Jakarta, Maret 2015
Hanya berbekal keinginan untuk sekedar menjejakkan kaki di tanah suku Tengger, saya sudah sibuk-sibuk browsing segala keterangan mengenai Bromo di bulan Maret, padahal rencana beraksinya di bulan Mei.
Mulai dari gaya backpacker sampai koper -walaupun tidak mungkin juga saya pakai gaya koper- sudah saya timang-timang. Tapi apa daya, saya bukanlah backpacker sejati yang bisa memperketat kantong dengan maksimal, saya lebih suka menyebut diri sebagai flashpacker, saya yang masih berstatus sebagai pegawai swasta masih harus bernegosiasi dengan waktu cuti yang terbatas.
Pada akhirnya tiket Matarmaja jurusan Pasar Senen – Malang berhasil saya beli, hanya untuk dua orang bersama Nadia, teman SMA saya jaman dulu. Partner in crime yang sering saya ajak ngetrip dadakan. Awalnya malah kami mau bertolak ke Thailand, tapi belum terwujud, mungkin lain kali.
Jakarta, Mei 2015
Dari Jakarta kami ternyata ketambahan satu orang lagi, dia adalah teman chatting Nadia yang orang Hongkong, namanya Eddie -dan dia tidak bisa bahasa Indonesia- jadilah saya bercas-cis-cus ria tanpa peduli dia ngerti atau nggak hahahaha. Tapi memang benar, bahasa tubuh sangat membantu, saya jadi harus mengerahkan semua kemampuan untuk bisa berkomunikasi dengan dia.
Bisa dibilang ini pertama kalinya saya naik kereta dengan jarak tempuh yang jauh. Daaan, kereta ekonomi ternyata sudah banyak berubah *iya harganya juga berubah T_T* mungkin lebih enak kalau bangkunya juga di-upgrade ya biar lebih nyaman.
- Sekarang sudah tidak ada lagi penjual yang lalu lalang di dalam gerbong, ada pramugara yang di beberapa kesempatan menawarkan makanan dalam kotak (biasanya nasi rames dan nasi goreng) seharga Rp18.000,00 atau teh/kopi seharga Rp5.000,00, kalau malam biasanya mereka juga menawarkan pop mie seduh (harganya tidak tahu)
- Dengan kursi yang bisa dibilang tidak cukup empuk, kamu bakal ditawarin juga bantal untuk satu perjalanan full, dari mulai berangkat sampai mau turun di stasiun terakhir dengan tarif Rp5.000,00 (walaupun bantalnya juga agak kaku hehe) tapi pelayanannya sangat memuaskan untuk saya pribadi, karena kamu juga harus maklum dengan membeli tiket kereta ekonomi, kamu jangan mengharapkan dapat pelayanan sekelas eksekutif.
- Setiap gerbong sudah dilengkapi dengan AC, menurut cerita orang-orang biasanya kalau tengah malam, AC akan terasa lebih dingin, jadi siap-siap jaket atau selimut kalau kamu tidak kuat dingin. Waktu itu saya duduk di kursi 12D, lumayan AC tidak langsung mengarah ke tempat saya dan teman saya, tapi kadang air AC menetes dan cukup mengganggu. Waktu itu dua kali kami ketetesan air, biasanya saat kereta berhenti dalam keadaan miring.
- Berhubung kami dapat gerbong 5, jadi setiap makanan yang keluar dari gerbong restorasi (gerbong 4) pasti sampai duluan ke tempat kami hahahaha (kami pakai kereta Matarmaja, mungkin akan berbeda sesuai kereta, saya belum tahu)
- Di setiap kursi juga ada stop kontak jadi aman untuk gadget-gadget yang “kehausan”, asal harus tetap berbagi dengan orang sekitar ya, jangan serakah kamu semua yang pakai, karena hanya ada dua colokan
- Saya tidak menganjurkan untuk duduk di dekat toilet, karena … sebaik apa pun toilet sebelum kereta berangkat, kamu tidak akan tahu apa yang akan terjadi pada toilet tersebut selama menempuh 16 jam perjalanan . Sekali lagi saya beruntung memesan kursi di tengah gerbong.
Intinya saya puas melakukan perjalanan dengan kereta api, dari mulai booking ticket online sampai keseluruhannya, sudah mulai terasa ada perbaikan di sana sini, semoga bisa menjadi lebih baik lagi untuk perkeretaapian Indonesia 😀
Malang, Mei 2015 – Sabtu
Setelah tiba di Malang sekitar pukul 08.00, kami langsung menuju Jonas Homestay sebagai tempat peristirahatan (taruh barang-barang dan mandi), tempatnya homey banget, adem, aku dan Nadia menempati kamar Bougenville dengan tarif Rp115.000,00 (dua orang) dan Eddie, kamar Ester Rp85.000,00 (satu orang), lumayan lah, oh iya untuk kedua tipe kamar tersebut kamar mandinya di luar, tapi waktu itu homestay tidak terlalu ramai, jadi saya tetap bisa berlama-lama di kamar mandi hahahaha.
Lapar memburu, kami random cari makan, untung di dekat homestay ada tukang soto, langsung tancap gas ke sana …
Alhamdulillah enaak 😀
Setelah kenyang, kami kembali ke homestay untuk rebahan sebentar, sekitar jam 13.00 kami siap-siap ke “TOKO OEN”, saya sudah dari lama memang merencanakan ke sini, penasaran saja, kalau di Jakarta, mungkin kamu akan ingat dengan Ragusa, hanya saja Toko Oen lebih luas dibanding Ragusa, makanannya pun lebih beragam, tidak cuma eskrim
Bagi yang muslim, mungkin bisa diperhatikan, di sini juga menunya ada yang mengandung babi, so perhatikan dulu komposisinya ya sebelum memesan 😀
Selain ke Toko Oen, kami coba icip bakso bakar yang ada di Panglima Trip …
Kebetulan di Malang, Nadia punya teman -komunitas game online-nya, jadi bertambahlah pasukan kami untuk jalan-jalan di Kota Malang, tapi ujung-ujungnya malah kuliner hahahaha, menjelang malam kami mampir di Kedaishi, mungkin ini salah satu tongkrongan gaul di malang, saya juga kurang tahu hehe, tapi banyak anak muda yang ke sini …
Kalau di Jakarta macam Sumoboo or Fat Bubble Dessert mungkin ya … di sini juga ada ramen, tapi kami tidak pesan, karena perut sudah disumpel bakso bakar sebelumnya.
Malang, Mei 2015 – Minggu dini hari
Tengah malam, kami sudah siap di meeting point untuk menuju Bromo, kami bertiga ikut rombongan tour dari Malang naik Jeep. Satu Jeep diisi untuk 6 orang, saya dan Nadia duduk di depan, di sebelah drivernya. Badan saya sudah saya bungkus dengan baju 4 lapis (berlebihan ya?) soalnya menurut info, saat ini adalah iklim terdingin di Bromo (walaupun di beberapa spot pananjakan sudah stand by orang-orang yang menyewakan jaket, jadi kamu yang gak perlu takut kedinginan).
Harusnya kantuk sudah menyerang saya semenjak duduk di dalam Jeep, tapi gara-gara drivernya seru banget bawa tuh Jeep dan jalanan yang semakin menantang, saya relakan melek sambil baca doa, apalagi saat perjalanan mulai menembus kabut. Sang driver sih santai saja, saya yang was-was.
Akhirnya sampai juga di spot untuk melihat sunrise, dinginnya luar biasa! (lebih dingin dari Bukit Sikunir, Dieng menurut saya), kami sampai sekitar 4 lewat, masih gelap, orang-orang mulai menempati spot-spot yang “menjanjikan” untuk melihat sunrise dengan jelas.
Selanjutnya, tujuan kami adalah kawah Bromo, tidak lama setelah keluar dari Jeep, kamu akan ditawari oleh orang-orang yang menawarkan jasa sewa kuda untuk sampai di bibir tangga kawah Bromo, harganya variatif, biasanya akan dikenakan 100-125 ribu bolak balik, tapi saya, Nadia, dan Eddie, memilih jalan saja, kalau memang tidak kuat nantinya, ya balik lagi, tapi yang penting dicoba dulu hahahaha -secara orang-orang gak pernah olahraga macam saya dan nadia-
Akhirnya belum sampai setengah perjalanan, Nadia memilih untuk ngaso saja di salah satu warung, saya dan Eddie lanjut balapan dengan para kuda-kuda yang sama-sama menuju kawah hahahaha, jangan meleng ya, banyak “ranjau” kuda soalnya.
Sampai di tangganya aja sudah Alhamdulillah, tapi perjuangan belum selesai, tangga yang katanya ada 250 anak tangga itu sudah dipenuhi manusia, jadi saya dan Eddie harus selangkah demi selangkah
Sayangnya ada saja orang yang naik di jalur yang tidak seharusnya (di luar tangga), berbahaya sekali menurut saya, apalagi dengan tekstur tanah berpasir yang kering, jadi harus ekstra hati-hati
Akhirnya sampai di atas, ramai sekali, saya jadi harus ekstra hati-hati, apalagi seminggu sebelum saya ke Bromo, ada musibah yang terjadi di Puncak Merapi, yaitu seorang pendaki yang jatuh ke kawah Merapi, sejujurnya saya sempat dag-dig-dug, tapi saya yakin setiap orang memiliki takdirnya masing-masing, yang penting kita tidak berbuat macam-macam dan tetap waspada.
Saya dan Eddie tidak berlama-lama di atas, setelah ambil satu dua foto, kami siap-siap “mengantri” lagi untuk menuruni tangga. Iya, ini memang benar-benar “mengantri”.
Banyak kan manusianya, inilah suasananya kalau sedang weekend, banyak yang menyarankan datang saat weekday saja (beginilah nasib pegawai yang mengandalkan sabtu-minggunya untuk berlibur)
Tapi saya tetap bisa menikmati kemegahan Bromo kok, yang penting harus HATI-HATI!
Ini beberapa foto di beberapa spot yang sudah seperti tiket terusan jika berkunjung ke Bromo : Pasir Berbisik dan Bukit Teletubbies
Begitulah perjalanan saya ke Bromo, mungkin jika ada kesempatan bisa kesana lagi untuk melihat sunsetnya 😀
link : https://dialoghujan.wordpress.com/2015/05/30/from-zero-to-bromo/