Home Lomba Blog KTF 2017 Menelusuri Jejak The Sound of Music di Salzburg

Menelusuri Jejak The Sound of Music di Salzburg

oleh

Ketika saya masih kecil dulu, saya sempat terkagum-kagum ketika menonton film The Sound of Music. Tidak hanya karena lagu-lagunya yang gampang menempel di kepala, tapi juga karena Julie Andrews kelihatan cantik banget ketika menyanyi dan menari di atas bukit dengan latar belakang gunung-gunung yang diselimuti salju. Ketika saya sudah kuliah, saya menemukan artikel tentang kota Salzburg yang menjadi lokasi syuting The Sound of Music. Sejak saat itu, saya jadi bertekad mengunjungi Salzburg kalau ada kesempatan ke Eropa.

Impian saya ini terwujud bulan Juni 2017 kemarin, ketika saya akhirnya berangkat solo trip ke Eropa. Saya mengunjungi delapan kota di enam negara, dan Salzburg adalah salah satu kota yang menjadi tujuan utama saya. Kota ini merupakan bagian dari Negara Austria yang berbatasan dengan Jerman dan bisa dicapai dalam dua jam kalau menggunakan kereta dari Wina.

Saya tiba di Salzburg sekitar jam sembilan malam dan mendapati stasiun kereta utama dalam keadaan sepi. Setelah mengunjungi Amsterdam dan Praha yang selalu ramai oleh turis, saya sedikit kaget dengan suasana lengang yang menyambut saya. Saya pun berlari-lari kecil sambil menggeret koper menuju penginapan saya yang bernama Pension Jahn. Saya khawatir kalau-kalau meja penerimaan tamu mereka tutup setelah jam sembilan malam, seperti hotel yang saya tinggali sebelumnya. Untunglah staf Pension Jahn masih bertugas ketika saya tiba. Mereka mengurus check in saya dengan efisien, dan tidak lama kemudian saya sudah bisa mengistirahatkan punggung di kamar saya yang berada di lantai tiga. Asiknya lagi, kamar saya beratap miring dengan jendela besar yang menghadap jalan. Saya langsung merasa rileks dan jatuh terlelap dengan cepat.

Keesokan harinya, setelah menikmati dua porsi sarapan yang disediakan gratis oleh penginapan, saya pun berangkat mengeksplor kota Salzburg dengan perasaan antusias. Normalnya turis lain akan memulai dari titik yang paling dekat dengan penginapan mereka. Dalam kasus saya, harusnya saya ke Mirabel Garden dulu karena lokasinya hanya lima belas menit jalan kaki, kemudian baru lanjut ke Mozart Residence, Salzburg Cathedral, Hohensalzburg Fortress, dan diakhiri dengan Schloss Hellbrunn. Tapi saking antusiasnya, saya memutuskan untuk langsung ke Schloss Hellbrunn yang terkenal dengan trick fountain dan pavilion yang menjadi lokasi syuting The Sound of Music.

Untuk ke Schloss Hellbrunn, saya tinggal mengendarai bus nomor 25 dari depan Stasiun Salzburg. Perjalanan memakan waktu kurang lebih empat puluh menit dan saya tidak bisa berhenti mengagumi pemandangan Kota Salzburg dari dalam bus. Pemberhentian bus di Schloss Hellbrunn terlihat sangat sepi. Ada beberapa orang turis lain yang ikut turun bus dengan saya, tapi selebihnya tidak ada orang setempat atau kendaraan lain yang lewat. Semoga tidak nyasar, pikir saya cemas. Untunglah lokasi Schloss Hellbrunn ternyata cukup gampang ditemukan karena hanya lima menit jalan kaki dari Halte.

Setelah membeli tiket, saya pun mengikuti guide dan serombongan turis lainnya. Saya adalah satu-satunya solo traveler, dan satu-satunya orang asia disana. Separuh rombongan saya dari negara-negara dengan bahasa utama Jerman, separuh sisanya berbahasa Inggris. Oleh karena itu, guide harus menjelaskan satu per satu menggunakan dua bahasa. Sayangnya dia selalu memulai penjelasan menggunakan Bahasa Jerman dulu. Dia ngomong panjang lebar sambil menunjuk-nunjuk, kemudian turis-turis berbahasa Jerman pada mulai bergerak dan menghindari spot-spot tertentu. Saya yang tidak mengerti apa maksudnya, ya tetap diam di tempat saja hingga mendadak kena sembur air mancur yang tersembunyi di tempat-tempat aneh seperti meja, kursi dan sudut-sudut ruangan. Basah kuyuplah saya. Mana tidak bawa baju ganti pula. Anak-anak kecil sih senang main air dan basah-basahan. Lha saya? Kena air dingin dikit langsung bersin-bersin. Tapi Schloss Hellbrunn memang terkenal dengan trick fountain yang dibangun oleh Markus Sittikus pada abad ke-16, jadi tour ini memang khusus untuk memamerkan air mancur-air mancur unik tersebut.

Setelah basah-basahan, saya lanjut mengeksplor Istana Hellbrunn dengan koleksinya yang unik-unik dan menikmati tamannya yang luas dan sejuk walaupun saat itu sedang musim panas.

Puas menikmati Schloss Hellbrunn, saya pun kembali ke pusat kota untuk mengunjungi lokasi syuting The Sound of Music yang lain. Mirabellgarten merupakan lokasi dimana Maria dan anak-anak Von Trapp menyanyikan lagu do-re-mi yang menjadi favorit saya ketika masih kecil. Walaupun tidak seluas taman di Schloss Hellbrunn, tapi Mirabellgarten memiliki penataan yang artistik dengan berbagai macam bunga mekar di seluruh penjuru taman. Saya pun tidak lupa untuk selfie di depan horse fountain sebagai kenang-kenangan.

Dari Mirabellgarten, saya berjalan-jalan santai menyusuri Sungai Salzach. Saya tidak bisa berhenti mengagumi warna sungai yang hijau alami dengan deretan pepohonan rindang yang melindungi pejalan kaki dari sengatan sinar matahari. Saya sedikit tercekat ketika melihat Kastil Hohensalzburg dan Love Locks Bridge dari kejauhan. Cantik sekali. Kota ini pasti akan terlihat seperti negeri dongeng ketika diselimuti salju. Saya jadi bertekad untuk berkunjung sekali lagi di masa depan nanti, khusus di musim dingin.

Karena sudah di Salzburg, tidak lengkap rasanya kalau tidak mengunjungi Kastil Hohensalzburg. Berbekalkan peta offline maps.me, saya menyusuri gang-gang kecil untuk mencapai bentengnya. Saya melewati kediaman Mozart yang dipenuhi oleh para turis, menyusuri toko-toko kecil dan kafe-kafe yang sedang hips, dan berhenti sejenak di Salzburg Square dan Salzburg Cathedral. Peta offline kemudian membawa saya mendaki tangga-tangga curam dan jalanan mendaki yang sepi dari manusia. Lagi-lagi saya khawatir kalau-kalau saya kesasar. Masa jalanan menuju Kastil Salzburg sepi begini? Tidak mungkin kalau saya hanya satu-satunya turis yang mengunjungi kastil tersebut.

Dilalah ketika saya sampai disana, ternyata ada cable car yang bisa dikendarai pengunjung secara gratis karena sudah masuk ke harga tiket. Aduh, ini nih kelemahan peta offline. Mereka memang hanya menawarkan dua alternatif perjalanan: mobil atau jalan kaki. Moda transportasi umum seperti cable car mah tidak termasuk di peta offline mereka. Makanya Si Peta menawarkan jalur alternatif yang berkelok-kelok dan mendaki, seratus persen jalan kaki. Ya sudahlah. Hitung-hitung nambah pengalaman sekaligus nambah olahraga.

Menurut saya sih Kastil Hohensalzburg kelihatan lebih cantik kalau dilihat dari jauh, tapi dalamnya ya biasa-biasa saja. Daya tarik Hohensalzburg adalah pemandangan Kota Salzburg sendiri dari atas. Kita bisa melihat bangunan-bangunan klasik Salzburg bertemu dengan hijaunya bebukitan, sementara sungai hijaunya mengular dan membelah kota menjadi dua. Aduh, rasanya saya ingin mengkristalkan waktu dan menyimpan momen ini selamanya.

Keesokan harinya saya meninggalkan Salzburg dengan langkah sedikit berat. Saya masih ingin bersantai dan menghirup udara segar kota ini lebih lama lagi. Sebelum saya memasuki kereta, saya membisikkan pelan ucapan ‘sampai bertemu lagi’, berharap bahwa ini bukan perpisahan untuk selamanya dengan Salzburg.

Oleh : Mega Savitri Aniandari

[gravityform id=”40″ title=”true” description=”false”]