Kabupaten Banyuwangi terus bersiap jelang masa new normal, termasuk untuk kegiatan wisatanya. Salah satu terobosannya, memberikan sertifikasi new normal untuk sejumlah obyek wisata, termasuk unsur pendukungnya.
Untuk memastikan kegiatan pariwisata pada masa kewajaran baru ini beroperasi dengan aman dan sehat bagi pelaku usaha dan wisatawan, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, memberikan sertifikat normal baru untuk usaha pariwisata. Ini mencakup obyek wisata termasuk unsur pendukungnya, seperti hotel, pondok wisata (homestay), kafe, restoran, atau kedai. Wisatawan bisa mengecek obyek wisata atau fasilitas mana yang sudah mendapatkan sertifikasi pada aplikasi “Banyuwangi Tourism”.
Dalam webinar “Kepariwisataan Setelah Era Pandemi” yang digelar Juni lalu, Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mengatakan, persiapan yang matang ini memang menjadi prioritas Banyuwangi. Anas ingin memastikan, kesadaran soal protokol kesehatan bisa sampai ke seluruh lapisan masyarakat, terutama yang bergerak di sektor pariwisata.
“Pemerintah Banyuwangi, didampingi puskesmas dan Dinkes, melatih mereka tentang protokol kesehatan. Dan, sekarang kami siapkan stiker new normal untuk yang sudah tesertifikasi. Jadi, wisatawan tahu mana yang sudah menerapkan protokol new normal. Bahkan, kalau ternyata obyek wisata atau warung-warung tersebut tidak sesuai SOP, bisa dicabut sertifikasinya,” tutur Anas.
Strategi tersebut tentu akan memudahkan wisatawan yang sedang berwisata atau melakukan perjalanan. Beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga menyebutkan bahwa Banyuwangi menjadi daerah di Indonesia yang paling siap melakukan prakondisi menuju kelaziman baru. Sertifikasi dinilai program yang sangat baik untuk menjamin keamanan dan kesehatan pengunjung.
Pariwisata, seperti dikatakan Anas, memang telah sejak lama menjadi strategi Banyuwangi untuk mengonsolidasi masyarakat untuk terlibat dan mengakselerasi pemerataan ekonomi. Oleh karena itu, pemerintah begitu serius merawat hidupnya pariwisata di Banyuwangi.
“Pariwisata bagi saya lebih dari soal tampilan kebudayaan atau keindahan alam. Di dalamnya, keadilan sosial juga harus jadi bagian yang kami programkan sehingga pariwisata ke depannya bisa lebih humanis,” pungkas Anas.