Hingga H-minus beberapa jam keberangkatan dari bandara Soekarno-Hatta, Washington DC tidak ada dalam itinerary kami. Namun perubahan jadwal yang mendadak itu ternyata mengantarkanku ke sebuah kota yang (menurutku, sejauh ini) paling menarik di Amerika Serikat. Washington DC adalah jantung Amerika Serikat. Kota, atau lebih tepatnya kita sebut sebagai distrik ini, menunjukkan sisi lain Amerika Serikat sebagai negara adidaya yang begitu serius mengukuhkan sejarahnya lewat sebuah kota.
Melancong ke Washington DC ini ditemani dengan sembilan orang lainnya yang merupakan delegasi dari kampus untuk suatu kompetisi di Boston. FYI, kunjungan ini sekaligus merupakan pengalaman pertamaku pergi ke luar negeri. Dengan cuaca yang bertepatan dengan puncaknya winter, maka baik fisik maupun proteksi tubuh (coat, syal, sarung tangan) kami persiapkan dengan baik agar tetap bisa menikmati perjalanan panjang ini. Beruntunglah aku memiliki sembilan teman seperjalanan yang selalu mampu membuatku merasa seperti di rumah, meskipun sedang berada di belahan bumi yang berbeda 12 jam dari Indonesia.
Masuk museum keren dengan cuma-cuma.
Sebagian besar museum dan galeri di Washington DC dikelola oleh Smithsonian Institution, sebuah yayasan pendidikan yang sudah berdiri sejak 1846. Ada 19 museum dan galeri yang dapat dikunjungi setiap hari dengan gratis.
Gratis? Iya gratis.
Aku sempat begitu heran, bagaimana caranya merawat begitu banyak museum megah ini jika pengunjung tidak dibebani tiket masuk? Apakah hanya mengandalkan kotak amal di dekat pintu masuk yang ketika kulihat isinya begitu lengang? Ternyata oh ternyata, 70% dana yang dibutuhkan Smithsonian diperoleh dari pemerintah. Sisanya, mereka mendapatkan uang dari penjualan souvenir, makanan, tiket pertunjukan khusus, dan kotak amal yang aku bilang tadi. Nah, dari sini sudah terlihat kan seberapa serius Amerika Serikat menjaga sejarahnya.
Museum yang kerap diidentikkan dengan sesuatu yang kuno, di sana dikemas dengan modern. Wi-fi gratis, bioskop IMAX, media interaktif tentang isi museum, tidak adanya larangan penggunaan kamera, serta berbagai fasilitas pendukung lainnya, berhasil menarik banyak pengunjung. Untuk berkeliling Washington DC, aku dan teman-teman memanfaatkan jasa bus wisata yang salah satunya bernama Big Bus. Dengan 59$, kami mendapat fasilitas berkeliling Washington DC selama dua hari, ditambah gratis tiket masuk di Crime and Punishment Museum dan Madame Tussauds Wax Museum yang masing-masing berharga 22$. Benar-benar ide yang bagus untuk tidak membunuh eksistensi museum berbayar.
Museum pertama yang kukunjungi adalah National Air and Space Museum. Mau nangis rasanya. Ada pesawat induk Apollo 11, baju luar angkasa yang dipakai David Scott di Apollo 15, berbagai macam rudal dan roket, potongan batu dari bulan, dan lain-lain.
Disana juga dijual makanan kering yang biasa dibawa astronot di luar angkasa dan berbagai perlengkapan astronot untuk anak-anak. Tak lupa berbagai merchandise ala Star Wars dan Star Trek pun ada. Bahkan aku menemukan tas ransel putih khas astronot yang sudah lama kucari. Namun tas itu tidak jadi ada di tangan karena keterbatasan budget. Sedihnya sampai sekarang, lho. Museum lain yang kukunjungi adalah Museum of American History, Museum of Natural History, dan Madam Tussauds Wax Museum.
Arsitektur, simbol, dan filosofinya.
Selain museum, Washington DC juga penuh dengan monumen sejarah dan gedung pemerintahan yang sebagian besar berada di area National Mall, sebuah taman terbuka di tengah kota. Yang terkenal tentu saja Gedung Putih, Monumen Washington, dan US Capitol Building. Ketiganya berdiri pada jantung kota dan membentuk segitiga. Bila Gedung Putih merupakan tempat bagi para eksekutif, US Capitol Building adalah tempat kekuasaan legislatif sebagai wakil rakyat.
Letak Capitol Building sendiri lebih tinggi daripada Gedung Putih sebagai simbol bahwa rakyat adalah pemegang kekuasaan tertinggi. Sedangkan monumen Washington adalah sebuah obelisk tanda penghormatan kepada George Washington, presiden pertama Amerika Serikat. Jika ditarik garis lurus dari US Capitol dan Washington Monumen, kita akan bertemu Lincoln Memorial, sebuah bangunan yang mirip kuil Parthenon, Yunani. Di dalamnya, terdapat patung Abraham Lincoln yang sedang memandang US Capitol. Di depan Lincoln Memorial sebenarnya terdapat Reflecting Pool, sebuah kolam yang sempat dipakai syuting film Forrest Gump. Namun karena saat itu winter, kolam beku dan hanya tumpukan salju yang terlihat.
Jika dilihat dari atas, National Mall seperti membentuk salib. Dimulai dari Lincoln Memorial sebagai ujung atas, Washington Monumen sebagai pusat, dan US Capitol sebagai ujung bawahnya. Sedangkan sisi kanan adalah Gedung Putih dan sisi kiri adalah Jefferson Memorial. Dari yang pernah kubaca, bentuk salib ini adalah simbol bahwa negara Amerika Serikat dibangun atas dasar ketuhanan. Namun aku tidak bisa tidak berpikir tentang buku The Lost Symbol yang ditulis oleh Dan Brown. Buku tersebut bercerita tentang misteri Freemason dan hubungannya dengan berbagai bangunan di Washington DC. Meskipun hanya merupakan cerita fiksi yang dibumbui teori konspirasi, perjalanan dua hari itu membuatku mau tidak mau merasa seperti Robert Langdon. Ah ya, berkeliling Washington DC juga membuatku seperti berada di film National Treasure!
Situs dan monumen lainnya hanya dapat kami nikmati dari atas bus karena keterbatasan waktu. Untungnya, di dalam bus kita akan diperdengarkan cerita sejarah di balik setiap monumen. Satu cerita lagi, rute bus kami juga melewati Pentagon, gedung Departemen Pertahanan Amerika Serikat yang berbentuk segi lima.
Georgetown Cupcakes
Amerika Serikat bukanlah negara yang kaya kuliner. Jenis masakan yang ada kebanyakan berbahan dasar gandum, daging, atau kentang, diolah menjadi berbagai makanan cepat saji yang keberadaannya telah menyebar ke seantero dunia. Kalau tidak burger, hotdog, pizza, ya steak atau grilled chicken.
Nah, di salah satu sudut Washington DC, terdapat toko cupcakes yang sudah begitu terkenal. Toko ini didesain lucu dengan warna utama pink dan menjual cupcakes berbagai rasa yang dibanderol dengan harga 3$. Sekali nyoba, rasanya ingin makan terus. Setelah dua kali ke sana dan icip sana sini, kuputuskan bahwa yang terenak adalah rasa Strawberry Cheesecake!
Dua hari, atau bahkan seminggu tidak akan cukup untuk menjelajahi Washington DC. Namun, setidaknya membuatku paham bahwa Washington DC bukan hanya pusat pemerintahan sebuah negara yang begitu berkuasa. Washington DC adalah sisi manis Amerika Serikat yang dengan nilai filosofi tinggi, mengabadikan sejarah serta kebanggaan rakyat Amerika Serikat.
Till we meet again, Washington DC!
http://www.azmilmuftaqor.com/2015/03/washington-dc-more-than-just-capital.html