Dataran Tinggi Dieng di Wonosobo menyimpan banyak wisata alam. Daerah berketinggian diatas 2000 mdpl dan berhawa sejuk ini memang dianugerahi Sang Pencipta dengan lansekap yang luar biasa. Gunung, lembah, telaga, kawah, candi dan goa merupakan banyak wisata alam yang bisa kita kunjungi, ketika kita melakukan perjalanan ke Dieng.
Kali ini perjalanan saya dimulai dari Stasiun Pasar Senen, Jakarta menuju Stasiun Tugu di Yogyakarta. Kebetulan saya sedang ada pekerjaan di kota Gudeg, dan segera melanjutkan perjalanan menuju Dieng begitu selesai. Saya menumpang bis menuju ke terminal transit di kota Magelang, dan segera berganti minibus melanjutkan perjalanan ke Wonosobo.
Setelah menempuh perjalanan selama 2 jam lebih, bus ini akhirnya tiba di Wonosobo. Segera bergegas berganti minibus lagi arah menuju Dataran Tinggi Dieng, karena waktu sudah menunjukkan pukul 17.00 dan cuaca sangat mendung. Ternyata minibus yang saya tumpangi ini merupakan angkutan terakhir yang menuju Dieng; bisa dibayangkan bagaimana penuh sesaknya angkutan ini? Ketika sampai di Dataran Tinggi Dieng hari sudah menjelang malam. Segera saya mencari penginapan yang murah.
“Mas Dwi, tolong bikinkan saya nasi goreng dan teh panas manis ya. Gulanya sedikit saja,” pinta saya ke Mas Dwi, seorang penjaga losmen tempat saya menginap.
Mas Dwi ini juga seorang tour guide yang biasa membawa tamu ke tempat-tempat wisata di Dieng. Saya mengenalnya lebih dari 5 tahun lalu, ketika pertama kali saya ke Dieng.
“Baik, Mas. Mau diantar ke kamar atau di meja sini saja?” tanyanya meyakinkan saya.
“Di meja makan saja, mas. Nanti saya turun. Mau mandi dulu nih,” jawab saya singkat.
Malam itu tidak banyak aktifitas yang saya lakukan, mengingat badan ini terasa capek dan saya perlu istirahat. Makan malam dan sebentar menonton TV di penginapan menjadi acara saya sebagai pengisi waktu, dan memutuskan segera tidur selesai membuat daftar tempat wisata yang besok akan saya explore.
Dieng, menurut saya merupakan salah satu surganya para traveler yang menyukai wisata alam dan sangat saya rekomendasikan. Beberapa tempat wisata alam di Dieng sudah pernah saya datangi beberapa waktu sebelumnya; dan saya melihat banyak perombakan dan perbaikan yang cukup bagus.
Batu Pandang Ratapan Angin menjadi tujuan utama saya. Tempat ini memang belum lama dibuka untuk umum – menurut informasi baru tahun 2015 lalu dibuka; tetapi tempat ini sudah cukup terkenal di kalangan traveler. Beberapa foto yang diunggah ke berbagai media sosial makin menambah rasa penasaran saya akan tempat ini. Batu Pandang Ratapan Angin terletak bersebelahan dengan kompleks Dieng Plateau Theater. Untuk menuju Batu Pandang Ratapan Angin kita perlu sedikit treking ke atas bukit. Harga tiket masuk seharga IDR 10.000 terbilang cukup murah untuk masuk kawasan ini. Ketika kita sampai di atas bukit, dengan segera mata kita disuguhkan pemandangan yang memanjakan mata. Tampak Telaga Warna dan Telaga Pengilon di kejauhan.
Sebenarnya tempat ini namanya adalah Batu Pandang, terbukti dengan adanya batu yang menjulang tinggi dimana kita bisa berpijak dan melihat lansekap secara keseluruhan. Batu Ratapan Angin adalah nama lain dari tempat ini, dikarenakan ketika kita berdiri atau duduk diatas batu yang menjulang itu kita bisa mendengar suara angin yang bertiup seperti berputar diantara daun-daun disekitarnya. Maka timbullah nama Batu Ratapan Angin.
Pengelola tempat wisata Batu Pandang cukup kreatif dengan membangun area seperti panggung dari papan lengkap dengan aksesoris berbentuk “Jantung Hati”; saya rasa fungsinya sebagai tempat swafoto bagi para pelancong. Saya sendiri merasa kalau aksesoris dan tulisan Batu Pandang yang ada malah membuat tempat ini sedikit kurang nyaman dari segi estetika. Biarlah alam melukiskan keindahan dan keelokannya sendiri, itu menurut saya sih.
Saya mencoba untuk berdiri di atas sebuah batu yang letaknya lebih tinggi dari yang lain, dan membiarkan Sang Pencipta membelai lembut lewat angin yang datang. Seperti seorang anak yang terbuai oleh belaian lembut ayahnya, begitulah DIA yang selalu ingin dekat dengan makhluk ciptaanNya.
“Mas, kalau mau mencoba jembatan gantung ada di sana tuh. Naik sedikit lurus, dibalik batu besar itu ada jembatan,” begitu kata Sarip. Dia adalah salah seorang penjaga loket di kawasan ini.
“Iya, mas Sarip. Nanti saya coba kesana deh,” jawab saya sambil tetap mengambil gambar lewat kamera saya.
Benar, ketika kemudian saya bergeser naik menuju bukit yang ditunjukkan mas Sarip, saya dapat melihat jembatan gantung bernama Jembatan Merah Putih. Jembatan kecil yang menghubungkan dua batu yang menjulang itu cukup popular juga dikalangan warganet. Saya tidak terlalu tertarik untuk mencoba Jembatan Merah Putih ini, menurut saya terlalu mainstream biasa.
Batu Pandang atau Bukit Ratapan Angin adalah salah satu ikon baru di Dieng, yang sudah dikelola dengan cukup baik oleh pemerintah ataupun penduduk setempat. Fasilitas umum seperti toilet, pedagang asongan dan para penjual souvenir juga ada disini. Pemerintah daerah setempat sepertinya sangat tahu bahwa Dataran Tinggi Dieng mempunyai potensi wisata yang sangat bisa dikembangkan untuk menjaring banyaknya pelancong datang ke wilayah ini.
Saya menganjurkan kepada para pelancong yang akan berkunjung ke tempat ini untuk menggunakan pakaian yang nyaman, sepatu atau sandal gunung dan juga krim tabir surya untuk menghindari sengatan sinar matahari. Ini semua untuk kenyamanan anda sendiri. Dan yang paling penting, jangan buang sampah sembarangan karena itu sungguh TIDAK KEREN! Jaga selalu kebersihan dimana kita datang berkunjung.
Banyak hal dan juga banyak cerita yang bisa kita dapatkan ketika berpergian. Tentunya itu akan memperkaya pengalaman kita. Kaya tidak melulu berbicara tentang materi, tetapi saya lebih bahagia kalau saya kaya akan pengalaman. Tsaaah…
Oleh : Yokhanan Prasetyono
Silakan login/daftar akun kompas.id untuk dapat melakukan voting