Home Lomba Blog KTF 2014 Senarai Kisah Perjalanan ke Perth : Rindu Nasi Goreng, Camar Genit di Fremantle & Kings Park yang Memukau

Senarai Kisah Perjalanan ke Perth : Rindu Nasi Goreng, Camar Genit di Fremantle & Kings Park yang Memukau

oleh
13778572071242476633

Berfoto di ketinggian bukit Kings Park dengan latar belakang kota Perth yang memukau

Kenangan indah terpatri di benak saat saya kembali dari perjalanan ke Perth akhir Agustus tahun lalu. Sejak keberangkatan untuk tugas kantor ke wilayah Barat Australia ini pada tanggal 25 Agustus 2013 silam, saya merasakan kegembiraan yang meluap-luap karena ini adalah kali pertama saya ke Benua Kangguru ini. Sudah lama sebenarnya saya mengidam-idamkan untuk memiliki kesempatan berkunjung ke Australia, namun saat ini baru “kesampaian” setelah saya diutus bersama 5 orang rekan lainnya untuk menghadiri training singkat dan demo aplikasi sistem ERP baru disana.

Saya tiba di Perth, hari Minggu sore dengan pesawat Garuda Indonesia GA 724. Penerbangan langsung dari Jakarta yang ditempuh selama kurang lebih 4 jam menuju Perth ini rasanya tidaklah terlalu melelahkan. Mungkin karena antusiasme saya yang meningkat beberapa kali lipat mengunjungi bagian Barat benua ini plus hiburan film diatas pesawat yang tidak membosankan, membuat saya begitu menikmati serta menghayati perjalanan.  Cuaca sedikit mendung saat itu dan desir angin dingin bertiup sesaat setelah kami keluar dari area kedatangan Perth International Airport. Saya merapatkan jaket. Menggigil. Dalam hati, saya berharap bisa segera tiba di hotel dan segera menyeduh teh hangat.

 

13779019182127404985

 

Tak lama kemudian gerimis turun membasahi area tempat kami berdiri. Bergegas, kami menuju ke pangkalan taksi yang terletak tak jauh dari situ. Dua kawan perempuan saya, Weny dan Erni terlihat menggigit bibir menahan dingin yang seakan mampu “menembus” jaket tebal yang kami kenakan. Suasana terasa hangat saat kami duduk didalam taksi Alphard yang berkapasitas 7 tempat duduk ini. Setelah menyebutkan tujuan, taksipun meluncur meninggalkan bandara menuju Hotel.

 

Sepanjang perjalanan menuju hotel, sang supir yang berkebangsaan India ini berkisah tentang salah satu sosok India fenomenal yang dikenalnya dan berasal dari Indonesia. “Mr.Punjabi, right? He’s famous film producer in Indonesia, if I not mistake. Do you know him?” katanya antusias. Kami mengangguk-angguk setuju. Mungkin karena sebagian besar dari kami adalah penggemar sinetron-sinetron yang pernah diproduksi oleh Raam Punjabi ini :). Suasana hangat didalam taksi membuat kami terasa lebih nyaman. 20 menit kemudian, akhirnya kami sampai juga ditempat kami menginap di Fraser Suites.

 

Rindu Kuliner Nusantara

 

Setelah Check-In, saya menuju kamar 1207 kemudian mandi, berpakaian, saya kemudian memeriksa beberapa jaringan sosial media dimana saya aktif didalamnya. Saya mendadak terkejut, saat ada DM (Direct Message) di twitter dari Abdullah Sanusi, adik sesama redaksi pengelola Surat Kabar Kampus “Identitas” UNHAS yang ternyata saat itu sedang menempuh kuliah jenjang doktoral bidang management strategy di Curtain University. “Sejam lagi saya jemput ya,kak ” kata Doel–begitu panggilan akrabnya–dalam pesan DM-nya. Saya melonjak gembira. Tidak hanya karena bisa jumpa lagi dengan Doel sejak 6 tahun berlalu sejak kami pertama ketemu, namun juga saya merasa beruntung ada kawan di negeri orang yang bisa menjadi tempat bertanya tentang banyak hal di Perth. Doel memang sudah 2 tahun menempuh pendidikan di kota kecil ini dan rencana pada 21 September mendatang akan memboyong anak dan istrinya dari Makassar.

 

Sejam kemudian, saya menerima pesan DM lagi di Twitter bahwa Doel sudah ada di lobi hotel. Saya bergegas turun dan menemui Doel yang ketika itu datang bersama kawannya, sesama mahasiswa Indonesia. “Apa kabar nih Doel? Bagaimana kuliahnya?”, sapa saya hangat sambil bersalaman. “Baik kak, Alhamdulillah, saat ini sedang persiapan disertasi Doktor saja. Yuk kita makan malam,”balas Doel seraya tersenyum. Kami lalu bergegas menuju mobilnya yang diparkir tepat di seberang hotel.

 

“Kita makan di Nandos Victoria Park ya. Di pesawat kan’ sudah merasakan masakan Indonesia, sekarang mari coba sensasi rasa baru”, kata Doel yang mengendarai kendaraannya di jalanan yang sepi. Saya melirik jam, baru pukul 19.30 dan suasana begitu lengang. “Hari Sabtu dan Minggu disini benar-benar dimanfaatkan sebagai hari keluarga.  Bahkan banyak mal dan toko yang tutup. Oya disekitar Victoria Park ini, banyak rumah makan Indonesia seperti Bintang & Batavia Corner,” ujar Doel saat kami memasuki halaman Rumah Makan Nando’s.  Kami memesan ayam panggang khas Nando’s dilengkapi dengan kentang goreng.

13779030952105663645

Ayam Panggang Nando

Saya takjub melihat potongan ayam panggang yang dilumuri saus special ala Nando’s berukuran lumayan besar. Suasana dingin membuat rasa lapar saya terbit. Tak ayal, kami pun segera menghabiskan hidangan yang disajikan dengan lahap.

Seperti dijelaskan disini , Nando’s adalah rangkaian rumah makan siap saji yang berasal dari Afrika Selatan yang menyajikan makanan bernuansa Portugis. Nando’s menyediakan ayam goreng dengan lemon dan herbal, dengan tingkat kepedasan sedang, pedas atau ekstra pedas yang direndam dengan saus peri-peri (dikenal sebagai Galinha à Africana).

 

13779002381036847246Selain ayam, Nando’s juga menyediakan makanan lain seperti nasi pedas, kentang goreng (dengan garam dapur, atau bumbu peri-peri), asinan, jagung bakar, couscous, roti gulung dan salad. Di Australia, Bangladesh, Kanada, Indonesia, Kuwait, Lebanon, Malaysia, Selandia Baru, Pakistan dan Inggris Raya kebanyakan restoran dicap sebagai halal. Begitu juga dengan Nando’s yang berada di negara Muslim yang juga halal. Sedangkan sebuah restoran Nando’s di Afrika Selatan dicap sebagai kosher. (Savoy Kosher Nando’s).

 

Nama Nando’s berasal dari nama Fernando, nama sang pendiri Nando’s, yaitu Fernando Duarte. Bersama dengan sahabatnya, Robert Brozin, mereka membeli sebuah restoran bernama Chickenland di Rosettenville, dekat Johannesburg di tahun 1987 yang merupakan restoran pertama Nando’s. Nando’s juga kadang disebut Nando’s Chickenland. Kami sengaja memesan sajian dengan level pedas maksimal alias “Extra Hot”. Alhasil, cukup lumayan melerai dingin. Kami berhasil keringatan kepedasan saat menyantap hidangan ini  🙂

 

Dari Nando’s saya diajak mengunjungi rumah kontrakan Doel tak jauh dari tempat kuliahnya di Curtin University. Doel menempati satu paviliun tersendiri dibelakang dari rumah inti yang memiliki 4 kamar. “Sengaja saya ambil supaya nanti bisa ditempati oleh istri dan anak saat mereka kesini bulan depan,”kata Doel.  Kamar kontrakan Doel cukup luas dan dilengkapi sebuah dapur mini. “Beginilah kak, romantika jadi mahasiswa di negeri orang,” seloroh Doel sambil tersenyum. Saya lalu diantar kembali ke hotel sesudah itu.

 

Keesokan harinya, Senin (26/8), saya bersama 5 kawan lainnya (Irfan, Weny, Erni, Ichwan dan Kristiono) berangkat menuju kantor kami Cameron Services International di Kewdale. Dengan taksi, ditempuh dalam waktu sekitar 15 menit. Disana, selama 2 hari kedepan, kami akan mengikuti training singkat dan demonstrasi sistem ERP (Enterprise Resource Planning) berbasis SAP baru yang rencananya akan “go live” awal Oktober mendatang. Kami berenam adalah “Super User” yang akan bertugas sebagai pemandu dan pengguna utama saat program ini berjalan di kantor kami di Bekasi. Sekitar 50-an peserta hadir dalam kesempatan ini, tak hanya kami berenam dan tuan rumah dari Perth, namun datang juga sejumlah peserta dari berbagai negara di kawasan Asia Pasific khususnya divisi V & M (Valve & Measurement) antara lain Malaysia, Singapore, Korea dan China. Bahkan hadir pula satu perwakilan dari Dubai.

1377902920697994328

Berfoto bersama peserta

Menu makan siang yang disiapkan ternyata hanya Roti Sandwich dan salad. Kami menghindari untuk makan yang non halal dan ternyata oleh panitia memang dipisahkan di tempat tersendiri. Kami makan roti sandwich isi sayur dan telur. “Kalau kayak gini, kurang “nendang” nih, masih lapar,” seloroh Ichwan sambil berbisik. “Iya, saya kok tiba-tiba kangen nasi goreng,” sahut saya sambil nyengir.

13779033982004106719

Saya dan Nasi Goreng Ayam ala Batavia Corner Victoria Park

13779034551590739280

 

Malam harinya, kami “balas dendam”. Seusai mandi, kami segera berangkat menuju Victoria Park, dengan sasaran utama: Rumah Makan Bintang dan Batavia Corner, sesuai rekomendasi Doel sebelumnya.  Saat bermaksud untuk masuk ke Rumah Makan Bintang, ternyata sudah penuh, kami kemudian pindah ke Batavia Corner yang letaknya hanya 20 meter dari sana. Letak Rumah Makan ini memang berada di ujung perempatan jalan. Cukup lapang dan saat itu sedang sepi. Saya langsung memesan nasi goreng ayam untuk “melampiaskan” kangen yang melanda dan lapar yang mendera sejak siang. Teman-teman ada yang memesan Sop Buntut, Soto Ayam dan juga Bakso Goreng. Harganya berada di kisaran AUD 10-AUD 12. Porsi nasi gorengnya sendiri menurut saya, porsi “raksasa”.  “Ini nasi goreng ala bule nih,” ujar Erni geleng-geleng kepala takjub saat menyaksikan “gunungan” nasi goreng saya. Dari Batavia Corner, kami menyempatkan diri berjalan kaki menyusuri kawasan Victoria Street yang tidak hanya merupakan kawasan wisata kuliner namun juga perbelanjaan. Sayang, sebagian besar tokonya sudah tutup.

 

1377904660661593582

 

137790477568219337

 

Di hari kedua, Selasa (27/8), kami kembali menyambangi restoran Indonesia di kawasan Aberdeen Street. Nama rumah makannya adalah “Tasik”. Kali ini tidak hanya kami berenam namun juga bersama-sama teman-teman dari berbagai negara, yaitu Diana (Perth), Margareth Chen (Cina), Noorfieza (Malaysia) & Joyce (Singapore). Sebelum ke tempat ini, sepulang kantor kami menyempatkan diri dulu jalan-jalan ke Mal Carrousel.  Di restoran ini saya memesan Soto ayam dan lumpia goreng. Teman-teman yang lain ada yang memesan sop buntut, gado-gado, ikan bakar dan jahe hangat.  Rasanya sungguh istimewa, nyaris tak ada bedanya dengan soto ayam di Indonesia. Bedanya lagi-lagi, porsinya lumayan besar !.

 

Camar yang Genit & Pesona Eksotis Fremantle

Hari Rabu (28/8) kami berkesempatan untuk mengunjungi Fremantle. Hari itu, training kami memang hanya setengah hari saja, sehingga kami memanfaatkan waktu berjalan-jalan menuju kota kecil yang berjarak 19 kilometer arah barat daya Perth tersebut. Setelah meletakkan tas di hotel, pukul 13.30 siang, kami bergegas menuju stasiun kereta dengan taksi. Setelah membeli tiket seharga AUD 4,2/orang kami kemudian naik kereta yang berangkat ke tujuan setiap limabelas menit. Di gate 7, kereta yang kami tunggu akhirnya tiba.

Kereta yang kami tumpangi sungguh nyaman. Perjalanan menuju ke Fremantle dari Perth ditempuh dengan waktu sekitar 30 menit dengan berhenti di sejumlah stasiun kecil. Cuaca cerah namun hembusan angin dingin menyergap saat kami keluar stasiun Fremantle. Perut kami “berbunyi” minta “diisi”. Saat itu, kami memang belum makan siang. “Kita ke Cicerello Fish & Chips yuuk,” ajak Weny dan langsung di-amin-i oleh kami semua. Kami lalu berjalan menyusuri belakang stasiun kereta Fremantle dan tertarik menyaksikan hamparan laut luas yang membentang dengan warna kontras biru langit yang cerah.

Dengan mengandalkan GPS dari smartphone Irfan,kami berjalan dengan mantap menuju lokasi. Sepanjang jalan saya berdecak kagum menyaksikan bangunan-bangunan tua yang terawat rapi sebagai bentuk komitmen pemerintah kota setempat untuk menjaga dan memelihara jejak sejarah. Kota ini juga terlihat begitu bersih dan tentu saja bebas dari kemacetan. Beberapa kali kami mengambil foto beberapa obyek yang menarik perhatian kami.

DSCN6271

Seperti yang dituturkan disini :

Fremantle merupakan kota pelabuhan. Kota berjuluk “Freo” ini berada di muara “Sungai Angsa”  (Swan River). Sebagaimana kota pelabuhan di Indonesia, aktivitas bongkar muat di Pelabuhan Fremantle cukup padat.

Fremantle merupakan kota pelabuhan yang cukup tua di  Australia Barat (Western Australia). Nama Fremantle sendiri konon diberikan sebagai penghargaan kepada penemunya yakni Captain Charles  Howe Fremantle.

Captain Charles Howe Fremantle dengan kapal HMS Challenger merapat  di muara sungai  pesisir barat Australia yang kini dikenal dengan nama Swan River. Sedangkan nama Swan bermula ketika kapal itu merapat, melihat banyak angsa warna hitam berseliweran di muara sungai.

Beberapa saat setelah merapatnya HMS Challenger, Captain James Stirling pada 12 Agustus 1829 merapat di tempat yang sama dan mendapat tugas menyurusi Sungai Swan untuk mencari lokasi yang baik untuk bermukim.  Tanggal itulah kemudianoleh pemerintah setempat ditetapkan sebagai hari jadi Perth.

DSCN6291

Pelabuhan Fremantle yang dikelola oleh perusahaan milik pemerintah Australia Barat itu merupakan pelabuhan terbesar dan tersibuk di Australia Barat. Pelabuhan ini memiliki dua dermaga yakni “pelabuhan dalam ” di mulut Swan River dan “pelabuhan luar” di tepi Cockburn Sound.

Data situs resmi otoritas Pelabuhan Fremantle menyebutkan, pelabuhan ini setiap tahun menangani kegiatan bongkar muat barang sebanyak 26,2 juta ton. Barang itu meliputi biji-bijian, minyak bumi,  gas, minyak cair, alumina, pasir mineral, pupuk, komoditas curah sulfur , kendaraan, ternak, dan lainnya.

Selain untuk aktivitas bongkar muat barang, di sisi lain tersedia pula dermaga atau terminal khusus kapal penumpang. Kapal tersebut tidak melayani pelayaran jarak jauh, tapi hanya menyusuri Sungai Swan. Banyak wisatawan domestik maupun mancanegara memanfaatkan fasilitas ini.

Sementara itu, dari sisi bersebelahan dengan lokasi pelabuhan, terdapat pantai berpasir putih yang eksotis. Banyak wisatawan menghabiskan waktu untuk mandi dan berjemur di pantai ini. Jarak antara pantai ini dengan Pelabuhan Fremantle hanya beberapa mil. Di tengah dua lokasi tersebut menjulur ke tengah laut bangunan berupa tumpukan batu yang berfungsi sebagai pemecah gelombang (break water).

Setelah sekitar 20 menit berjalan, kami akhirnya sampai di Cicerello Fish & Chip yang konon menjadi ikon kuliner kota ini. Restoran yang terletak di seberang sebuah lapangan berumput yang asri dan luas ini menyajikan hidangan ikan laut yang digoreng dengan tepung serta kentang goreng. Dibelakang restoran adalah dermaga dimana sejumlah kapal berlabuh. Sambil menunggu makanan selesai dimasak, kami “ngemil” biskuit untuk sekedar melerai lapar yang menghentak-hentak di perut.

DSCN6338

 

DSCN6315 (2)

 

DSCN6303

Yang menarik adalah hadirnya burung-burung Camar putih liar namun begitu “genit” mendekati kami. Mereka semakin “berani” apabila ada pengunjung yang melemparkan sisa makanan. Burung-burung ini saling berebut dan kepak-kepak sayap putih mereka terlihat berkilau ditimpa cahaya matahari petang. Tak lama kemudian, pesanan makanan kami selesai. Kami harus mengambilnya di counter khusus yang disediakan ketika “pager” (yang diberikan sesaat setelah kami membayar di kasir) berbunyi tanda bahwa makanan sudah siap.

DSCN6321

 

DSCN6322

 

DSCN6327

Saya bergegas mengambil makanan di counter, dan lagi-lagi lumayan terkejut melihat porsi besar makanan Fish & Chips seharga AUD 12 ini. Saya melihat, Erni memesan hidangan berbeda yaitu versi Fish Grill. Dengan lahap kami segera menyantap hidangan makan siang kesorean 🙂 ini. Sayang sekali, sambal yang disiapkan lagi-lagi tidak terlalu pedas sehingga membuat cita rasa masajkan Fish & Chip’s ini tidak maksimal.Tapi lumayanlah, setidaknya hidangan ini cukup membuat kenyang perut kami yang sudah berjalan kaki cukup jauh dari stasiun kereta.

DSCN6355

 

DSCN6369Seusai makan, kami menyempatkan diri untuk berfoto di dermaga dan ditaman kota yang asri serta rindang. Berjalan kaki dalam suasana udara sore yang sejuk di Fremantle ini sungguh menyenangkan. Deretan bangunan bernuansa gothic dan klasik dipadu dengan model bangunan moderen sungguh menyajikan pemandangan yang enak dipandang mata. Tanpa terasa kami akhirnya sampai dikawasan Fremantle Market yang merupakan pasar tertua di Australia Barat. Pasar tersebut dirancang bergaya Roma oleh arsitek HJ Eagles dan Charles Oldham. Peletakan batu pertama pembangunan pasar ini dilakukan Perdana Menteri Australia Barat Sir John Forrest pada tanggal 6 November 1897, dan kemudian mengalami beberapa kali renovasi. Pasar yang oleh masyarakat setempat disebut sebagai Freo Market itu banyak dikunjungi wisatawan. Barang yang dijual disana diantaranya buah, makanan dan barang-barang lainnya. Sayang sekali, karena kunjungan kami terlalu sore, beberapa toko sudah tutup.

 

DSCN6379

 

DSCN6382

 

Kami kemudian terus berjalan dan menyaksikan deretan toko dan cafe sampai akhirnya sekitar pukul 17.00 “nyangkut” disebuah toko oleh-oleh bernama “Freo Souvenir”. Kami mendadak terkejut ketika disambut ramah oleh pemilik toko,”Selamat datang di toko kami, ayo..silahkan dilihat-lihat dan dibeli,” kata seorang lelaki dengan perawakan mirip orang Indonesia. “Saya juga orang Indonesia kok, asal Surabaya. Jadi jangan kaget ya. Ayo silakan dibeli, nanti saya kasih diskon,” lanjut lelaki itu dengan nada riang seakan mampu membaca isi pikiran kami. Tak ayal, kamipun “kalap” memborong oleh-oleh disini. Mulai dari kaos, topi, gantungan kunci, tempelan kulkas hingga beragam pernak-pernik khas Australia dijual di toko yang seharusnya sudah tutup tapi karena kedatangan kami akhirnya ditunda waktu penutupannya :). Harganya lumayan murah, saya bahkan dapat diskon AUD 4 dan bonus tas gratis.

 

DSCN6387

 

Malam menjelang di Fremantle. Kami memutuskan untuk melerai dingin dengan menghirup kopi di Cafe Dome. Saya memesan kopi kegemaran saya: Cappuccino. Sembari memeriksa jejaring sosial media kami melalui Wi-Fi yang disiapkan gratis oleh cafe, saya menyaksikan sekeliling cafe ini yang memiliki interior antik dan menarik. Pukul 20.00 malam, kami beranjak menuju stasiun kereta Fremantle dan kembali ke Perth. Sungguh sebuah pengalaman singkat namun sangat menyenangkan berkunjung ke kota ini.

 

Kings Park Yang Memukau!

DSCN6421

Kamis pagi (29/8), rombongan kami sudah siap berkemas-kemas untuk check-out dari hotel. Hari ini adalah hari terakhir kami di Perth. Rencananya, sore harinya, kami akan terbang kembali ke Jakarta dengan pesawat Garuda GA 725, pukul 17.40. Dari DM (Direct Message) di Twitter, saya membaca pesan dari Doel yang katanya sudah berada di lobi menunggu kami. Saya bergegas turun, check-out dan menitipkan barang-barang ke gudang sementara di hotel melalui resepsionis. Pukul 09.00 pagi rombongan kami sudah berkumpul. Saya memperkenalkan Doel kepada Irfan, Weny, Erni, Ichwan dan Kristiono.

1175701_10151805756393486_948949429_n

“Pagi ini kita ke Kings Park, ya..naik bis aja, gratis kok, hanya mesti jalan sedikit karena haltenya diseberang jalan sana,” kata Doel memberikan arahan. Kami mengangguk setuju. Sungguh beruntung, Doel bisa menemani kami jalan-jalan menjelang saat keberangkatan kami kembali ke tanah air. Saat berjalan ke arah halte kami melintasi Konsulat Jenderal Indonesia di Perth yang ternyata letaknya hanya kurang lebih 100 meter dari hotel kami menginap. Setelah berfoto bersama di depan gerbang Konjen Indonesia, kami kemudian melanjutkan perjalanan ke halte terdekat

1185752_10151805748753486_903998708_n

 

1231605_10151805756038486_153499508_n

Setelah menunggu sekitar 15 menit, kami akhirnya naik bis nomor 37 menuju King Park Botanical Garden. Alhamdulillah, kami tak perlu bayar apapun alias gratis. Perjalanan ditempuh dalam waktu 10 menit dari halte tempat kami menunggu tadi, mendaki perbukitan dengan boulevard pepohonan yang teduh di kanan kiri kami. Tiba di Kings Park Botanical Garden, kami langsung terpesona oleh pemandangan indah taman yang memukau dan konon merupakan salah satu taman kota terluas didunia (mencapai 400 hektar!).

 

Bukit dengan rerumputan yang hijau, pepohonan rindang serta bunga yang indah menjadi pemandangan menakjubkan di Kings Park Botanical Garden. Di taman ini konon ada pohon yang berusia lebih dari 750 tahun. Sebelum menyusuri lebih jauh kawasan ini, kami membeli kopi dulu disebuah kedai kemudian melanjutkan langkah menuju tepian bukit dimana kita bisa melihat situasi kota Perth dari ketinggian.

 

1176202_10151805749078486_1606674671_n

 

1185112_10151805755913486_1583592254_n

Kami kemudian mengambil gambar di tepian bukit tersebut. Semilir angin berdesir lembut membawa udara sejuk saat siang menjelang. Meski sinar matahari begitu menyengat namun tidak mengurangi semangat kami untuk mengeksplorasi lebih dalam ke taman ini, memanfaatkan waktu yang begitu singkat.

Sambil menghirup kopi Cappuccino, saya menatap ke arah kota Perth dengan sejumlah gedung pencakar langit berpadu kontras dengan sungai Swan yang cantik. Dari kejauhan saya melihat kapal Ferry sedang menyeberang dari sisi selatan dan terlihat kesibukan lalu lalang kendaraan yang nampak kecil dari ketinggian. Sungguh sebuah sajian pemandangan yang memukau dan spektakuler serta sangat “memanjakan mata” !. Kami kemudian memasuki sebuah gedung yang didedikasikan untuk para pejuang perang dunia asal Australia. Nama-nama para pahlawan tersebut terpasang rapi didinding Gedung monumen itu sebagai tanda bahwa jasa mereka tetaplah dikenang sepanjang masa.

1234113_10151805758453486_2120538186_n

Sebuah tugu besar di bagian depan menjadi landmark atas monumen tersebut yang dihiasi oleh taman bunga lavender cantik disekelilingnya. Tak jauh dari lokasi monumen terdapat toko yang menjual beragam souvenir bernuansa Kings Park Botanical Garden. Saya kembali memandang hamparan taman indah ini. Penataan pepohonan, gedung, rumput serta kembang terlihat begitu indah dan harmonis. Rasanya betah untuk berlama-lama disini untuk menikmati suasana yang membuat hati begitu nyaman dan teduh. Sekitar pukul 11.00 siang, kami meninggalkan Kings Park Botanical Garden. Kami kembali menggunakan angkutan bis nomor 37 menuju ke pusat kota.

indonesia-indah

Kami turun di kawasan perbelanjaan Barrack Street, untuk membeli tambahan oleh-oleh. Tanpa terasa, waktu beranjak siang. Doel mengajak kami untuk makan siang di Rumah Makan Indonesia yang bernama “Indonesia Indah”.  Uniknya, kami mesti menuruni tangga dulu untuk memasuki restoran ini. Harganya lumayan murah meriah. Kami menuju sebuah counter dimana tersedia beragam makanan yang bisa dipilih sesuai selera.

“Asyiiik! Ada sayur daun singkong kegemaran saya nih!”, pekik Ichwan gembira saat melihat sajian menu yang dipajang di etalase kaca. Saya memilih untuk makan rendang, teri medan, cap cai dan telur dadar. Rasanya lezat dan mengenyangkan. Dengan ramah, sang pelayan menanyakan kepada kami bagaimana rasa hidangan mereka dalam bahasa Indonesia bahkan menawarkan untuk mengambil foto kami semua dari kamera saya. Pukul 13.30, kami kembali ke hotel dengan menggunakan bis no.70 (lagi-lagi gratis!) untuk mengambil barang lalu selanjutnya berangkat ke bandara. Kami semua mengucapkan terimakasih atas bantuan Doel yang sudah menjadi “pemandu” wisata kami pagi hingga siang. “Semoga lancar dan sukses ya kuliahnya, salam buat keluarga,” kata saya menjabat tangan Doel yang juga akan kembali ke Makassar tanggal 3 September 2013.

Sungguh ini sebuah pengalaman yang berkesan dan menyenangkan di Perth. Semoga bisa mendapatkan kesempatan lagi kesana diwaktu mendatang. Aamiin..

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Catatan:

Tulisan ini juga sudah dimuat di blog saya : http://daengbattala.com/tag/perthdiaryaugust2013/

Penulis

Amril Taufik Gobel

Twitter : @amriltg

Artikel yang mungkin kamu suka