Home Lomba Blog KTF 2014 Kehilangan Paspor di negeri China

Kehilangan Paspor di negeri China

oleh Mahansa Sinulingga

Kehilangan Passport di Negara China

 

Hoammm … pagi hari itu mataku terasa berat, badankupun terasa pegal. Hari itu adalah hari terakhir aku berada di Guangzhou, China setelah melakukan perjalanan hampir dua minggu mengunjungi beberapa kota besar di China. Guangzhou – Shenzhen – Macao – Hongkong adalah empat persinggahan yang aku dan keluarga lalui dan pada akhirnya kami kembali ke Guangzhou karena tiket pp yang kami miliki.

Hari itu adalah hari terakhir perjalanan wisata kami, yang berarti kami harus segera bangun untuk mengejar waktu keberangkatan kembali ke tanah air. Jam masih menunjukkan pukul 7 pagi dan jam keberangkatan masih menyisakan waktu yang cukup panjang yaitu pada siang hari. Namun dengan penuh tenaga saya harus bangun dari tempat tidur untuk memeriksa kembali barang bawaan. Akhirnya setelah membeli makan pagi di kantin dekat hotel kami cepat-cepat check out untuk mengejar bus khusus airport yang berhenti tepat di depan hotel.

Malas sekali rasanya sudah harus kembali ke tanah air untuk kembali dalam rutinitas, namun untung sebuah permainan elektronik dalam handphone saya dapat menghibur saya selama perjalanan dari hotel ke airport. Hati nurani menegur saya untuk fokus supaya jangan terlena, namun apa daya permainan elektronik itu telah merenggut seluruh perhatian saya  kepadanya.

Singkat cerita kami tiba di airport dengan disambut oleh petugas bus cantik yang berdiri di depan gerbang masuk gedung keberangkatan. Kami masih harus naik ke tingkat dua untuk check-in baggage. Tak disangka musibah terjadi. Ketika saya meminta paspor dari seluruh anggota keluarga, ternyata satu paspor milik adik saya hilang. Duarrr …. rasanya langit runtuh saat itu juga. Waktu yang kami miliki sampai jam keberangkatan tidaklah singkat. Terlebih lagi saya merasa bahwa saya bukan berada di negeri maju yang notabene aman sehingga kemungkinan paspor yang hilang ditemukan kembali sangat kecil.

Di China keamanan kurang lebih seperti di Indonesia. Di Australia saja yang keamanannya terjamin sepupu saya pernah kecurian paspor. Karena pengalaman itulah saya berpikir sepertinya kecil harapan untuk menemukan paspor adik saya yang hilang. Namun dengan tidak berkecil hati dan sambil menarik nafas panjang saya mencoba berpikir sehat.

Kemudian setelah mulai dapat mengatur emosi saya, maka saya kemudian melakukan dua hal penting. Kesatu adalah menelepon pihak hotel untuk menanyakan apakah ada paspor yang tertinggal di dalam kamar yang kami inapi. Kedua bertanya kepada pihak perusahaan bus apakah ada paspor yang terjatuh.

Pihak hotel meminta kami memberi waktu terlebih dahulu untuk mencari tahu dan berkata bahwa mereka akan memberikan kabar kepada secepatnya. Namun harapan pupus setelah mereka memberikan kabar bahwa kamar kami kosong dan mereka tidak menemukan barang apapun termasuk paspor.

Tak patah arang saya masih menaruh pengharapan kepada perusahaan bus. Saya hanya bisa berdoa pada saat itu. Setelah berdoa jantung yang berdebar-debar perlahan-lahan tenang. Petugas bus yang berdiri di depan gerbang ketika kami turun dari bus menyuruh kami untuk datang ke gedung kedatangan karena disanalah kounter “customer service” mereka berada.

Segera saya dan adik saya berlarian menuju counter “customer service” tersebut, sedangkan adik perempuan saya dan ibu saya menunggu di gedung keberangkatan. Ternyata tanpa diduga perjalanan dari gedung keberangkatan ke gedung kedatangan memerlukan waktu yang panjang dikarenakan jarak yang cukup jauh. Ditambah ketegangan yang masih merasuki di dalam hati perjalanan tersebut terasa sangat melelahkan.

Sesampai kami di kounter “customer service” kembali petugas meminta kami untuk menunggu karena dia harus menghubungi staff yang berada di parkiran bus. Sambil menunggu kami kembali ke kounter keberangkatan untuk berbicara dengan petugas maskapai penerbangan perihal tiket yang kami miliki. Apabila sampai kami terlambat saya berharap tiket yang kami miliki tidak hangus.

Namun tidak seperti yang kami bayangkan ternyata petugas maskapai memerintahkan kami untuk datang kembali saja apabila kami sudah benar-benar ketinggalan pesawat, sehingga akhirnya kami kembali berlarian ke arah kounter “customer service” perusahaan bus di gedung kedatangan dengan penuh harap.

Puji Tuhan! Mujikzat ternyata nyata…sesampai kami di counter tersebut dengan peluh masih membasahi dahi kami, sang petugas memberikan kabar gembira. “Pak, anda sungguh mujur kami menemukan paspor anda beserta uang dolar amerika yang anda miliki. Coba bapa hitung terlebih dahulu apakah ada yang hilang atau tidak?”, ujar petugas customer service tersebut.

Hampir saja saya berteriak kesenangan karena akhirnya paspor yang hilang tersebut dapat ditemukan kembali sehingga kami akhirnya benar bisa kembali ke tanah air. Dihinggapi kegembiraan tingkat tinggi aku menyalami dia sambil berkata terimakasih berkali-kali sebagai tanda penghargaan dari saya atas jasa yang dia berikan kepada kami. Dari situ kami berlari kembali ke gedung keberangkatan menemui adik perempuan dan ibu kami dengan langkah kemenangan!

Namun ternyata halangan terus saja menghadang. Karena check in kounter sudah tutup maka kami harus melalui check-in kounter darurat yang mengharuskan kami merelakan koper-koper kami di scan melalui mesin scan x-ray. “Buka koper-koper kalian karena saya menemukan banyak ‘lighter’ didalamnya!”, terika petugas kounter. “Arghhh…!”, teriakku dalam hati.

Kesalahan kedua ujarku dalam hati, mengapa aku begitu teledor dan keras kepala untuk tetap membawa cindera mata berupa ‘lighter’ di dalam koper. Memang dulu saya pernah membawa lighter dalam koper dan tidak terjadi apa-apa tetapi saat ini berbeda situasi, saat ini kami harus melewati kounter check-in baggage darurat yang memakai mesin scan.

Setelah kami berhasil mengambil semua souvenir ‘lighter’ yang saya miliki barulah koper-koper kami dapat diterima pihak petugas. Karena kami tidak diperkenankan meninggalkan souvenir lighter-lighter tersebut, maka saya bermaksud untuk membuangnya di tempat sampah dekat kounter. Tapi cerobohnya diriku kunci gembok koperku pun ikut terbuang bersama “lighter-lighter” pembawa masalah tersebut. Saya hanya bisa memukul dahiku tanpa berbuat apa-apa.

Namun pertolongan dari Yang Maha Kuasa tidak hanya sampai disitu, seorang nenek mendatangi saya dan bertanya apa yang saya masukkan ke dalam tong sampah tersebut sambil dia membuka pintu tong sampah dari bagian belakangnya. “Oh, rupanya dia adalah petugas kebersihan di airport tersebut!”, kataku dalam hati. Dan akhirnya sambil membawa kunci tersebut saya dan keluarga berlarian ke arah imigrasi.

Setelah berhasil melewati gerbang imigrasi ternyata kami sudah ditunggui petugas bandara yang membawa kendaraan kecil untuk mengantar kami ke gerbang boarding pesawat. “Berikan aku 400 yuan.”, pinta sang petugas. “Oh my God!”, teriak hatiku. Masih saja ada orang yang memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan pikirku, tapi apa boleh buat kami tidak punya pilihan sehingga akhirnya saya menyerahkan 400 yuan saya kepadanya.

Apa sih artinya 400 yuan dibandingkan paspor yang hilang beserta uang dolar amerika? Ketika kami akhirnya tiba di depan gerbang boarding pesawat, saya melihat antrian panjang. Sambil berharap-harap semoga antrian ini adalah antrian pesawat yang kami akan tumpangi, saya mencoba untuk mendengarkan pembicaraan beberapa ibu-ibu yang sedang mengobrol di dalam antrian panjang tersebut. “Yes!”, aku berteriak dalam hati, “Mereka orang Indonesia! Berarti kami tidak terlambat. Hore!!!.”

Pada mulanya aku membayangkan semua penumpang pesawat sudah menunggu dalam pesawat menanti-nantikan penumpang yang terlambat (read: kami). Aku sudah membayangkan wajah-wajah kesal dalam tampang mereka dan kemungkinan olokan-olokan dari mereka, tapi ternyata semua bayangan buruk itu hanyalah khayalan belaka! Oh sungguh senang akhirnya kami dapat beristirahat sepanjang perjalanan kembali ke Indonesia dengan rasa syukur yang berlimpah. Kejadian ini akan menjadi kenangan terindah yang tidak akan terlupakan dalam hidupku. Terimakasih Tuhan!

Penulis

Fendy Susanto

Twitter: @hugography

Artikel yang mungkin kamu suka