Home Lomba Blog KTF 2015 Sekilas Pandang di Kota London

Sekilas Pandang di Kota London

oleh

Look at the stars,

Look how they shine for you,

And everything you do,

Yeah, they were all yellow

(Yellow – by Coldplay)

DSC_0467

Puji Tuhan… Akhirnya aku menapaki kota ini. London. Mataku berbinar setiap melihat icon kota ini. Telingaku memberikan sinyal empat setiap mendengar namanya disebut. Ini adalah kota mimpiku sejak berusia 10 tahun. Rahasia yang kusimpan rapat sejak kecil dan tidak akan pernah aku ceritakan kepada siapapun sampai aku berhasil meraihnya. Aku malu kalau tidak berhasil. Semua mimpi ini berawal dari kesenanganku membaca Lima Sekawan (Enid Blyton), Malory Towers (Enid Blyton) dan Sherlock Holmes (Sir Arthur Conan Doyle).

Kota ini penuh dengan energi. Mobil-mobil lalu lalang dimalam hari serasa menghidupkan suara musik mereka dengan keras seakan ingin mengatakan pada dunia. Haiii… inilah musikku! Mana Musikmu? Loh, kok jadi seperti sebuah iklan di televisi. Musik mereka berdentum sangat keras dari dalam mobil sehingga badanku bergoyang ke kiri dan ke kanan sambil menggerakkan tanganku ke atas mengikuti alunan musik semi disko yang menempel di telingaku. Asyik sekali, aku terhanyut. Aku menikmati musik mereka.

Malam pertamaku di London aku habiskan berjalan mengitari sungai Times. Mulai dari arah London Eye ke County Hall lurus kearah Garden Museum. Aku dan suami menyeberangi jalan A3203 belok kanan ke arah Milibank. Dari Milibank A3212 kami lurus kembali ke arah Westminster melewati St. Margareth Street sampai perempatan kami belok kanan ke arah jalan Bridge (Bridge Street) untuk menyeberangi kembali ke arah County Hall dan menghabiskan makan malam di tempat makan Jepang Aji Zen Canteen. Menu kami malam itu Nasi Kari.

Dari rute kami malam itu, kami bisa mendapatkan foto Sungai Times, Big Ben dan gedung parlemen. Aku sempat sebel dengan diriku sendiri karena cuaca yang begitu dingin 7 derajat Celcius aku jadi sibuk menghangatkan diriku sendiri. Meskipun sudah memakai sarung tangan, aku masih kedinginan sehingga aku memasukkan tanganku rapat-rapat ke dalam jaket. Momen foto-foto pun hilang karena aku tidak kuat memegang tombol kamera. Jadilah hampir sebagian besar bidikan foto adalah bidikan suami. Hanya beberapa yang aku dapatkan dari kamera handphone.

DSC_0450

Berhubung waktu kami sangat terbatas di kota London, kami putuskan untuk mengunjungi Greenwich. Sebenarnya jauh-jauh hari aku sudah membuat itinerary London selama satu hari penuh, untuk 12 jam mulai dari jam 9 pagi sampai jam 9 malam. Isi itineraryku kurang lebih mengunjungi museum-museum di London karena gratis dan surganya pengetahuan. Namun, setelah diskusi panjang lebar dengan suami, kami sepakat menjalankan prinsip kami berdua: “Kalau sudah sampai di London, mengapa tidak ke Greenwich?”

Saat di bangku sekolah menengah pertama, aku belajar geografi dan mulai mengenal kata Greenwich sebagai titik nol garis busur bumi. Kalau titik nol garis Lintang, lokasinya ada di Indonesia, yaitu di kota Pontianak. Dari garis busur bumi inilah kita membagi waktu dunia. Bayangkan saja berawal dari kesepakatan Greenwich ini, kita diatur kapan waktu makan, kapan waktu sekolah, kapan waktu masuk kerja dan pulang kerja, bahkan kapan pasar dunia dibuka. Setelah bertanya sana sini alat transportasi apa yang tercepat ke Greenwich, kami akan memakai kapal laut. Jadilah pagi-pagi kami bersiap untuk ke Westminster Pier, tempat kapal menuju Greenwich bermulai pada pukul 10 pagi. Saat itu kami pikir karena waktu masih menunjukkan pukul 8.30, maka kami memutuskan berfoto dulu di patung Winston Churchill yang terletak di area Westmisnter. Mantan Perdana Menteri Inggris yang memiliki quote atau kata-kata menarik yaitu Success is not final, failure is not fatal: it is the courage to continue that counts. Aku menyukai quote itu. Aku pun pernah gagal yang membuatku sedih, yaitu gagal masuk UMPTN di S1 UGM, aku berusaha lagi dan berhasil masuk D3 UGM, lulus D3 kerja di Jakarta 2 tahun, balik lagi ke Semarang untuk meneruskan S1 di Undip. Intinya, cita-cita bisa lulus S1 berhasil meski harus melewati jalan berliku. Kita mesti tetap bersemangat dan maju terus dalam setiap peristiwa yang terjadi di dalam hidup karena dalam setiap peristiwa aku yakin ada hikmahnya. Dan setiap peristiwa itu selalu berkaitan antara masa lalu dan masa depan.

Mari kita kembali ke London. Ada cerita menarik saat aku meminta suami menfotoku dari seberang jalan di patung Winston Churchill. Aku memberikan kode padanya untuk memotret aku dari seberang jalan. Karena ini London, maka aku mesti nyeberang di tempat yang disediakan. Jadilah aku mengitari perempatan lampu merah untuk bisa ke seberang jalan. Sesampainya aku di depan patung, aku berpose seraya meminta suami memotret. Namun, bukannya dia memotret, malah ikut menyeberang ke patung sedangkan aku sudah terlanjur berpose. Akhirnya wisatawan dari Italia menawarkan diri untuk memotretku dengan kamera HP sambil tersenyum geli melihatku. Berhubung sudah malu, aku sodorkan HP ku ke wisatawan tersebut dan berpose kembali sampai akhirnya suami sampai di depan patung.

DSC_0489

Setelah aku berpuas diri berfoto ria di depan patung Churchill, kami mencari sarapan dulu ke minimarket di sekitar Westminster yang kebetulan menjual lumpia ala India. Rasanya jauh dari lumpia Semarang jalan Pandanaran. Namun berhubung kami kelaparan jadilah kami memakannya dengan lahap. Kemudian kami balik lagi ke Westminster Pier untuk membeli tiket. Kapal yang aku naiki adalah City Cruises. Kami langsung membeli tiket PP (return) seharga £16 per orang dewasa supaya tidak ribet dan harus mengantri lagi saat di Greenwich.

Sesampainya disana antrian sudah mengular. Perjalanan menuju ke Greenwich akhirnya dimulai tepat saat lonceng Big Ben berbunyi 10 kali tanda menunjukkan pukul 10 pagi. Mulai dari dermaga Westminster selanjutnya ke Dermaga London Eye, dan selanjutnya berhenti kembali ke Dermaga Tower, sebelum akhirnya tiba di Dermaga Greenwich.DSC_0530 Sepanjang perjalanan menelusuri Sungai Times kami bisa melihat gedung-gedung cantik di sisi kanan dan kiri sungai. Saat melewati London Bridge yang sangat terkenal dengan lagunya … London Bridge is falling down falling down… London Bridge is falling down my fair lady…, aku sempat merekam jembatan tersebut untuk anakku. Jembatan itu memang berdiri dengan megahnya karena ada dua tower kanan kiri yang menopangnya.

Kami melewati bangunan megah Tower of London (Menara London). Di Menara inilah Anne Boleyn menerima hukuman mati. Istri dari Raja Henry VIII ini terkenal kontroversial karena pada masa Raja Henry VIII pada tahun 1533 Britania Raya memisahkan diri dengan gereja Katholik di Roma dan mengangkat dirinya sebagai Kepala tertinggi gereja. Hukum tersebut diteruskan sampai hari ini dimana Ratu Britania Raya juga bertindak sebagai kepala gereja. Kalau tertarik dengan kisah detailnya Anne Boleyn, Hollywood pernah menfilmkannya. Judulnya The Other Boleyn Girl tahun 2008 dengan Natalie Portman sebagai Anne Boleyn. Berdebar dan menegangkan jika mengikuti masa-masa pemerintahan Raja Henry VIII.DSC_0651

Tunggu cerita selanjutnya tentang Greenwich.

Penulis

Maria Santi Mawanti

Twitter: @mariasantim