Home Lomba Blog KTF 2017 Menikmati Senja di U Bein Bridge

Menikmati Senja di U Bein Bridge

oleh Dimitri Herlambang
“Take vacations go as many places as you can. You can always make money. You can’t always make memories.” Pepatah ini membawa ingatan saya kembali pada suatu senja di U Bein Bridge. Jembatan kayu yang memanjang di Danau Taungthaman ini menjadi titik akhir dari destinasi perjalanan saya di Amarapura, Myanmar. Sembari menunggu senja yang akan tiba, saya berjalan melintasi jembatan kayu tertua dan terpanjang di dunia sepanjang 1,2 kilometer yang menjadi salah satu ikon wisata Myanmar.
Sembari melintasi pijakan kayu yang menjadi saksi dari peradaban Kerajaan Ava, perjalanan ini membawa saya dalam sebuah kisah petualangan baru yang penuh kejutan. Menikmati pemandangan kota dari atas pagoda di bukit Sagaing, melihat peninggalan kerajaan di Mandalay Palace, dan melintasi pagoda dengan biksu yang berjalan beriringan meminta derma. Traveling menjadikan saya aktor dari semua kisah perjalanan yang saya lakukan.
Tentu tak selamanya sebuah perjalanan berjalan sesuai rencana. Hujan besar yang turun mengguyur Yangon, tertipu sopir taksi argo kuda, hingga bermalam di bus selama 3 malam berturut-turut menjadi seni dari traveling. Sembari mengedarkan pandangan ke arah sampan yang melintas di bawah U Bein Bridge, saya teringat kebaikan orang Myanmar yang pernah bekerja di Malaysia untuk memberikan arah jalan kala tersesat dengan Bahasa Melayu, mengoleskan thanaka di muka, atau sekadar tersenyum melihat sambutan hangat dari biksu muda di kuil. Traveling memberi saya arti akan kehidupan itu sendiri.
Senja pun tiba memberikan semburat cahaya matahari yang menawan di atas U Bein Bridge. Langit pun berubah menjadi semburat orange kekuningan memberikan siluet indah orang yang berlalu lalang di atas jembatan kayu. Hati pun terpukau melihat keindahan alam yang luar biasa menikmati ritme kehidupan yang terasa terhenti sesaat. Seolah mengingatkan akan keindahan alam yang otentik dan kebahagiaan yang alami. Sungguh perjalanan ini membuka mata hati untuk melihat dunia secara utuh.
Saya ingat sebuah kata bijak bahwa mereka yang tak pernah traveling hanya membaca sampul buku kehidupan dari sekian ratus lembar yang ada didalamnya. Hidup memang terlalu singkat untuk dihabiskan dengan rutinitas rumah – sekolah – kantor – rumah. Waktu berputar layaknya sebuah perjalanan kereta api, di mana apa yang sudah berlalu tak akan bisa kembali. Setiap pijakan di U Bein Bridge pun seolah mengatakan bahwa ada ratusan langkah yang terpampang di depan untuk mengatakan bahwa dunia penuh dengan misteri yang belum terpecahkan.
Traveling memang terkesan menguras rupiah dalam pundi, namun di sisi lain traveling pun memberi kita “pundi” lain dalam diri kita, yakni keberanian, kesabaran, toleransi, dan lain sebagainya. Kita dihadapkan pada sebuah kondisi, budaya, dan orang baru yang berbeda dengan ciri khas tersendiri. Traveling mengajak kita berpetualang dalam dunia yang penuh kejutan di setiap belokan yang ada. Tak hanya itu, traveling juga memberi sebuah arti diri bahwa kita adalah kecil di hadapan ciptaan-Nya yang luar biasa.
Maka tatkala kaki masih dapat melangkah, mata masih dapat melihat, dan telinga masih dapat mendengar, mari jelajahi dunia dan kenali lebih jauh. Kelak kita akan memahami bahwa senja pun akan berlalu layaknya bayangan menutup kisah perjalanan di U Bein Bridge. Selamat berkemas, melangkah, dan membuka lembaran baru dalam kisah traveling yang kita lakukan.
Oleh : Daniel Hermawan
[gravityform id=”40″ title=”true” description=”false”]