Home Kabar KTF 2023 Penerbangan Bersama Si Kecil

Penerbangan Bersama Si Kecil

oleh Tyas Ing Kalbu

Meski kabin pesawat komersial tampak nyaman, ketinggian jelajah yang bisa mencapai lebih dari 30.000 kaki membuat tidak semua keadaan fisik manusia bisa memberi toleransi terhadap perubahan lingkungan yang mencolok itu.

Di ketinggian 18.000 kaki atau kisaran 6 kilometer di atas permukaan laut, tekanan udara telah berkurang drastis. Seiring dengan keadaan ini, tingkat oksigen turut menyusut dan suhu udara juga mengalami penurunan. Jadi, bisa dibayangkan pada ketinggian di atas itu.

Walau tekanan kabin telah disetel untuk kondisi tubuh manusia normal, ini belum tentu berlaku bagi anak kecil atau bayi. Oleh karena itu, melakukan penerbangan dengan membawa anak-anak atau bayi perlu persiapan dan mungkin sedikit merepotkan. Namun, bukan berarti kerepotan ini tidak bisa diminimalkan.

Anak-anak terutama bayi bisa sangat sensitif terhadap lingkungan sekitarnya. Bila merasa tidak nyaman, bisa saja ia akan rewel. Untuk itu, sebelum terbang bersama bayi, disarankan berkonsultasi terlebih dulu kepada dokter. Dokter akan memastikan kesiapan si kecil untuk melakukan penerbangan dan langkah-langkah untuk menjaganya.

Saat tiba di bandara, laporkan kepada petugas maskapai bahwa kita akan membawa bayi, kalau perlu sertakan surat keterangan dari dokter. Dengan informasi tersebut, maskapai penerbangan akan memberikan posisi duduk yang paling nyaman untuk orangtua yang membawa bayi dan perlengkapan yang dibutuhkannya, semisal sabuk pengaman tambahan.

Dalam penerbangan dengan pesawat berbadan lebar, biasanya penumpang yang membawa bayi akan mendapat kursi yang di depannya terdapat dinding untuk meletakkan keranjang bayi secara aman. Bila penerbangan menempuh jarak jauh, persiapkan perlengkapan kebutuhan bayi secara lebih detail, semisal jumlah popok yang harus dibawa, susu, baju hangat, dan camilan khusus bayi.

Agar si kecil tetap merasa nyaman, usahakan untuk memilih waktu penerbangan yang relatif sepi. Untuk itu, usahakan jangan mengambil penerbangan pada akhir pekan atau liburan panjang. Bila di dalam pesawat terdapat beberapa kursi kosong, biasanya kru kabin mengizinkan penumpang yang membawa bayi memilih tempat duduk agar lebih leluasa memasang kursi khusus bayi.

Penerbangan malam

Klasika Kompas pernah menempuh penerbangan jarak jauh yang menghabiskan waktu lebih dari 20 jam. Tujuannya Los Angeles, Amerika Serikat. Dalam penerbangan ini, kebetulan kami bertemu dengan sebuah keluarga asal Yogyakarta yang saat itu membawa dua orang anak kecil dengan tujuan yang sama.

Sang ibu bernama Lidwina. Sementara itu, kedua anaknya berumur 4 tahun dan 2 tahun. Kami berangkat dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Banten, dengan sekali transit di Narita, Jepang. Bagi orang dewasa sekalipun, penerbangan selama itu membuat badan terasa ngilu, tangan linu, dan kaki kaku-kaku. Apalagi untuk anak-anak.

“Bagi anak saya yang kecil, ini penerbangan jarak jauhnya yang pertama. Total waktu perjalanannya sekitar 22 jam. Ini persiapannya memang sedikit lebih banyak. Untuk penerbangan selama itu, apalagi pakai kelas ekonomi, biasanya anak-anak jadi mudah rewel,” katanya.

Beberapa persiapan yang ia lakukan, antara lain membawa barang-barang kesayangan si kecil, seperti mainan, bantal, dan selimut. “Ini biar anak-anak saya tidak terlalu ‘pangling’ dengan suasana selama di kabin pesawat. Bawa bantal dan selimut membuat mereka masih sedikit merasakan ‘aroma’ rumah. Sedangkan untuk hiburan, selain mainan, di kursi pesawat terdapat monitor yang menyuguhkan film anak-anak,” ujar Lidwina.

Jadwal penerbangan dan tempat duduk di pesawat pun sebaiknya telah dipertimbangkan. “Jauh hari, suami saya yang kebetulan sedikit paham tentang dunia aviasi, sudah memilih jadwal terbang dan posisi kursi,” sebut Lidwina.

Penerbangan malam hari dari Jakarta menjadi pilihan agar anak-anak sudah mengalami waktu tidurnya sehingga bisa lebih tenang. Sedangkan untuk kursi, mereka memilih posisi yang dekat jendela, tak terlalu jauh dari toilet, dan tak tertutup sayap.

“Kalau duduk di dekat jendela, saat penerbangannya sudah siang, anak-anak bisa leluasa melihat ke luar. Selain itu, saat memesan tiket, sebaiknya langsung pesan makanan khusus anak-anak. Maskapai yang terbang jarak jauh biasanya menyediakan menu khusus anak-anak,” lanjut Lidwina.

Lidwina berprofesi sebagi dokter. Ia mengingatkan, selama penerbangan, jangan sampai kekurangan cairan, baik orang dewasa maupun anak-anak. “Berikan jus buah tanpa es jika si kecil enggan minum air putih. Pramugari biasanya mondar-mandir menawarkan minuman untuk penumpang.”

Turbulensi cuaca cerah

Saat pesawat siap melakukan penerbangan, penumpang sangat disarankan untuk menghentikan sementara aktivitas bermain ponsel atau mendengarkan musik dengan headset. Ini karena penumpang harus memperhatikan informasi atau instruksi cara menyelamatkan diri saat kondisi darurat.

Penumpang wajib mengetahui letak jendela darurat dan pintu-pintu pesawat, cara mengenakan pelampung keselamatan, atau cara memakai masker oksigen. Kita harus selalu menggunakan sabuk pengaman dengan benar karena turbulensi dapat terjadi sewaktu-waktu. Termasuk, memasangkan sabuk pengaman untuk si kecil.

Michael, pilot pesawat Boeing B777 asal Singapura, pernah mengaku pada Klasika Kompas bahwa turbulensi yang paling ia khawatirkan justru jika terjadi saat cuaca sedang cerah. Dalam jagat aviasi, kejadian ini dikenal dengan istilah clear air turbulence (CAT). Menurut Michael, bila awan badai bisa terdeteksi radar, pemicu CAT yang biasanya berupa arus udara berkecepatan tinggi atau adanya “kantung udara” sulit untuk dideteksi.

“Bila terjadi CAT ekstrem biasanya ada yang terluka sebab tanda (mengenakan) sabuk pengaman sering sedang dimatikan sehingga penumpang bisa beranjak dari kursinya untuk ke toilet atau mendatangi temannya. Pramugari juga sedang membagikan makanan. Beberapa tahun lalu, pesawat dari Timur Tengah menuju Jakarta juga mengalaminya dan sejumlah orang terluka,” ujar Michael.

Keadaan lain yang perlu diantisipasi para orangtua yang bepergian bersama bayi, lanjut Michael, adalah saat pesawat take off. Pada momen ini, pilot sedang “menggenjot” maksimal seluruh mesin pesawat sehingga biasanya kabin akan bergetar dan gemuruh mesin membekap suasana kabin.

Kondisi itu bisa mengundang kerawanan untuk sistem pendengaran bayi yang masih rapuh. Oleh sebab itu, dia menyarankan agar saat lepas landas, si kecil diberi susu agar tetap merasa nyaman sambil menutup telinganya dengan kapas. Ini untuk meredam tekanan udara dan suara bising.

Saran lain yang bisa dipertimbangkan, saat terbang jauh bersama anak-anak, usahakan memilih penerbangan nonstop atau yang paling sedikit transit. Ini untuk meminimalkan kelelahan pada anak-anak. Konsekuensinya, tiket penerbangan seperti ini biasanya lebih mahal. Jadi, sebaiknya kita membeli tiket sejak jauh-jauh hari, atau jeli memanfaatkan promosi.

Untuk itu, coba kunjungi pameran perjalanan wisata sebab biasanya di ajang ini, tersedia beragam promosi menarik untuk tiket penerbangan beserta akomodasinya. [TYS]

Artikel yang mungkin kamu suka