Liburan kenaikan kelas, Juli 2012. Saya dan 10 orang teman SMA saya akan liburan ke Jogjakarta dari Pontianak.
Liburan ini adalah liburan pertama kami semua dengan teman-teman tanpa orangtua yang menemani kami. Tiket dan akomodasi liburan sudah kami persiapkan dari beberapa bulan sebelum liburan kenaikan kelas.
Dari sejak tiket dibeli, kami mulai menghitung hari hingga keberangkatan. Sudah tidak sabar untuk pergi liburan di kota yang budaya Jawanya sangat kental itu.
H-167
H-166
H-165
…….
….
..
H-3
H-2
H-1!!!
THE DAY!!
Pada hari itu, kami menggunakan pesawat S untuk berangkat dari Pontianak ke Jakarta pada jam 7.50 tiba di Jakarta jam 9.30 dan pesawat A dengan rute Jakarta-Jogja jam 11.15. Segalanya dari bangun pagi terasa menyenangkan…….. hingga sampai suatu ketika, terdapat kabar dari petugas cek in bandara di Pontianak, bahwa pesawat S yang kami tumpangi mengalami delay selama 1 jam.
Kami mulai panik dan takut jika tidak keburu. Tetapi jika dihitung-hitung kami masih sempat karena kami sudah cek in online di pesawat A. Kami berharap jika pesawat A juga delay. Segala ujud doa ini kami berdoa bersama-sama diantara ruang tunggu. Kelihatan aneh? Tentu iya.
Pada akhirnya tiba waktunya kami boarding, ada 2 perasaan yang saya rasakan. Senang dan tegang. Lucunya, kami tidak memasukkan koper kami ke bagasi, tetapi disimpan di kabin. 11 koper dengan barang-barang yang disiapkan untuk liburan selama 1 minggu ngotot untuk disimpan dikabin. Bisa dibayangkan?
Satu jam dengan kegelisahan dan akhirnya tibalah kami di ibukota, Jakarta. Waktu menunjukkan jam 11 tepat. Itu berarti 15 menit lagi pesawat A kami akan terbang. Segera Saya, Kevin, Kharine dan Jesslyn lari dari pesawat S ke luar terminal 1 dan naik taksi ke terminal 3. Kami lari tanpa mengeluh capek karena sudah tidak sempat lagi untuk mengeluh. Setelah sampai di terminal 3, kami pisah lagi. Kharine dan Jesslyn bayar taksi, saya dan Kevin lari ke gerbang keberangkatan.
Lari………..
lari….
lari. Sampai.
Setelah sampai di petugas ruang tunggu, kami memberikan tiket-tiket kami. Dan…
DAN…… Pesawat kami baru saja ditutup gerbangnya. BARU SAJA. Masi teringat kejadiannya, Saya melihat jam disana dan tertera pukul 11.18.
3 menit yang………. yah. Kalian tahu apa yang terjadi selanjutnya? Ya, kehidupan yang ironis mulai terjadi setelah ini.
“Maaf mbak, mbak sudah melakukan cek in pada tiket ini. Jadi mohon maaf tiketnya hangus mbak.”
“Maaf mbak, untuk penerbangan selanjutnya, tersisa kursi kelas bisnis saja mbak.”
“Maaf mbak, kalau mau disaran pakai travel aja mbak.”
3 kalimat yang masih teringat di memori. 10 koper yang tergeletak di depan kantor di Terminal 3. Berpuluh-puluh telfon dari orangtua tidak kami angkat karena takut mereka khawatir.
Muncul 1 ide, Saya menelfon kakak saya yang dulu kuliah di Jogjakarta. Dia pasti tau bagaimana cara kesana dengan pengeluaran yang hemat. Dan petuah yang diberikan adalah…
“Kalian naik bis D di bandara ke Gambir. Biasanya bayar 20ribu. Lalu di Gambir nanti, cari tiket kereta tujuan Jogjakarta.”
Karena sudah tidak memiliki harapan di bandara tersebut, berangkatlah kami ke Stasiun Gambir. Setelah di Gambir, ternyata ini kali pertama bagi kami semua berada disini. Semua masih berasa mimpi. Mimpi buruk. Tiket kereta ke Jogjakarta habis untuk hari itu. Ekonomi habis, Bisnis habis, Eksekutif semua habis.
Ludes.
Selamat tinggal.
Kejamnya ibukota.
Dan petuah selanjutnya berasal dari mbak-mbak loket Gambir. Dan isi petuahnya adalah… naik travel.
Kami semua pandang-pandangan. Apa itu travel? Dari sinilah mimpi kami berlanjut. Ada seorang bapak-bapak yang bernama Pak Untung mulai mengikuti kami kemanapun kami pergi. Beliau memiliki jasa travel yang bisa mengantarkan kami ke kota yang sulit untuk kami gapai, Jogjakarta. Setelah berdiskusi, kami berencana memakai pesawat lagi. Kami pergi ke kantor travel pesawat di Gambir. Dan……………..ternyata…………………. seluruh tiket pesawat sudah habis terjual pada hari itu. BANG! Ironis kan? Kenapa semua ke Jogja pada hari itu?? Dan akhirnya kami memakai travel karena mbak yang menjual tiket pesawat di Stasiun Gambir JUGA menyarankan kami naik travel. Jam sudah pukul 14.00 dan kami belum makan dari pagi. Sambil menunggu mobil travel datang, kami makan.
Jam 17.30, travel kami datang. DAN ternyata, travel yang dimaksud adalah mobil van yang besar tanpa AC. Ini toh namanya travel. Oke…… apapun itu, asalkan kami bisa menginjakan kaki di Jogja. TERNYATA untuk menginjakkan kaki di Jogja….. kami harus berada di travel selama 16 JAM!!! Dan 16 jam itu sangatsangatsangatsangatsangatsangat tidak terlupakan!!
Hidup kami selama 16 jam tersebut adalah macet selama 2 jam di Bekasi, kedinginan malam-malam saat melewati kota Bandung, berkali-kali muntah saat di Karawang, tidur gelap-gelapan di Melambong, melihat truk lagi jatuh di bukit saat pukul 3 subuh, minum teh di Purwokerto jam 4 subuh saat sholat Subuh, pipis di toilet umum hingga habis sekitar 30000 rupiah untuk membayar toiletnya, saling sharing rahasia kami hingga akar-akarnya karena selama beberapa jam handphone kami tidak ada sinyal, dan satu-satunya hiburan hanya bercanda di dalam mobil van ini. Sebelum menginjakkan kaki di Jogjakarta, kami melihat matahari terbit dan salah satu teman saya membuka lagu “Jogja Istimewa” dari Jogja HipHop Foundation. HELLO JOGJA, Selamat Pagi!! MIMPI BURUK KAMI SUDAH BERAKHIR!
Jogja, Jogja. Tetap Istimewa.
Istimewa Negerinya, Istimewa Orangnya.
-Jogja HipHop Foundation-
Liburan ini adalah liburan saya yang paling unexpected atau tidak terduga bersama teman-teman. Liburan yang tidak terduga ini atau mimpi buruk tersebut akan menjadi pengalaman yang paling diingat seumur hidup kami. Tidak selalu mimpi buruk akan berakhir buruk 🙂