Ketika mendengar kata rendang, kebanyakan dari kita mungkin akan langsung membayangkan daging cokelat kehitaman dengan baluran bumbu santan berempah. Namun, tak melulu berbahan utama daging sapi atau kerbau, varian rendang ternyata jauh lebih kaya.
Rendang adalah proses memasak dengan menyusutkan kadar air hingga masakan yang dihasilkan menjadi tahan lama. Selama proses itu, semua bumbu harus diaduk secara terus-menerus.
Warga asli Minang menyebutnya marandang, yang berarti tidak berhenti diaduk dan dimasak dalam waktu lama. Oleh karena itu, meski bumbu-bumbunya terbilang sederhana, rendang bukan masakan yang bisa diolah dengan praktis. Semua koki rendang harus punya level kesabaran tertentu agar hasil masakannya optimal.
Selain berbahan dasar daging sapi, rendang bisa dibuat dari kerang, belut, itik, bahkan dedaunan. Nun di Danau Maninjau, misalnya, ada yang disebut rendang pensi. Pensi adalah sejenis kerang berukuran kecil dan halus. Kata yang pernah mencicipinya, nikmat benar rendang pensi ini.
Selain bawang merah, bawang putih, cabai, dan beragam rempah, ada bumbu lain yang membuat rendang pensi istimewa. Daun pakis atau daun paku yang biasa tumbuh di daerah lembab sekitar danau.
Meski ukurannya kecil, daun pakis tak akan hancur ketika dimasukkan pada rendang. Agar bentuk pensi tak berubah ketika sudah matang, kelapa parut dimasukkan pada kuah santan dalam proses memasak. Ini juga membantu rendang akan tetap memiliki tekstur yang kering.
Tak hanya sedap, rendang memeram nilai budaya. Keluarga-keluarga Minang menyajikan rendang sebagai pemanggak atau makanan untuk peristiwa-peristiwa penting. Rendang adalah masakan yang superior, nilainya paling tinggi dibandingkan masakan lain dalam adat Minangkabau.
Kini, dengan semakin dikenalnya rendang, seluruh dunia bisa mengecap nikmatnya masakan kebanggaan Minang ini. Namun, jika suatu kali berjalan-jalan di Sumatera Barat, sempatkanlah mencicipi beragam jenis rendang. Ini akan memperkaya pengalaman rasa indera pencecap kita. [NOV]