Home Lomba Blog KTF 2015 Pangandaran (Flash) Trip

Pangandaran (Flash) Trip

oleh

Sebagai pekerja purna waktu, liburan di hari kerja merupakan surga dunia yang kedatangannya sangat dinantikan dan tidak boleh disia-siakan. Maka saat libur Agustus-an tiba, saya dan sebagian teman-teman kantor berlibur ke kota kecil di selatan perbatasan Jawa Barat dan Jawa Tengah, Pangandaran. Alasan pemilihan Pangandaran sebagai tempat liburan kami walau jaraknya membutuhkan nyaris semalaman dengan mobil adalah tempat tersebut sedang menjadi tujuan favorit para wisatawan lokal maupun internasional. Beragam keindahan yang ditawarkan membuat kami tidak memperdulikan jarak tempuh dan singkatnya waktu liburan untuk berkunjung ke sana.

Berangkat dari Jakarta jam sembilan malam, kami sampai di Pangandaran delapan jam kemudian dan langsung menuju salah satu pantai terdekat sebelum berkunjung ke tempat-tempat lain yang sudah dijanjikan oleh sang tourguide. Ya, di sana kami sengaja menyewa tur karena kami hanya punya waktu seharian untuk berlibur dan kami tidak ingin menyianyiakan waktu tersebut hanya untuk berdebat masalah tujuan wisata dan segala yang lainnya. Layaknya orang-orang yang butuh keindahan untuk dinikmati, kami langsung berfoto-foto di pantai tersebut. Ada yang sibuk sendiri dengan selfie-nya, ada juga yang hanya ingin bermain air dan menghirup kesegaran udara pagi pantai itu.

Tujuan selanjutnya adalah Green Canyon, atau dalam Bahasa Sunda disebut Cukang Taneuh. Jika dilihat dari gambar-gambar yang tersebar di internet, Green Canyon yang bisa ditempuh sekitar 30 menit dari pintu gerbang kawasan wisata Pangandaran merupakan sungai yang di kanan-kirinya memiliki pemandangan batu dan pepohonan yang menakjubkan. Karena saat itu bertepatan dengan libur panjang, banyak sekali wisatawan yang datang ke sana. Kami sampai harus mengantre sekitar 45 menit sebelum mendapat giliran untuk menaiki perahu. Rombongan kami beranggotakan limabelas dan dibutuhkan tiga perahu untuk menyusuri sungai karena satu perahu hanya boleh ditumpangi lima orang. Cipratan air yang tercipta dari ayunan perahu yang mengadu dengan riak sungai terasa menyegarkan. Kamipun begantian untuk diambil gambarnya di ujung perahu yang sudah menjadi hal wajib.

Benar apa kata orang-orang di internet, Green Canyon memang menyimpan keindahan sederhana namun begitu memukau dengan batu-batu menjulang menyerupai gerbang yang menyambut wisatawan yang penasaran. Suara deras air yang mengalir melalui celah-celah batu lantas diteruskan alirannya oleh stalagtif dan menghujani kami yang terkagum-kagum. Sebenarnya di Green Canyon bisa saja kami berenang, namun karena timetable kami padat, jadi kami hanya menyusuri sungainya saja. Lagipula penyewaan perahu pun dibatasi hanya untuk 45 menit pulang-pergi.

Tur membawa kami ke Penangkaran Penyu di Pantai Batuhiu. Kami diajak melihat beberapa jenis penyu dengan berbagai ukuran sambil mendengarkan keterangan singkat dari sang pemilik penangkaran tersebut. Melihat penyu dari jarak dekat terutama penyu-penyu yang masih bayi atau yang belum terlalu besar merupakan hal yang tidak setiap hari kami jumpai. Sayangnya kami tidak diperbolehkan untuk mengangkat bayi-bayi penyu dari dalam air karena itu akan membuat mereka depresi.

Puas bermain dengan penyu, kami diajak mengunjungi bukit karang yang menjadi pesona Pantai Batuhiu. Berada di puncaknya, deburan ombak Batuhiu mengingatkan saya akan suara yang sama di Uluwatu, Bali. Berfoto adalah hal yang wajib dilakukan jika menemukan tempat seindah Batuhiu. Kamipun terpisah dan sibuk dengan urusan masing-masing.
Setelah sekitar satu jam di sana, tujuan akhir dan yang paling di nantikan adalah Citumang. Sebenarnya bisa saja kami melakukan body rafting di Green Canyon, namun kami lebih memilih Citumang karena di sana kami akan melakukan semi body rafting a.k.a berenang! Lagi-lagi karena libur panjang, kami yang sudah tidak sabar untuk membasahi tubuh kami terpaksa harus menunggu karena banyaknya antrian pengunjung dan pelampung yang terbatas. Peraturan di Citumang memang ketat. Jika pengunjung ingin berenang, mereka diwajibkan untuk memakai pelampung tanpa terkecuali karena ada beberapa bagian sungai yang cukup dalam.

Selagi menunggu, kami menyempatkan diri untuk makan agar tidak lemas dan masuk angin setelah selesai berenang nanti. Fair warning, selayaknya tempat wisata tentunya harga makanan di sana bisa dua atau tiga kali lipat dari harga biasa. Ada baiknya membawa bekal seperti makanan kecil dan persediaan air putih sehingga pengeluaran di sana untuk makanan bisa diminimalisir.

Saya cukup semangat untuk berenang meski harus menghadapi kenyataan pahit bahwa saya tidak bisa berenang. Sempat ketakutan di beberapa titik karena dalamnya sungai, saya diajari cara mengambang (ya, menggambang bukan berenang) oleh beberapa teman yang sudah pandai berenang. Di satu titik yang dalamnya nyaris sepuluh meter, saya tidak pernah melepaskan tangan dari tali tersebut meski di tengah perjalanan kadang ada orang iseng yang menginjak talinya dan justru membuat saya berjuang agar kepala tetap berada di atas permukaan air.

Petualangan kami di sungai panjang bersebut benar-benar penuh kejutan karena tidak ada satupun dari kami tahu seberapa panjang trek bodyrafting-nya. For starter, ada tiga air terjun yang hanya bisa dilewati jika kita melompat. Air terjunnya tidak tinggi memang, tetapi tetap saja ada keraguan sebelum melompatinya. Saya sendiri berhasil melompati dua air terjun pertama meski dengan susah payah dan nyaris tenggelam akibat memakai pelampung yang kekecilan. Pada air terjun ketiga saya menyerah dan memilih untuk menyusuri tepiannya. Untuk para penyuka tantangan, ada dua titik yang menyajikan lompatan tinggi yang ekstrim. Tantangan pertama terdapat di tepi gua tepat sebelum dimulainya semi body rafting. Batu yang tingginya sekitar lima meter tersebut bisa dinaiki melalui akar-akar pohon yang sudah membentuk tangga. Sementara yang kedua terdapat menjelang garis akhir. Tersedia tangga sederhana yang terbuat dari tali dan kayu seadanya. Tangga tersebut menuju pohon yang tingginya menjulang nyaris delapan meter.

Dua jam berenang membawa sensasi dingin yang menggetarkan seluruh tubuh kami. Apalagi ketika kami pikir treknya sudah berakhir, ternyata kami harus melewati sungai kecil yang akan membawa kami pulang. Meski lelah, kami puas dan senang satu hari tersebut kami habiskan tanpa ada waktu yang di sia-siakan.

Sebenarnya masih banyak tempat di Pangandaran yang belum sempat kami kunjungi karena keterbatasan waktu. Pangandaran memang tidak cukup untuk hanya dikunjungi seharian. Saya akan sukarela mengunjungi Pangandaran lagi, namun kelak jika itu terjadi, ada baiknya membuat perencanaan dengan setidaknya menyiapkan dua atau tiga hari untuk dihabiskan di sana agar badan tidak terlalu terasa remuk dan lelah luar biasa. Panjangnya perjalanan yang ditempuh juga harus menjadi pertimbangan. Di luar semua itu petualangan dan pengalaman yang kami dapat di Pangandaran tidak akan tergantikan dengan apapun dan akan dikenang dalam jangka waktu yang lama.

Penulis

Wiwin Winingsih

Twitter: @win_winchester

Artikel yang mungkin kamu suka