Home Lomba Blog KTF 2017 Memilih Wisata Kota di Palembang

Memilih Wisata Kota di Palembang

oleh

Sewaktu berangkat ke Medan, akhir Maret beberapa tahun lalu, atau saat ke Lombok, Nusa Tenggara Barat sebenarnya saya memiliki waktu jika nekat berkeliling tempat-tempat itu sendirian. Setidaknya jika saya memiliki gambaran peta, dan lokasi-lokasi mana saja yang hendak ditempuh dalam waktu singkat. Maklum, perjalanan “dinas” ke luar kota biasanya hanya menyisakan satu – dua hari untuk traveling. Disini baru terasa pentingnya seorang kenalan yang menguasai domisilinya.

Maka saya coba membuat wisata sehari sendiri untuk Kota Palembang, ibu kota Sumatera Selatan (Sumsel), wilayah yang terlalu luas untuk dijelajahi dalam satu kali perjalanan, butuh satu buku tebal berjudul Pesona Bumi Sriwijaya untuk itu, hehehe…

Ada satu buku lagi nih, buat yang bener-bener serius menjelajahi wisata air di Sumsel yaitu Jelajah Musi. Usai Bangka Belitung menjadi provinsi tersendiri, ada beberapa kabupaten yang familiar, karena memiliki objek wisata seperti Gunung Dempo di Kota Pagaralam, Danau Ranau di Kabupaten Ogan Komering Ulu, air terjun di Kabupaten Muara Enim.

Memilih antara wisata alam dengan wisata kota, ada kelebihan atau kekurangannya masing-masing. Wisata alam biasanya harus ditempuh lumayan jauh, terutama dengan kendaraan darat. Kemudian, pilihan destinasinya terbatas, merepotkan jika tak memiliki kendaraan sendiri apalagi tak tahu lokasi. Sedangkan wisata kota banyak menyediakan spot untuk berfoto yang juga icon kota tersebut.

Sumsel tidak hanya kaya akan objek wisata, namun juga wisata kuliner. Empek-empek atau biasa disingkat pempek adalah makanan khas favorit wong Palembang, setiap saya ke daerah lain di Indonesia, mereka pasti menyebut nama makanan ini ketika ngobrol atau sekedar basa-basi. Jadi oleh-oleh yang satu ini wajib dibawa ketika pulang.

Jelajah Palembang dalam sehari

Baiklah, karena waktu yang singkat maka segera kita mulai perjalanan ini.

Usai sarapan pukul 06.00 bisa langsung jogging di seputaran Kambang Iwak Besak, hotel yang paling dekat dari sini adalah Swarna Dwipa. Kawasan hijau ini sangat ramai dikunjungi orang saat weekend untuk senam atau jalan kaki keluarga.

Pukul 07.30 jika mengendarai motor dan belum sarapan, kita ke Pasar 26 Ilir untuk mencoba menu mie celor atau ke Simpang Sekip untuk makan martabak HAR, ini menu standar yang banyak dijumpai di jalan ke pasar kota. Sepertinya tidak bisa menikmati keduanya sekaligus, karena habis makan ini dijamin langsung kenyang.

Kita bisa mencicipi aneka kuliner khas lain seperti laksan, lakso, burgo, celimpungan dan masih banyak lagi di berbagai tempat atau sudut Kota Palembang, tapi tentu saja dengan risiko rasa serta harga yang berbeda sebelas – dua belas. Jika beruntung kita bisa mencari tempat makanan murah dengan rasa hampir sama.

Pukul 08.30 mungkin balik dulu kali ya, mandi, dandan yang rapi gitu. Terus, siap-siap nyari oleh-oleh selain pempek. Kain asli Palembang, songket, harganya lumayan mahal, karena dibuat spesifik seperti kerajinan tangan jadi tiap kain hampir tidak mirip-mirip. Pernah ada yang menawarkan dengan harga lumayan murah, sekitar Rp 900 ribu.

Tapi kalau bawa duit pas-pasan, lebih baik kita ke Palembang Square (PS) sebentar (buka pukul 10.00) ada sekretariat Sriwijaya FC (SFC) yang menjual jersey SFC. Kesebelasan Wong Kito ini kebanggaan masyarakat Sumsel, karena satu-satunya klub di Indonesia peraih double winner dalam satu musim.

Nah, kostum yang dipakai para pemainnya ternyata memakai motif songket. Pernah manajemen SFC menghilangkan motif songket dalam satu musim, para suporter protes keras.

Pukul 11.00 kalo sudah lapar, saatnya makan. Tidak jauh dari PS di Jalan Letkol Iskandar (sekarang nama jalannya sudah diganti), ada rumah makan khas Palembang, Mahkota. Bolehlah mencoba menu pindang, biasanya ikan patin dengan kuah agak pedas.

Selain pindang patin, daerah lain di Sumsel memiliki pindang dengan jenis ikan dan kuah yang agak berbeda. Seperti pindang Pegagan yang berkuah asam pedas, atau pindang daerah Musi Rawas. Di daerah saya Pagaralam, pindang ikan mas atau mujair dengan kuah kuning tidak pedas.

Pukul 12.00 Zuhur di Masjid Agung, lumayan adem sekalian istirahat dari cuaca Palembang yang lebih panas ketimbang kota lain.

Kalau tidak sempat Zuhur disini, masih ada waktu Ashar dan Maghrib. Bagi muslim, jangan lewatkan shalat di masjid ini, ya…

Siang ini bisa juga sekalian membeli oleh-oleh pempek, yang murah tapi rasa pempeknya masih sesuai ada di Sekanak, berbagai warung sejenis dengan bermacam-macam pempek dijual disini.

Ba’da Ashar atau sekitar pukul 16.00 kita rencanakan untuk jalan-jalan di Plaza Benteng Kuto Besak, disini cukup ramai menjelang sore. Lokasi untuk event kumpul rame-rame wong kito atau sekedar memotret lansekap khas Kota Palembang bagi wisatawan domestik. Lebih baik memotret saat pagi untuk background sunrise.

Kalau bareng teman lainnya, kita bisa tur keliling Sungai Musi sekitar Jembatan Ampera menggunakan ketek, semacam perahu bermotor, harganya bisa nego. Bisa sih, lebih jauh lagi muter-muter-nya sampai ke Pulau Kemaro, tapi disana yang ramai saat Gong Xi Fat Chai.

Mungkin inilah salah satu alternatif pilihan buat rekan-rekan yang cuma punya waktu sehari untuk menjelajahi Kota Palembang, masih banyak tempat lain yang belum termuat disini, belum ditambah lagi lokasi wisata yang baru muncul.

Oleh : Anton Da Karola

[gravityform id=”40″ title=”true” description=”false”]