Irrashaimase!!! Sapaan penuh semangat yang berarti selamat datang ala Negeri Sakura langsung terdengar, begitu menginjakkan kaki di kedai okonomiyaki ini.
Butuh semangat pantang menyerah untuk menemukan bangunan kecil ini di tengah perkampungan di Tennoji, ujung utara Osaka. Sebenarnya hanya 5 menit dari stasiun Subway Dobutsuenmae, tapi karena gelap dan semua petunjuk bertuliskan huruf Jepang maka ini jadi tantangan tersendiri. Tapi untungnya sebelum berangkat aku sempat mengambil gambar peta yang ada di homestay.
Nuansa Jepang begitu terasa di rumah semi tradisional, dengan pintu geser “shoji” nya, yang disulap menjadi kedai sederhana namun hangat. Satu ruangan mungil berukuran 4mX4m, di sekeliling dindingnya ditempeli puluhan kertas berukuran seperempat kuarto bertuliskan kanji yang ternyata adalah menu beserta harganya. Di dalam ruangan ini hanya terdapat 2 meja khusus yang di atasnya terdapat teppan, semacam hotplate tapi menyatu dengan meja. 4 kursi kayu menemani setiap meja. Selain itu, terdapat juga bar sederhana dengan teppan besar di mana sang koki menyiapkan okonomiyakinya. Ketika kami masuk, hanya ada 2 orang tamu bapak-bapak sedang menikmati bir sembari mengobrol santai.
“Indonesia? Aku cinta padamu”, kalimat pendek namun indah itu terasa sangat mengagetkan karena diucapkan oleh Bapak Hideki, sang pemilik kedai okonomiyaki sederhana ini.
Walaupun umurnya sudah menginjak 62 tahun, beliau masih sangat cekatan dalam meracik masakan khas Jepang ini. Di atas teppan yang panas, sodetnya menari – nari, mencampur semua bahan yaitu tepung terigu, air, telur ayam, jahe dan gurita. Ya benar, gurita pilihanku. Konsep dasar dari makanan ini adalah lapisan atas sesuai selera alias suka –suka (okonomi) yang kemudian dipanggang (yaki). Alternatif selain gurita ada cumi, kerang, daging sapi atau babi. Setelah matang akan diberi saus okonomiyaki yang kental namun manis dan mayones yang gurih untuk menambah cita rasanya. Seporsinya cukup 500 yen atau 50.000 rupiah.
Sambil mengolah makanan itu, beliau bertanya banyak hal kepada kami. Awalnya menanyakan bagaimana kami bisa tahu tentang kedainya. Aku bilang bahwa pemilik homestay yang kami tempati tidak jauh situ menyarankan untuk mencoba okonomiyaki paling enak di Osaka. Ketika kutanyakan benarkah pernyataan itu , dengan senyum lebar dia bilang dengan keyakinan 100% bahwa memang ini yang nomer satu.
Ketika dia menyajikan pizza ala Jepang itu di teppan meja kami, dengan penuh rasa penasaran beliau melihat ku dan jilbab yang aku kenakan.
“what is that? I ever saw women wearing that. She is from Malaysia” tuturnya dengan bahasa Inggris tanpa cela.
“This is jilbab or scarf, many moslem women wearing this.” jelasku padanya.
Lalu tiba-tiba dia ke dapur dan memberi secarik kertas agar aku menuliskan kata “jilbab” di situ. Aku ingin tahu kenapa dia begitu pandai berbahasa inggris, bahkan jauh lebih baik dari pada petugas informasi menara Tokyo yang bisanya hanya “up and down” saja. Ternyata kedai ini sangat disukai oleh para wisatawan asing, sehingga lama kelamaan pak Hideki bisa belajar sedikit demi sedikit. Beliau tahu banyak budaya negara lain tanpa perlu keluar sejengkal kakipun dari rumahnya, rasa ingin tahunya yang besar lah yang membawanya keliling dunia.
“I always ask foreign people how to say “I love you” in their language.”, katanya sambil menunjukkan secarik kertas bertuliskan “aku cinta padamu”.
Dengan sabar beliau menunjukkan cara menikmati okonomiyaki yang benar yaitu dengan meletakkannya di atas teppan agar tetap hangat. Dan dengan hera seperti sekop mini, okonomiyaki ini dipotong menjadi beberapa bagian. Proses ini mirip dengan pizza sebenarnya. Karena bentuk makanan ini memang sangat mirip dengan makanan italia itu.
Sembari meletakkan sepotong okonomiyaki di piring kami, beliau pun menuturkan bahwa dulunya ibunya lah yang menjalankan usaha ini, namun beberapa tahun yang lalu sang ibu meninggal di usia 87 tahun, dan beliau meneruskannya kedai ini. Dari caranya bercerita, ini bukanlah suatu beban atau pekerjaan yang dirasa harus untuk dilakukan, tapi meneruskan sebuah amanat yang beliau sendiripun sangat cintai.
Kehangatan dan kedekatan sang pemilik, yang merangkap juru masak, pada setiap tamu yang datang serta rasa cintanya pada pekerjaannya tercermin dari kelezatan okonomiyaki di tengah kampung Tennoji ini. Itadakimasu….
http://arumisdreaming.blogspot.com/2013/09/ketika-cinta-menambah-rasa.html