Prambanan – Ratu Boko, Bukti nyata Kegagahan Indonesia di masa sejarah.
Kami hanyalah tiga wanita yang backpacker’an ke Yogyakarta selama empat hari untuk satu tujuan yaitu bisa mengitari Yogyakarta dengan biaya yang seminim-minimnya dan mendapat kepuasan yang sebesar-besarnya.
Siapa yang tak kenal dengan Candi Prambanan? Candi bersejarah Hindu terbesar di Indonesia dengan ketinggian 47 meter yang dibangun oleh raja-raja Dinasti Sanjaya pada abad IX. Yak, di tempat yang penuh dengan bukti sejarah kegagahan Indonesia inilah cerita backpacker’an kami ke Yogyakarta semakin menggigit. Mengigit? Kenapa menggigit? Kata menggigit dipilih untuk mengekspresikan semangat kami yang kegirangan karena Prambanan adalah tempat wisata sejarah pertama yang kami kunjungi. Dengan mengeluarkan kocek Rp 3000/orang sebagai biaya transyogya Malioboro-Prambanan, kami dapat menikmati pemandangan Prambanan yang gagah dari kejauhan (dari luar pagar Prambanan tentunya). Untuk masuk kekawasan Candi Prambanan ada variasi tiket yang ditawarkan. Diantaranya tiket paket Prambanan dan Ratu Boko seharga Rp 45.000/orang dan tiket Prambanan Rp 30.000/orang. Mengingat kembali tujuan kami untuk bisa berlibur sepuasnya dengan biaya seminimnya maka kami memilih tiket paket Prambanan dan Ratu Boko. Dengan membeli tiket paket Prambanan dan Ratu Boko berarti kami dapat menikmati keindahan Candi Prambanan dan Candi Ratu Boko yang terletak sekitar 3 km dari kawasan Prambanan. Manajemen Prambanan menyediakan mobil travel khusus untuk mengantar para wisatawan ke Candi Boko yang beroperasi setiap 15 menit sekali. Lebih dari 2 unit mobil travel dioperasikan untuk mengantarkan para wisatawan. Dengan rasa penasaran yang begitu besar kamipun memutuskan untuk terlebih dahulu mengunjungi Ratu Boko. Dengan mobil travel yang disediakan oleh manajemen Prambanan kami pun akhirnya menuju Candi Ratu Boko.
Sebelum naik ke mobil travel, kami menyempatkan diri untuk berpose ala turis lokal kece dengan tujuan memikat hati turis internasional kece (Walaupun kelihatannya peluang = 0 yang penting usaha).
Menghabiskan waktu sekitar 15 menit dari Prambanan akhirnya kami sampai di Ratu Boko. Candi Ratu Boko berada tepat diatas sebuat bukit berdiri dengan gagahnya. Jika melihat dari susunan jenis bangunan yang ada didalamnya, Ratu Boko lebih mirip dengan sebuah istana. Istana kerajaan yang dikelilingi oleh benteng pertahanan dan permukiman penduduk.
Ratu Boko diperkirakan sudah dipergunakan orang pada abad ke-8 pada masa Wangsa Sailendra (Rakai Panangkaran) dari Kerajaan Medang (Mataram Hindu). Arsitektur Ratu Boko kental dengan sejarah Hindu. Bangunan serta sisa reruntuhan benteng yang terbentang dikawasan Ratu Boko ini seakan mengambarkan kegagahan Indonesia dimasa kerajaan Hindu. Bisa kita bayangkan betapa tingginya kreativitas rakyat Indonesia dulunya dalam menciptakan arsitektur Ratu Boko. Kawasan Ratu Boko sangat luas dan lumayan gersang karena tidak banyak pohon yang tumbuh disekitarnya. Untuk bisa mengitari Ratu Boko dengan puas kami sarankan untuk membawa/menyewa payung dari Prambanan. Cuaca disana sangat panas dan jarang terdapat pohon untuk berteduh maka suatu kesalahan besar ketika kami kesana dan tidak menyewa payung.
Dengan keadaan kulit yang sedikit gosong akibat terpaan sinar matahari Ratu Boko kamipun melangkah kembali ke Prambanan. Selama dalam perjalanan menuju Candi Prambanan kami berusaha mendinginkan badan dan pikiran sambil tidur-tiduran di mobil (lumayan 15 menit). Kami mengisi kembali baterai tenaga untuk bisa mengitari Candi Prambanan. Puji Tuhan, Candi Prambanan tidak seluas Ratu Boko walau cuacanya sama panasnya.
Here we go!! Prambanan. Sebelum berpetualang masuk Candi, kami berfoto-foto sejenak didepan pintu masuk supaya kece.
Betapa gagahnya Candi Prambanan itu berdiri didepan mata kami. Kegagahannya membuat kami semakin terpesona akan Yogyakarta dan Indonesia tentunya. Melihat keindahan sejarah disetiap ukiran Candi Prambanan, penat akan gosong kepanasan yang kami bawa dari Ratu Boko pun berlahan menghilang. Keceriaan liburan kembali bersinar dari senyuman kami, apalagi ketika memakai helm ajaib (helm yang wajib dipakai wisatawan untuk keselamatan ketika memasuki candi yang masih dalam perbaikan)
Lelah mengitari Candi Prambanan kami memutuskan untuk memenuhi salah satu syarat sebagai mahluk hidup yaitu “Makan”. Dengan semangat kamipun mencari lokasi makan yang ternyata adanya diluar kawasan Candi. Perut ini tidak bisa diajak kompromi untuk urusan makan, sekali dia berontah kelaparan kami sebagai empunya pun tak berkutik. Kami kembali takjub ketika harus melangkahkan kaki menuju pintu keluar Kawasan Candi Prambanan. Jalan panjang tanpa kendaraan terpampang dihadapan kami dan harus kami lewati dengan berjalan kaki. Tanpa ragu kami yakin bahwa sepulang dari Yogyakarta betis kami akan berbentuk layaknya pemain sepak bola internasional.
Selesai makan siang, kami berunding tentang lokasi backpacker’an selanjutnya yang akan kami kunjungi. Pantai Parangtritis menjadi pilihan kami. Untuk mengetahui rute perjalanan serta angkutan umum menuju Pantai Parangtritis kami pun meminta bantuan kepada Om Google (Internet). Seperti biasa Om Google selalu membantu walau tidak selalu akurat. Kami pun segera melangkah kearah terminal giwangan dengan transyogya dan dari sana kami akan naik bus umum arah Parangtritis. Sudah terbayang dibenak kami betapa indahnya menikmati suasana sunset Pantai Parangtritis sambil memegang jagung bakar ditangan kanan dan kamera ditangan kiri. Yogyakarta memang SESUATU.