ke-7 temanku baru saja berkumpul didepan halte Ciputat dengan tas ransel dipunggung, topi dan slayer ala backpaper Aih kece badai! Tiga hari kedepan kami akan menjadi salah satu saksi keindahan puing-puing candi peninggalan kerajaan jaman dahulu di Bukit Gunung PadangCianjur Jawa Barat.

 

 

Pukul 12.00 (Kepemimpinan)

 

Kereta menuju Bogor tiba dalam keadaan sesak. Kami terpaksa berdiri sesekali duduk lesehan. Walaupun capai, khawatir ketinggalan kereta Cianjur, gairah dan semangat teman-teman tak padam. Dodi memipin perjalanan, mengumpulkan kami digerbong depan. Kami duduk lingkaran sambil bercerita seru sepanjang perjalanan. Kami membuka bekal masing-masing dan saling berbagi walaupun cuma sebatang wafer.

 

 

 

 

 

Pukul  13.10 (Injury Time)

 

Kami masih belum sampai di Bogor. Handphone tak henti-hentinya menerima panggilan dari pak Kesep dan ke-6 teman lainnya yang sudah menunggu di Stasiun Bogor, sedangkan jadwal kereta Cianjur berangkat dari Bogor pukul 13.25

 

Pukul 14.00 (Menikmati sisa energi)

Eng ing engggg…. pengumuman kereta sudah sampai dipemberhentian terakhir. Artinya kami ketinggalan KERETA! Dengan terpaksa perjalanan ini terpecah menjadi dua grup. Kami menamainya grup Koper dan Ransel. Grup Koper yaitu teman-teman yang menuju Cianjur langsung dengan kereta Bogor. Grup ransel yaitu kami ber-8 yang ketinggalan kereta Cianjur.

 

Kami memutuskan untuk bersantai, mengumpulkan energi. Riza tanpa malu-malu meminta orang yang lewat untuk memfotoi kami. Kocaknya si abang yang tidak dikenal ini malah selfie bareng. Keren, Tidak tampak  lelah sepertinya diwajah mereka. Perjalanan dilanjutkan. Kami akan berpetualang estapet menaiki berbagai macam transportasi. Tragisnya tidak ada satupun dari kami yang pernah ke daerah Cianjur. Berbekal internet dan petunjuk by call dari teman Cianjur, kami menadakan tangan berdo’a semoga Tuhan menyelamatkan petualangan nekat ini.

 

 

 

 

 

Pukul 14.30 (Petualangan dimulai go….!!!)

 

Pertama-tama kami harus menaiki travel L300 jurusan Cianjur. Dari Stasiun Bogor kami naik angkot 03 berwarna hijau menuju terminal Baranangsiang. Tapi tunggu dulu….perut menabuh gederang perang. Kami-pun memutuskan berburu jajanan murah disekitar stasiun. Jajanan disini sungguh enak dan murah meriah. Aku membeli pentol bakso hangat sedangkan teman-teman yang lain membeli minum untuk bekal dijalan.

 

Memasuki kota Bogor, aku sigap merekam gambar pejalanan dengan kamera digital merahku. Jalanan kota Bogor padat merayap hampir menyerupai Jakarta. Untungnya, Bogor masih memiliki banyak pohon sehingga tidak terasa penat.

 

 

 

Angkot kami berhenti dilampu merah. Seorang pengamen masuk kedalam angkot dan menyanyikan lagu dalam bahasa Sunda. Aku yang tidak mengerti namun tetap menikmati iramanya. Ditengah hiruk pikuknya kendaraan, aku berfokus pada kamera menangkap view yang menyadarkanku bahwa kami sedang berada persis didepan Istana Bogor. Secepat kilat aku mengambil gambar seadanya, walaupun yang terekam hanya rusa-rusa didepan taman.

 

 

 

Pukul 15.00 (Menikmati Kota Lain)

 

Setengah jam melewati kota Bogor, kami sampai di terminal Baranangsiang. L300 berwarna krem tampak berjejer di sekitar terminal. “bang berangkatnya masih lama ga?” tanyaku. “kalau penuh kita langsung berangkat neng.” saut abangnya. Melihat situasi angkot yang masih setengah penuh Hana menyeletuk “eh liat… ada yang jual talas Bogor, kita beli yuh buat kejutan ultahnya istrinya pak kesep ” kata Hana. “oh yaudah yuh ka.. aku temenin” ajak Gerhana.

 

Menunggu travel penuh terasa membosankan. Riza membangkitkan semangat dengan mengeluarkan Handycam dan menyorot wajah kami satu persatu, “yah ini lah grup ransel dengan wajah lelahnya karena ketinggalan kereta. hahaha.” Seketika kami bangkit dari sandaran kursi dan bernarsis ria untuk direkam.

 

Puas bernasis ria, kami kembali kelaparan. “Ka, gimana kalau di makan aja kue Talas Bogornya. Laper…” rengek Dalhar. Hana memutar-mutarkan bola matanya berfikir sejenak. Tak tega, dia-pun menyetujui. “Tapi tunggu dulu… ga ada pisau.” Hana kebingungan. “kak, nih pake ATM ku yang udah ga kepake lagi. Potong kuenya pake itu aja” kata Fajar.

Hahaaa… Aku tersenyum legah, cerdas-cerdas sekali. Kreatif dikala sempit. Talas Bogor segera merayap kedalam perut.

 

 

Pukul 16.00 (Bersyukur sembari Tadabur Alam)

 

1 jam menunggu, travel L300 berangkat menuju Cianjur. Secepat kilat teman-teman memejamkan mata, memanfaatkan waktu untuk tidur. Sedangkan aku semakin mobil melaju, mataku semakin terbuka ingin melihat keindahan kiri-kanan jalan, walaupun ini bukan kali pertama ke Kota Bogor.

 

Sebelum memasuki daerah puncak, travel kami melewati jalan yang mengalir sungai dikiri kanannya. Sungai ini berasal dari sungai Cisadane. Aku menada tangan keluar jendela, rintik-rintik air satu persatu menghujami telapak tanganku. “Wah ternyata hujan mulai mengguyuri daerah ini,” batinku. Maklum ini kota hujan

 

 

 

 

pukul 16.30 WIB (Kreatif dikala Sempit)

 

Kami mulai memasuki pintu puncak Bogor. Sialnya kami terkena sistem buka tutup jalan. Travel menepi di rest area depan restoran. Penumpang segera turun dari travel dan masuk ke dalam retsoran. Didepan restoran terlihat pedagang peyeum dan oleh-oleh khas Bogor berjajar diseberang jalan. Latar bukit ditopang pohon-pohon menjulang tinggi menghiasi gubuk dagangan mereka. Asri sekali.

 

 

 

Perut kembali memanggil. Kulirik jam tangan yang kabur lembab karena hujan, pukul 17.00 WIB. Namun giliran arus arah kami masih belum terbuka. “za, pada laper ga?” tanya Hana menepuk bahuku. “banget Han, tapi harga makanan di restoran ini, nyelekit Han, sakit dengernya.” Rintihku. “yaudah kita beli nasinya aja, kita kan bawa lauk.” ide Hana cemerlang dan secepat kilat aku mengangguk. Kami segera mengeluarkan segala macam lauk-pauk dan membeli  3 bungkus nasi untuk dimakan ber-8. Bungkus nasi ditumpuk  menjadi panjang. Lauk-pauknya dicampur aduk layaknya anak asrama. Aku menyeletuk “Guys, sadar ga sih, semua yang kita makan ini karbo. Makan nasi lauknya mie sama kentang”. Mereka semua tertawa namun “lapar” adalah lauk yang paling enak. Aihhh lengkap sekali. Makin terasa peteluang sejati! Disaat fokus dengan makanan, Jreng!!! suasana menjadi gelap gulita. Hah lampu mati! apa boleh buat…. gelapnya keadaan tidak bisa mengalahkan rasa lapar.

 

 

 

Pukul 18.00 (Nilai persahabatan)

 

Treeett.. treeett!!!” klakson travel berbunyi. Fajar yang sudah makan, berlarian panik menuju kami “kakak… cepeeeettt kakkkkk… kita ditinggal travel!!! makanannya tinggalin aja” teriak FajarAku panik dan segera memasukkan segala macam barang didepanku kedalam kresek. Tanpa melihat keadaan teman-teman yang masih gelabakan, aku berlarian duluan menuju travel. Dipikiranku aku harus menyadang travel supaya menunggu teman-teman yang lain. “Bang tunggu bang.. masih ada teman dibelakang, jangan jalan bang” teriakku sambil menaiki travel dengan pintu yang sengaja tidak ku tutup. “Yaelah dek.. tadikan sudah dibilang jam 6 jalan dibuka.” keluh sopir. “Tinggalin aja bang, lelet banget” teriak kernet. Sopir tetap melajukan travel walaupun dengan pelan, sedangkan aku tetap mempertahankan pintu terbuka. Untungnya teman-temanku masih sehat masih dan muda sehingga dapat mengejar travel dengan selamat. Setelah berkumpul semua, kami tertawa legah melihat kekonyolan perjalanan hari ini. Ada-ada saja.

 

Memasuki puncak, penglihatan sudah terbatas karena hari sudah gelap. Telinga mulai bideng di daerah permukaan tinggi. Travel berjalan dengan kecepatan sedang. Jalan sempat macet, karena beberapa longsor. Sayang sekali, pepohonan penopang bukit yang curam banyak tergantikan oleh vila-vila penginapan. Destinasi pariwisata yang tidak berpihak pada keselamatan. Mataku mulai mengantuk. Akupun menyerah dan tidur.

“Terakhir… teraakhirrr…!!!” teriak sopir. Semua penumpang pun terbangun.

Pukul 20.00 (Welcome Cianjur..!!!)

 

Kami sampai di terminal akhir dari travel L300. Cianjur tampak seperti kota biasa. Mungkin karena sudah malam dan gelap, jadi tidak terlihat kelebihannya. Tapi ini bukan akhir perjalanan, masih 2 terminal lagi yang harus dilalui. Dari sini kami harus melanjutkan perjalanan ke mall Ramayana dengan menaiki angkot berwarna merah. Dari toko Ramayana nanti kami harus mencari transportasi menuju puncak bukit.

 

Setelah tawar menawar yang cukup alot dengan angkot merah, kami sepakat diantar sampai ke terminal dengan membayar harga angkot normal Rp.2000/orang Sesampainya, kami harus mencari ojek agar mengantar sampai keatas bukit.  Aku-pun terpikir untuk menyarter angkot saja agar bisa bersama-sama ketika naik ke bukit. Apalagi hari sudah malam, diatas pasti mencekam. Sedangkan Rombongan tim koper sudah sampai dipenginapan diatas bukit pada pukul 17.00 WIB tadi. Mereka tidak mungkin menjemput kami.

 

Setelah berdiskusi, akhirnya kami mencari angkot lagi yang bersedia untuk dicarter naik keatas. Alhamdulillah, Allah mempermudahkan jalan. Kebetulan ada sopir angkot orang gunung padang. 15 menit Hana, Riza, dan abang angkot tawar menawar dengan bahasa Sundanya. Tercapailah kesepakatan dengan harga Rp.200.000.

 

 

Pukul 21.00 WIB (Kekuatan do’a)

 

“Neng, abang jemput teman abang dulu ya. abang serem naek keatas. kita juga harus ngambil ban serep. takut ada apa-apa diatas.” kata abang angkot dengan nada lembut. “Bang, seserem itu ya naik keatas?” tanya Dodi. “Iya dek, abang takut sendirian, takut kenapa-napa.” jawab si abang. Seketika aku merasakan bulu kuduk berdiri. “teman-teman ayo kita berdoa, semoga kita selamat sampai puncak.” pimpin Dodi

 

Setelah menjemput kedua temannya, Abang angkot mengambil ban serep. Kami menyelempangkan syal dan mengencangkan jaket serta memasang sarung tangan. Udara dingin ditambah angin malam menjadikan suasana gembira riang berubah menjadi mencekam.

 

Memasuki jalan setapak-demi setapak, jalan semakin sepi dan gelap. Pencahayaan hanya dari sorot lampu angkot yang menerangi jalan. Didalam angkot kami menghidupkan lampu senter dari handphone. Untuk mengurangi keadaan mencekam, kami bercanda ria bermain tebak-tebakan ABC lima dasar. “teman-teman jangan terlalu banyak ketawa kata abang. kita banyak-banyak baca doa aja. Nanti ada yang terganggu diatas.” Nasehat Dodi. Kami-pun langsung mengangguk membaca doa didalam hati.

 

 

Pukul 22.00 (Ujian mental)

 

Memasuki jalan yang semakin curam. Hari sudah pekat dan gelap sungguh gulita. Terangnya cahaya rembulan purnama membantu kami melihat sisi jalan. Sebelah kanan jalan dihiasi hutan dan kiri jalan terhampar kebun teh. Mungkin pemandangan ini indah jika disiang hari, namun dimalam hari seperti ini rasanya horor.

 

Jalanan terus menanjak dan berkelok. Semakin naik keatas, kabut semakin tebal. Abang angkot dan kedua temannya terus menerus menghisap rokok supaya rileks dan menekan klakson disetiap tikungan. Dodi terus mengajak mereka mengobrol suapaya tidak gugup. “Iya dek, disini kalau maghrib orang sudah tidak berani naik.” abang angkot bercerita. “Waduh, artinya kami orang nekat yah bang.” Gurau Dodi

 

 

Pukul 23.00 (Akhir dari sebuah awal)

 

angkot berhenti didepan tenda. Terlihat masyarakat sedang mengadakan suatu acara keagamaan. Kami segera turun. “dek, ini kita sudah sampe, nanti kalian dituntun sama kakak-kakak ini buat naik keatas vila penginapannya.” Jelas abang angkot. “oh iya bang… terimakasih banyak ya bang. hati-hati bang turun kebawahnya”  Abang angkot secepat kilat memutar angkot dan segera melajukan angkotnya, pulang.

 

Akhirnyaaaaa… 12 jam perjalanan ditempuh Ciputat-Cianjur, akhirnya kami sampai dengan selamat. Sungguh mengesankan. 12 jam biasanya waktu yang aku butuhkan untuk sampai ke Palembang dari Jakarta. Pemilik vila menghantarkan kami menuju vila. Kami berjalan kaki untuk mencapai vila. Kondisi jalan menanjak dan turunan. Perlu konsentrasi yang tinggi untuk berjalan, bisa-bisa terjatuh dan menggelinding. Kebun-kebun dan pohon-pohon menjulang tinggi terhampar disemua sisi jalan. Udara bersih sangat berbeda jauh dengan Jakarta. “Alhamdulillah…….sampai jugaaaa.” Sambut teriak pak Kesep dan teman-teman tim koper kegirangan. Kami menyembur kedalam vila. Semua teman-temanku tim ransel berebut menceritakan pengalaman kami sepanjang jalan. Aku menyerah untuk bercerita. Aku pasti kalah, suaraku kecil  dibandingkan mereka. Aku memilih langsung menuju kamar mandi dan…. brrrrrr ternyata airnya dingin es, tak tahan. Akhirnya aku hanya cuci muka dan menuju kamar, tidur pulas.

 

 

Pukul 03:34 (Bayaran dari Perjuangan)

 

kami terbangun dan menunggu azan dan shalat subuh…

 

Kami memakai semua perlengkapan dan bersiap pendakian. Setapak demi setapak kami menaiki tangga untuk mencapai Bukit Gunung Padang. Tangga ini sudah dibuat oleh pemerintah setempat untuk memfasilitasi pengunjung untuk sampai ke Puncak. Kami dikoordinir oleh petugas yang tidak lain adalah warga lokal ini sendiri, dari mulai penjaga tiket sampai tim keamanan. Mereka sangat kompak bahkan membuat persatuan pemberdayaan masyarakatnya.

 

 

Satu jam mendaki… Well Done Seperti yang pernah kubaca dikoran bukit ini akan bersanding dengan Borobudur sebagai bakal keajaiban dunia… Terhampar 3 relief reruntuhan candi peninggalan kerajaan diatas bukit. Indaaahhh sekali dihiasi Sunrise….

Luar biasa peradaban manusia khususnya Penduduk Nusantara dizaman Dahulu


Terbayar sudah semua perjuangan kami. Happy Ending  tim ransel dan koper bersatu diatas Bukit Gunung Padang

 

Sungguh seru dan menyenangkan sekali karena inti dari wisata adalah perjalanan. Disanalah kita mengenal sifat dan watak teman. Mengenal alam sebagai Kebesaran TUHAN!

___Salam Petualangan : Zata Ismah, Bloggeres___

 

Penulis

Zata Ismah

Twitter: @climpungzata

Artikel yang mungkin kamu suka