Home Lomba Blog KTF 2015 Pelangi di Bajra Sandi

Pelangi di Bajra Sandi

oleh

“Ibu, lihat, ada pelangi!” Seru Prema heboh

“Eh?! Pelangi, dimana?”tanya saya bingung. Soalnya khan ini cuaca cerah ceria, bahkan cenderung panas banget. Tak ada hujan sama sekali.

 

“Itu disana, diair mancurnya, bagus sekali ibu. Ibu lihat ndak?”jawab Prema sambil mengarahkan telunjuknya ke air mancur disisi kanan tangga yang akan kami turuni.

 

Benar saja, ada lengkungan indah disana. Terselip diantara butiran air mancur. Kadang terlihat berbentuk setengah lingkaran, kadang hanya seperempatnya saja. Pelanginya bergerak dinamis, berubah-ubah sesuai pergerakan butiran air yang terpapar cahaya matahari. Pembiasannya itu yang menghasilkan warna warni cantik mejikuhibiniu.

 

Siang itu kami sedang berkunjung ke Bajra sandhi. Setelah bolak balik kesini disetiap kepulangan kami ke Bali, baru kali ini akhirnya kami berhasil masuk kedalamnya. Iya, beberapa kali kesini, museumnya sedang tutup. Jadi ya hanya sempat narsis dihalamannya saja. Kali ini kami beruntung, museumnya buka. Rasa penasaranpun terobati.

 

Bajra Sandhi adalah monumen perjuangan rakyat Bali. Terletak di Lapangan Puputan Renon, tepat didepan kantor Gubernur Bali. Bangunannya berbentuk Bajra/genta yaitu alat yang digunakan oleh para pemangku/pinandhita/pedanda (para pemuka agama Hindu) dalam memimpin prosesi upacara keagamaan.

 

Mengambil bentuk Bajra, maka bangunannya tampak sama dari segala sisi. Ada empat pilihan tangga untuk naik ke atas monumen ini. Untuk masuk kedalamnya, para pengunjung dikenakan tiket sebesar Rp 10.000,-/orang

Tidak terlalu mahal untuk ukuran sebuah museum dengan bangunan artistik seperti ini.

Sesuai namanya sebagai monumen perjuangan rakyat Bali, tentu saja dibagian dalam museum kita akan diajak menyusuri lorong waktu sejarah Bali itu sendiri. Bali dari masa ke masa. Prema excited sekali melihat diorama-diorama yang terdapat diruang pamer lantai 2 monumen ini. Bertanya apa ini, apa itu, kenapa bawa senjata, dan sebagainya cukup membuat kerepotan bagi ayahnya buat menjawab. Iya, ini bagian ayah buat menanganinya. Emaknya mah sibuk jalan sendiri pepotoan. Haha.

Selain ruang pamer dilantai 2, di bagian atas, tepat ditengah bangunan, terdapat ruang pandang. Kita harus meniti tangga memutar untuk naik ke atas, yang kalau saya tak salah hitung ada sekitar 75 anak tangga. Lumayan juga pegelnya ditambah harus antri karena kunjungan hari itu cukup padat. Dan pengunjungnya sebagian besar turis asing. Orang kita? Hmm… Seperti biasa tak terlalu berminat pada museum #hiks

Dari puncak gedung, kita bisa menyaksikan Bali disegala sisi. Taman-taman, perkantoran, pemukiman, Pura dan lain-lain. Untuk sekedar bersantai dan numpang narsis asyik juga kok. Ups, ini mah saya ya. Menarik, karena dari beberapa museum yang pernah saya kunjungi, baru Monas dan Bajra Sandi yang menyediakan menara pandang seperti ini. Mungkin itu sebabnya disebut monumen ya bukan museum #nyengir

Kembali ke bawah, kami mencoba mengitari area diluar ruang pamer. Gemericik air mancur langsung menyambut kami. Berdiri agak sedikit ke pinggir, bias air akan menerpa wajah kita. Segar. Betah deh berlama-lama duduk di area ini.

Ada kejadian lucu. Sekarang sih lucu, waktu itu mah gak lucu deh. Jadi, Ayah Prema sempat dimintai tolong oleh rombongan wisatawan (korea kayaknya) untuk mengambil gambar. Maka kesanalah dia ketempat rombongan itu. Saya dan Prema menunggu di salah satu sudut Bajra Sandhi sambil menikmati pemandangan yang ciamik. Tak lama Prema berniat menyusul ayahnya. Berlarilah dia ke arah dimana ayahnya pergi tadi. Sampai ayahnya kembali, kok Prema tak ikut bersamanya. Huaduh. Kami panik. Lalu berpencar mencari Prema, menuju arah yang berlawanan. Saya ke Barat, Ayahnya ke Utara. Di salah satu sudut akhirnya kami bertemu.

 

Jadi ternyata, karena bentuk bangunan ini sama persis dari semua sisi, Prema panik ketika merasa sudah sampai di titik saya menunggu tapi sayanya gak ada. Tak bertemu ayah, niat kembali ke saya. Tapi kok gak ada juga. Bingung lalu menangis. Untung Ayah segera menemukan. Prema merasa sudah bertemu air mancur, ukiran, patung-patung yang sama persis dengan titik awal perjalanannya. Tapi tak ada ayah dan ibu. Nah tapi kemudian akhirnya dia menikmati “ketersesatannya” ini. Dengan begini dia jadi memahami konsep lingkaran, konsep sama sisi. Lalu bersemangat mengulang petualangannya. Dan begitulah, Prema kembali bertualang mengitari monumen, seorang diri. Kami menunggu di titik yang ditentukan. Selalu ada pelajaran dari peristiwa sekecil apapun.

 

Turun melalui sisi Timur. Dan disinilah kami bertiga heboh. Pelangi. Iya benar ada pelangi seperti yang saya bilang diawal tulisan ini. Cahaya matahari yang tepat menimpa pusaran air mancur, menghasilkan pembiasan yang indah. Karena cahaya matahari sesungguhnya adalah polikromatik yaitu terdiri dari banyak warna yang mana warna yang dihasilkan adalah gabungan dari berbagai gelombang cahaya dengan panjang yang berbeda-beda. Panjang gelombang ini kemudian membentuk pita lengkung berupa spektrum warna yang kemudian disebut pelangi.

Menonton pelangi. Begitulah yang kami lakukan. Mengikuti pembiasan cahaya yang terbentuk dari tinggi rendahnya pertemuan sinar matahari dan air mancur,  pelanginya bergerak dinamis. Kadang panjang. Kadang pendek. Kami beruntung menyaksikan fenomena ini. Kami tiba disana diwaktu yang tepat. Saat itu sekitar pukul 11.30 WITA dimana matahari hampir tepat berada diatas kepala kita. Mungkin saat pagi dan sore hari, belum tentu kita akan menemukan pelangi disini.

Puas menikmati pelangi. Saatnya melangkah pulang. Ada yang krucuk-krucuk minta diisi soalnya. Apalagi memang udah capek setelah pagi berenang di pantai Merthasari. Saatnya makan siang.

Sebelum pulang, tak lupa narsis dulu lah berlatar belakang gedung cantik. Haha.

 

Happy holiday 🙂

 

*******

 

Tulisan ini juga dapat dibaca di https://itsmearni.wordpress.com/2015/08/11/pelangi-di-bajra-sandhi/

Penulis

Putu Sukartini

Twitter: @arniandprema

Artikel yang mungkin kamu suka