Home Lomba Blog KTF 2017 Pulau Berhala; Surga Tersembunyi di Sumatera Utara

Pulau Berhala; Surga Tersembunyi di Sumatera Utara

oleh

Masih dibalut dinginnya angin tengah malam, kami menggigil di dalam perahu yang akan membawa kami mengarungi lautan. Pukul 02.30 WIB dini hari, dua perahu berangkat. Perahu boat kayu yang cenderung berguncang itu cukup membuat jantung berdebar-debar untuk kategori orang yang baru pertama kali akan melaut terlebih di tengah malam. Mesin mulai dihidupkan, air keruh di bawah kapal kami beriak sementara kami berdoa beberapa saat kemudian mengawali perjalanan dari muara sungai. Sesaat setelah perahu mulai melaju, kami mengambil posisi untuk berbaring;efek masih terasa mengantuk setelah melalui perjalanan darat selama dua jam.

Waktu menunjukkan pukul 05.00 WIB, kami bangun disambut sunrise yang muncul dari ufuk timur. Di depan kami tersaji sebuah gundukan kecil yang tampak dekat padahal butuh waktu 2 jam lagi untuk menempuhnya, itu adalah Pulau Berhala; destinassi yang kami tuju sampai rela menyeberangi lautan di tengah malam. Sedikit mual karena nyaris dua jam kami diombang-ambing ombak.

Lagi-lagi arloji menjadi bahan lirikan. Pukul 06.45 WIB, dan pulau Berhala semakin dekat. Dari sini terlihat ada dua pulau yang bersebelahan dengannya; yang satu sedikit dekat jaraknya dan yang lainnya agak jauh. “Disana cuma ada tentara yang jaga pulau Berhala, kami sesekali kesana mengantar makanan.” Terang bapak pembawa perahu.

Alasan hanya ada TNI disana sebab pulau Berhala adalah pulau terluar Indonesia yang tidak berpenghuni. Tidak ada pemukiman disana apalagi toko. Para TNI yang berjaga mengandalkan kiriman dari Serdang Bedagai, selebihnya mereka cari apapun yang ada di hutan maupun di pantai dan lautnya.

Perahu kami mulai mendekati dermaga sederhana tersebut; disangga oleh belasan beton berbentuk silinder. Satu persatu dari kami naik ke atap perahu untuk menyeberang ke dermaga karena pagi itu air sedang surut sehingga perahu kamu berada di bawah dermaga. Dan benar, kami disambut pria-pria berbadan kekar dengan celana seragam berwarna hijau lumut dikombinasi kuning busuk. Mereka adalah TNI-AL yang dijadwalkan bertugas disini.

Usai disambut dan barang-barang kami juga sudah berada di dermaga, masing-masing membawa barangnya untuk menyeberangi dermaga menuju POS 1 yang berada tepat di depan dermaga. Kami berhenti sebentar disitu sebelum akhirnya diberi arahan untuk menaiki 165 anak tangga naik dan 246 turun menuju ke POS 2; tempat kami menginap karena air sudah mulai pasang jadi kami tidak bisa melewati jalur pantai yang sebenarnya hanya 5 menit untuk sampai ke POS 2.

“Pulau yang berada di antara sumatera utara dan Malaysia serta Thailand ini dulunya merupakan kerajaan dengan nama Kerajaan Sutan Bahalo. Seiring dengan berubahnya zaman, orang-orang merubah pelafalan Bahalo menjadi Berhala. Fakta mengenai berhala pun belum ada ditemukan di pulau tak berpenghuni ini. Dan menurut peta 21 ribu tahun lalu, pulau berhala ini satu daratan dengan serdang bedagai.” Tutur Pak Joko sebagai salah satu TNI-AL yang bertugas disini. Untuk sampai disini, kita hanya akan menghabiskan kocek sebesar 370 ribu rupiah dengan fasilitas pelampung, perahu, bus untuk kendaraan darat, perahu dan makan di pulau.

Satu persatu wajah kami memelas masih menaiki sekitar 50-an anak tangga. Keringat mulai bercucuran sementara beban di punggung semakin terasa berat. Kami sampai di tangga ke-165 kemudian menuruni 246 tangga. Satu persatu tangga dilewati dengan telaten sampai akhirnya kami disambut oleh Mess sederhana menghadap ke pantai dengan air laut berwarna biru tosca.

“Karena disini ada makhluk lain yang hidup selain kita, maka perkataan dan perbuatan harus kita jaga. Dan juga kami harap untuk tidak melukai satu binatangpun terkhusus biawak. Terima kasih, selamat menikmati liburan.” Begitulah pengantar yang  disampaikan salah satu anggota TNI. “Untuk penginapan, disini milik perempuan.” Beliau menunjuk mess di hadapan kami, “, dan laki-laki disana.” Kemudian ia alihkan telunjuknya ke arah tanjakan.

Kami mulai masuk ke mess, menaruh barang-barang kemudian bersiap untuk sarapan. Untuk mess yang kami tinggali bukanlah berupa mess mewah layaknya penginapan yang ada di destinasi wisata lainnya melainkan hanya kamar berisi kasur tingkat. Sebenarnya itu adalah tempat tidur para tentara. Selain itu, lantainya juga terasa lengket.

Selesai sarapan, deburan ombak mulai menggoda kami untuk sekedar menyentuh bibir pantai atau menceburkan diri ke air asin tersebut. Satu persatu dari kami mulai masuk ke air bahkan yang tidak pandai berenang pun ikut tergiur. Airnya rasanya asin, sudah jelas. Sayangnya, alat snorkeling tidak difasilitasi dan kami juga tidak menyiapkan. Alhasil kami berinisiatif untuk meminjam rombongan yang ikut bersama kami.

Dengan begini, kita bisa melihat keindahan terumbu karang yang masih terjaga disini. Teripang yang masih bertebaran dimana-mana;dasar laut. Opini pertama ketika melihat teripang  dengan wujud aslinya sedikit geli, bahkan takut kalau sampai menginjaknya. Jadi kami putuskan untuk memakai sendal ketika berenang. Karena peralatan juga seadanya, dengan mengandalkan pelampung yang dipinjamkan oleh agen travel, kami hanya berenang di pinggiran dan tidak sampai ke tengah.

Selain terumbu karang dan teripang, ketika kami berenang sampai dermaga, disana banyak ikan hias yang sering kita lihat di animasi-animasi yang tayang di televisi. Ikan hias tersebt berwarna-warni termasuk temannya Nemo yaitu Dori di animasi Finding Nemo dikombinasi air laut yang berwarna hijau tosca.

Usai mandi dan membersihkan diri, kami menunggu makan siang dan istirahat. Dilanjut dengan makan malam sambil menyalakan api unggun. Biasanya kalau malam penyu akan keluar namun malam itu mereka tidak keluar.

Paginya, kami bersiap-siap untuk tracking menuju navigasi mercusuar. Disana dijaga oleh departemen perhubungan, yang sebenarnya tidak boleh kesana, namun karena permintaan pengunjung yang hanya sesekali kesini maka diperbolehkan dengan catatan tidak merusak apapun. Sebelum tracking ke atas, perlu diketahui bahwa jumlah tangga yang akan kita leawti bukan lagi 200-an jumlahnya, melainkan 800-an. Mulai terbayang bagaimana kaki terasa pegal. Disarankan agar memulainya lebih pagi agar dapat sampai dipuncak untuk menyaksikan sunrise. Kami kesana bersama rombongan didampingi bapak tentaranya.

Saat mulai menapaki tangga demi tangga kita akan disuguhi rindangnya hutan yang masih terjaga. Selang beberapa waktu kami disambut dengan suara-suara hewan yang menghuni pulau berhala tersebut. Kami dapat melihat langsung biawak-biawak di pulau berhala yang memang sudah jinak. Juga jangan sampai lupa untuk membawa persediaan berupa air mineral agar kita tidak sampai dehidrasi.

Semakin dekat dengan mercusuar, tangga yang kami tapaki akan semakin licin dan berlumut serta beberapa blok tangga juga tidak ada pegangannya, maka itu disarankan untuk memakai alas kaki yang kuat dan tebal agar perjalanan tracking untuk sampai kepuncak mercusuar lebih safety. Saat sudah selesai tracking menyusuri 860 anak tangga, kami dihadapkan 200 anak tangga lagi untuk sampai ke puncak mercusuar.

Untuk menaiki 200 anak tangga tersebut, tidak boleh sembarangan, karena puncak mercusuar hanya boleh menampung kurang lebih 10 orang saja. Perjalanan melelahkan ini akan terbayarkan ketika kami sampai di puncak mercusuar tersebut. Tersuguh di depan kami pemandangan laut lepas pantai pulau berhala, karena cuaca mendukung kami dapat melihat wilayah Negara Malaysia, jika tidak tetap dapat menyaksikan 2 pulau yang berada di sebelah pulau berhala yang diberi nama pulau kakek dan pulau nenek.

Salah satu pengunjung mengatakan bahwa ini menjadi suatu hal yang tak dapat dilupakannya, “ini pengalaman yang tak dapat dilupakan, pemandangan yang sungguh menakjubkan” tutur Meutia Geubrenawisatawan asal kota Medan.

Selain yang tadi, ada satu lagi yang bisa kita nikmati disini hanya dengan membayar 15 ribu rupiah yaitu naik perahu karet mengelilingi pulau berhala. Mesin mulai dihidupkan dan kami mulai mengelilingi pulau ini. Selain pulau berhala, kita juga bisa melewati pulau kakek yang tidak ada pantainya, hanya bebatuan berupa tebing dan terdapat goa peninggalan jepang. Sementara pulau nenek letaknya persis di sebelah pulau berhala.

Benar, setelah mengelilingi pulau berhala yang seluruhnya berupa bebatuan tebing kecuali POS 1 dan POS 2, kami sama sekali tidak menemukan berhala kecuali batu-batu besar yang sama sekali tidak bisa dikatakan berhala.. Akhirnya sunset menyambut kami walaupun letaknya bukan di bagian pantai.

 

[gravityform id=”40″ title=”true” description=”false”]