Home Lomba Blog KTF 2017 Menembus Labirin, dari Fira menuju Oia (Santorini)

Menembus Labirin, dari Fira menuju Oia (Santorini)

oleh

S for Santorini, my strongest motivation to travel to Greece.

 

Santorini merupakan sepenggal surga di tanah Yunani. Sebuah pulau terbaik di Kepulauan Cyclades, terletak dekat dengan Turki atau 30 menit naik pesawat dari Athena. Hingga kini belum banyak penerbangan langsung menuju Santorini. Kebanyakan masih berasal dari kota besar di Eropa Selatan seperti Roma, Athena, Barcelona, atau dari Istanbul. Tak heran jika diperlukan waktu, usaha, dan materi yang tidak sedikit bagi turis dari belahan dunia lain untuk sekedar menjejakkan kaki di surga dunia Santorini.

 

Cara terbaik menikmati keindahan Santorini adalah dengan melakukan trekking dari Fira menuju Oia. Jaraknya tidak terlalu jauh, sekitar 10 km atau dapat ditempuh 2-3 jam berjalan kaki. Rute ini sudah jamak dilakukan turis yang datang ke Santorini sehingga tidak perlu khawatir tersesat karena petunjuk arahnya sudah banyak dan jelas.

 

Umumnya para turis disana mulai melakukan trekking di pagi atau sore hari demi menghindari sengatan matahari yang tanpa ampun di siang hari. Karena memang, langit di Santorini selalu biru terang tanpa awan sehingga gampang membuat kulit gosong dan terbakar. Sementara saya lebih memilih berangkat di sore hari dengan harapan setibanya di Oia nanti, bertepatan dengan saat matahari terbenam.

 

Tepat pukul 4 sore saya memulai trekking dari Fira menuju Oia. Fira merupakan ibu kota dari Santorini. Karena menyandang predikat ibu-kota, fasilitas di Fira yang paling lengkap. Segalanya ada mulai dari hotel, hostel, privat villa, café, museum, travel agent, rental mobil/motor, toko souvenir, sampai Carrefour yang berjarak hanya 5 menit berjalan kaki dari Terminal Bus Fira.

 

Jalanan di Fira mirip seperti labirin. Antara gang satu mirip dengan yang lain sampai saya beberapa kali tersasar. Tapi setelah berhasil melewatinya, saya bisa menikmati pemandangan cantik Fira dari kejauhan. Didominasi bangunan putih tanpa genteng yang berdiri kokoh di pinggir tebing. Konon dibuat sedemikan rupa agar tahan gempa. Sedangkan di cat bewarna putih supaya mudah memantulkan cahaya matahari sehingga ruangan di dalamnya tetap dingin sekalipun tanpa pendingin udara. Karena memang rata-rata toko dan restoran di Santorini tidak berpendingin udara.

 

Setelah berjalan keluar dari Fira, sampailah saya di sebuah desa kecil bernama Firostefani. Kalau dibandingkan dengan Fira, Firostefani lebih terkesan eksklusif dan lebih sepi turis. Jalanannya juga terlihat lenggang disertai suasana desa yang tenang. Bangunan disana masih mirip-mirip seperti di Fira. Didominasi bangunan putih tanpa genteng menghadap kaldera serta sebuah gereja biru (blue dome church) khas Santorini di ujung kiri desa. Ternyata, Blue Dome Church di Firostefani ini yang paling sering dijadikan gambar postcard selain Blue Dome Church yang banyak terdapat di Oia.

 

Dari Firostefani, trekking dilanjutkan menuju Imerogvili sebelum akhirnya sampai di Oia. Sama halnya dengan Firostefani, Imerogvili juga berupa desa kecil eksklusif sehingga tidak seramai Fira atau Oia. Karena diburu-buru waktu, saya tidak berlama-lama di Imerogvili dan segera bergegas menuju Oia.

 

Berjalan mendekati Oia, hiruk pikuk keramaian turis sudah tampak dari kejauhan. Semua orang seakan berlomba-lomba mendapatkan posisi terbaik untuk mengabadikan momen sunset legendaris di Oia, walaupun matahari baru akan terbenam sekitar 1 jam lagi.

 

Hampir semua tempat di Oia bisa digunakan untuk menikmati sunset asalkan menghadap langsung ke kaldera. Namun favorit saya berada pada sebuah benteng tua (old castle) di ujung paling kanan Oia, yang posisinya sedikit menjorok ke laut. Dari sana saya bisa mendapatkan pemandangan spektakuler matahari terbenam dengan latar bangunan putih khas Yunani berselimut cahaya senja keemasan. Inilah yang disebut breathtaking view, melihat pemandangan yang saking indahnya sampai hati tercekat dan sulit bernapas.

 

Pelan namun pasti, sang mentari kemudian berangsur-angsur kembali ke peraduannya. Menyisakan kegelapan malam yang kini diterangi cahaya rembulan bersama kelap kelip lampu neon di kejauhan. Seketika kami semua bertepuk tangan, mengucap syukur atas pertunjukkan agung Sang Pencipta. Dan berakhir pula petualangan saya meniti kaldera dari Fira menuju Oia.

Oleh : William Kelly Effendy (@williamkellye)

[gravityform id=”40″ title=”true” description=”false”]

Artikel yang mungkin kamu suka