Home Lomba Blog KTF 2015 AKU, KAMU, KITA, DAN ROMANTISME BELITUNG

AKU, KAMU, KITA, DAN ROMANTISME BELITUNG

oleh

Akhir Bulan Agustus 2014, kami sekeluarga dapat kabar bahagia kalau adik perempuanku—Winny Khodijah Lubis yang saat itu masih berusia 13 tahun—menjadi salah satu finalis lomba menulis yang diadakan media besar di Indonesia. Dan kamu tahu hadiahnya apa? Liburan sekalian ikut pelatihan menulis di Belitung!

Kaget, senang, terharu, bercampur menjadi satu.

Belitung! Belitung beneran! Mimpi apa bisa ke sana secara gratis?

Ops! Cerita belum berakhir sampai di situ. Ternyata yang ditanggung gratis oleh panitia hanya Winny-nya saja. Ya iyalah. Emang kami ikutan lomba juga, apa? Hehehe

Masalahnya, Emak tidak kasih izin adikku berangkat dari Padangsidimpuan—kota kecil di Padangsidimpuan, Sumatera Utara—ke Jakarta. Menurut jadwal dari panitia, 30 finalis yang beruntung kesemuanya harus berkumpul di satu titik. Yakni di Jakarta. Setelah dari sana, baru deh berangkat bareng ke Belitung-nya.

“Winny terlalu muda untuk berangkat sendiri. Lagian dia naik bus saja muntah-muntah. Gimana mau naik pesawat. Nggak bisa! Udahlah. Diikhlasin saja,” ucap Emak menyerah setelah mikir sana-sini tidak dapat kesimpulan atas apa yang tengah kami hadapi.

Tentu saja adik manisku menjadi cemberut berhari-hari. Akhirnya, dengan semangat menggebu-gebu, aku buka suara dan mengatakan bersedia 100% menemani Winny.

“Punya uang berangkat ke Belitung, Va?” tanya Mak menyiutkan nyaliku.

Iya sih. Biaya ke Belitung pulang balik, belum lagi tempat nginap, makan, dan sebagainya pastilah menguras kantong. Sedangkan aku masih berstatus mahasiswa. Hanya punya uang pas-pasan. Begitu juga dengan keluarga kami. Namun, karena aku juga memiliki impian untuk menginjakkan kaki di tanah Belitung, aral dan rintangan pun tidak lagi tampak di depan mata. Yang ada hanya semangat menggebu.

Perjalanpun dimulai. Winny bersama ke-30 finalis lainnya. Sedangkan aku harus bisa mencari kesibukan sendiri sebab wali dari finalis tidak boleh dekat-dekat dengan peserta. Awalnya terasa menyebalkan. Sebab aku harus memantau apa yang dilakukan adik manisku itu. Dia udah makan, udah bangun, dan sebagainya. Lalu, bagian liburanku sendiri gimana nih? Sayang dong udah ikutan tapi nggak ngerasain yang namanya liburan?

Nah, di Jakarta, aku nginap bareng dengan teman dari Bali. Kakaknya salah satu peserta. Namanya Kak Ayu. Dari beliau, aku jadi tahu banyak tentang Bali.

“Oke. Ini awal liburan yang bagus!” pikirku dalam hati.

Di Belitung, aku nginap di rumah teman facebook. Namanya Kak Dinda. Kebanyakan orang mungkin berpikir bahwa aku ini tergolong nekat karena terlalu gampang percaya dengan teman yang baru dikenal di dunia maya. Tiba-tiba ketemu dan main nginap di rumahnya. Mau gimana lagi? Nginap di hotel yang sama dengan adikku, bisa-bisa aku jadi gembel di Belitung ini. Hehehe. Maklum, duit pas-pasan.

Kak Dinda menceritakan banyak hal tentang Belitung padaku. Rasanya jadi semakin bersemangat. Sebab awalnya aku juga sudah banyak baca seputar Belitung dari buku dan internet.

Tapi, kalau tahu doang tanpa mengunjungi tempat pariwisatanya secara langsung rasanya kurang pas. Nah, petualangan pun dimulai. Aku bertemu dengan Kak Ratna dan Kak ShePai. Dua kakak cantik dari Jakarta yang juga tengah berpetualang di Negeri Laskar Pelangi. Sebelumnya kita sempat juga kenalan di BBM. Pas ketemu, kenalan lagi secara langsung, dan perjalanan pun dimulai.

Pokoknya gokil. Kita langsung bisa akrab. Pembicaraan seputar traveling pun mengalir. Aku yang notabenenya merupakan awam di bidang jalan-jalan ini langsung jatuh cinta. Bukanlah Indonesia punya kekayaan alam yang luar biasa indah? Sudah semestinya kita menikmati dan mensyukuri atas apa yang telah diberikan oleh Sang Pencipta ini.

Perjalanan pertama kami menuju SD Replika Muhammadiyah. Kyaaaaa jadi teringat Laskar Pelangi. Salah satu film favoritku.

“Ya ampunnnn… aku berada di sini saudara-saudara,” gumamku bahagia plus terharu seorang diri. Kak Ratna dan Kak ShePai hanya bisa terkikik melihat raut wajahku.

“Foto dulu. Foto dulu!” jawab Kak Ratna kemudian.

Berbagai macam pose pun kami lakukan.

Setelah itu, kami juga berkunjung ke Museum Kata milik Andrea Hirata. Mencicipi kopi Khas Belitung. Kemudian melewati jalanan penuh bebatuan di antara pepohonan nan rindang, hingga tiba di tempat yang menampilkan danau berwarna hijau. Orang-orang menyebutnya Open Pit. Ya ampunnn… cantik sekali!

Kami juga berkunjung ke Vihara Dewi Kwan Im. Tempatnya ramai. Kami juga sempat berkenanan dengan beberapa pengunjung yang ternyata berasal dari Jakarta. Sore harinya, kami berjalan-jalan di sekitaran pantai. Perjalanan belum berakhir. Pas malam tiba, kami memutuskan untuk makan malam di salah satu tempat makan terkenal, yang namanya juga telah sampai ke ibukota, warung makan Timpo Duluk. Selain makanannya yang khas, ditambah juga dengan tempatnya yang unik. Berbagai macam barang zaman dulu di tampilkan di sana.

Kalau adikku puas bermain dengan teman-temannya, maka demikian juga denganku.

Keesokan harinya, kami memutuskan untuk berwisata bahari. Duh! Wisata yang kunanti-nantikan.

“Lauuutttttt pantaiiiiiiiiiiiiiiiii,” teriakku bahagia. Persis anak kecil yang baru saja dibelikan mainan oleh orangtuanya.

Berbagai macam pulau kami kunjungi. Kan Belitung memang kaya akan pulau-pulaunya. Naik perahu kecil dengan embusan angin yang menenangkan hati. Ini nih yang namanya liburan!

Salah satu pulau terbaik yang ada di sana, dan menjadi favoritku adalah Pulau Lengkuas. Bagiku, itu pulau romantisssss sekali. Memberikan kesan tenang, damai, adem, dan nggak pengen pulang cepat-cepat.

“Belitungggg… jemput aku kembali di suatu hari!!!”

Dua hari tiga malam. Namun, di waktu yang singkat itu aku sudah mendapatkan banyak pengalaman, cerita, dan kenangan tak terlupakan. Mereka orang yang baru saja kutemui. Tetapi kita bisa ‘nyambung’ dengan baik. Bahkan hingga kini. Bagiku, itulah yang dinamakan dengan liburan seru ramai-ramai. Tak perlu pakai acara dijadwalin jauh-jauh hari. Hanya ada spontan. Tetapi memberikan kesan yang luar biasa menyenangkan.

“Kapan-kapan kita liburan bareng lagi ya,” ucap salah satu dari mereka.

Aku menganggukkan kepala. Seraya berdoa agar Tuhan memberi kami satu atau bahkan beberapa kesempatan lagi.

Ya, semoga kelak kita berjumpa kembali, teman-teman yang luar biasa. (905 kata)

Penulis

Eva Riyanty Lubis

Twitter: @vaayanalubis

Artikel yang mungkin kamu suka