Selepas melakukan wisata di Thailand, akhir Juli 2014, saya melanjutkan perjalanan ke Kamboja dengan tujuan untuk melihat komplek candi di Angkor, Provinsi Siem Reap. Disebut komplek candi sebab di tempat itu banyak kumpulan candi besar seperti Angkor, Bayon, Ta Phrom, dan lain sebagainya.
Sebab kereta menuju ke perbatasan Thailand-Kamboja, pagi hari, sekitar pukul 06.00 AM waktu Thailand, maka sebagai seorang backpacker saya tidur di Stasiun Kereta Api Hua Lamphong, Bangkok. Ketika berada di Stasiun Hua Lamphong, jam menunjukan pukul sekitar 08.00 PM sehingga masih melihat aktivitas perjalanan dari stasiun yang bentuk bangunannya sama dengan Stasiun Kota dan Tanjung Priok, Jakarta, Indonesia.
Salah satu yang saya ingat perjalanan terakhir dari Hua Lamphong adalah menuju Pattani, salah satu provinsi di Thailand bagian selatan. Di Pattani mayoritas penduduknya adalah beragama Islam dan beretnis Melayu. Tak heran penumpang kereta terakhir itu berwajah Melayu dan bila perempuan mereka menggunakan hijab.
Di stasiun ini sebenarnya ingin tidur di ruangan bagian dalam lingkungan stasiun namun oleh petugas dilarang dan disarankan tidur di luar. Begitu melihat di luar ruangan utama, terlihat banyak orang Thailand, entah mereka para tuna wisma atau orang yang hendak melanjutkan perjalanan ke luar kota, tidur menggeluntung begitu saja di lantai dengan beralaskan koran atau terpal plastik yang dijual.
Malam itu saya tidak bisa tidur sehingga dapat melihat aktivitas di stasiun, di mana orang yang bisa tidur menikmati mimpinya, sementara yang tidak akan mondar-mandir tak karuan. Dalam kondisi yang demikian, ingin rasanya pagi cepat tiba agar segera bisa naik kereta api tujuan Bangkok-Aranyaprathet. Untuk mengisi ketidakbisa tiduran, saya membeli teh hangat di sebuah kedai minum yang berada di samping stasiun sambil melihat dua orang Thailand asyik ngobrol. Tidak tahu apa yang diobrolkan.
Menjelang subuh, lelah mulai menghampiri, hingga terlelap sekitar 1 jam di dekat sebuah tiang bangunan. Ketika sekitar 05.00 AM, petugas stasiun, mungkin security, meniup peluit sambil membawa sebatang kayu panjang, membangunkan para orang yang tidur di lantai. Mereka diminta bangun dan meninggalkan tempat itu.
Tak lama kemudian, stasiun dibuka dan para calon penumpang membeli tiket kereta api. Saya pun membeli tiket untuk jurusan Bangkok-Aranyaprathet, sekitar 48 bath, cukup murah. Sepertinya menjadi pembeli tiket pertama dan selanjutnya antrian orang membeli tiket dengan tujuan sama atau tujuan lainnya.
Selepas membeli tiket, kumasuki ruangan di mana kereta api itu disediakan. Di situ ada beberapa jalur kereta api. Melihat kereta api di Thailand untuk antarkota, kereta api antarkota di Indonesia lebih bagus. Kereta api di Thailand terlihat tua, kursi tidak bisa diatur, dan jendelanya terbuka sehingga angin bisa leluasa masuk, dan penumpang bebas memilih tempat duduk sebab tidak ada nomor kursi.
Sekitar pukul 08.00 AM, kereta api meninggalkan stasiun. Kereta api ini di setiap stasiun berhenti sehingga perjalanan menjadi lama. Di dalam gerbong, ada pedagang resmi yang berjualan makanan, minuman, dan buah-buahan. Sementara saat berhenti di stasiun-stasiun, ada pedagang kaki lima yang menawarkan dagangannya, semua seperti di Indonesia. Dalam perjalanan, kita bisa melihat aktivitas rakyat Thailand sehari-hari, di mana mereka juga banyak menjadi kaum urban di Bangkok. Di kanan-kiri rail, masih banyak terlihat sawah dan ladang-ladang.
Setelah menempuh perjalanan selama 7 jam, antara bosan dan senang menyatu, akhirnya kereta berhenti di Stasiun Aranyaprathet. Di stasiun ini banyak orang turun dari kereta api terutama wisatawan dan para backpacker. Begitu turun dari kereta api, sudah banyak tukang ojek dan tuk-tuk menawarkan jasa angkutan, entah ke wilayah perbatasan di mana di situ ada kantor imigrasi atau ke tempat lain. Pastinya saya bilang ke tukang ojek untuk mengantar ke daerah perbatasan yang ada kantor imigrasi Thailand. Setelah deal dengan tukang ojek perempuan, langsung meluncur ke wilayah perbatasan. Jarak dari Stasiun Aranyaprathet ke perbatasan Thailand Kamboja lumayan jauh kalau untuk jalan kaki.
Hingga akhirnya tiba di perbatasan. Di perbatasan ini ramai orang beraktivitas, entah mereka berdagang, menawarkan jasa angkutan, hingga aktivitas yang tak jelas seperti menawarkan bantuan visa atau pengurusan surat perjalanan. Tak kupedulikan mereka setelah sebelumnya membaca di sebuah web tentang perlunya kehati-hatian di daerah perbatasan ini.
Agak susah untuk mencari Kantor Imigrasi Thailand di tempat ini sebab tidak ada petunjuk yang besar dan jelas. Saya hanya mengikuti arus orang ke mana berjalan, danfeeling ini rupanya benar sebab mereka menuju ke kantor imigrasi. Akhirnya melakukan chek passport dan tak lama kemudian distempel tanda sah meninggalkan Thailand.
Begitu meninggalkan Thailand dan masuk Kamboja, namanya tempatnya Poipet, suasananya lebih parah, kerumunan orang banyak dan menawarkan berbagai macam seperti transport ke Siem Reap. Suasananya seperti di Terminal Pulogadung, Jakarta. Saya mengacuhkan mereka dan mencari Kantor Imigrasi Kamboja, di sini bingung tujuh keliling, sebab di mana kantor itu berada tidak menampakan diri, harus rajin-rajin bertanya. Sempat memasuki kantor yang malah hendak kembali ke Thailand, di tempat ini terlihat ratusan orang Kamboja yang mengurus surat untuk bisa bekerja di Bangkok. Syukur segera sadar dan kembali ke jalur yang benar.
Akhirnya menemukan Kantor Imigrasi, namun rupanya kantor ini hanya untuk yang mau mengurus visa, sebab Indonesia bebas visa maka disarankan di kantor satunya. Dengan berjalan tergopoh-gopoh dan agak cemas, akhirnya menemukan kantor itu, dan betapa kagetnya, kantor ini sangat beda jauh dengan check point yang ada di Malaysia, Thailand, atau Singapura yang nyaman dan lapang. Kantor check point ini terlihat ala kadarnya bahkan terkesan mengenaskan, bangunan sempit dan dibuat dari kayu.
Untunglah berada di kantor ini tak lama hingga akhirnya mendapat stempel resmi masuk Kamboja. Saya pun melanjutkan perjalanan ke tempat titik tunggu untuk angkutan bus ke terminal. Lagi-lagi berbagai tawaran diajukan oleh orang-orang yang tidak saya kenal dan mengacuhkan tawaran itu. Bus gratis yang disediakan pun datang. Penumpang bus gratis menuju ke terminal ini rupanya cukup banyak. Semua kursi hampir semuanya terisi.
Setelah semua ok, bus berangkat menuju terminal. Hanya sekitar 15 menitan untuk sampai terminal. Sesampai di terminal penumpang membeli tiket untuk naik angkutan ke Siem Reap. Angkutan berjenis mobil van ini dikelola oleh agent perjalanan wisata. Satu per satu pelancong membeli tiket dan ada yang beraneka tujuan namun mayoritas ke Siem Reap.
Perjalanan ke Sieam Reap tak ubahnya kalau kita melakukan perjalanan ke daerah-daerah di Indonesia, yakni kanan kiri masih banyak tanah kosong berupa sawah atau ladang dan sesekali rumah atau perkampungan.
Sampailah akhirnya kita di Siem Reap. Begitu sampai di kota ini, agent wisata langsung menawarkan berbagai paket wisata, mulai dari sehari hingga 3 hari. Wisatawan bebas memilih, boleh ikut tur itu atau jalan sendiri.
Saya untuk ikut tur dalam paket sehari. Dalam paket tur ini setelah membayar dengan harga tertentu akan mendapat fasilitas menginap di guest house semalam, keliling komplek candi di Angkor termasuk tiketnya, dan perjalanan ke Ho Chi Minh Vietnam. Setelah deal dengan tawaran itu, selanjutnya diantar ke salah satu guest house di tempat wisata malam di Siem Reap, Night Market. Di tempat ini selain banyak hotel, guest house, juga banyak restoran, pasar seni, serta tempat pijat.
Sebelum tidur malam, menyempatkan jalan-jalan ke Night Market, di sini bisa melihat berbagai aneka aktivitas malam yang menyenangkan seperti kuliner. Biasanya kalau jalan di kawasan ini, tukang ojek atau tuk-tuk akan menawarkan jasanya, “Tuk tuk,” begitu tawarnya. kujawab,”No.” Tawaran tukang tuk-tuk diubah, “lady, lady, massage.”
Kujawab lagi,”No.” Meski demikian masih ada yang ngeyel menawarkan jasanya itu. Selepas menikmati Night Market. kembali ke guest house dan menikmati tidur.
Paginya bangun pagi dan menunggu jemputan untuk keliling ke komplek candi di Angkor. Tukang tuk tuk yang bekerja sama dengan agent travel pun datang dan tak lama kemudian membawa ke komplek candi. Sesampai di gerbang tiket, terlihat kawasan wisata ini dibanjir oleh wisatawan dari Eropa dan Asia Timur dan Asia Utara seperti Jepang, China, Korea Selatan, Taiwan.
Setelah urusan tiket selesai, tukang tuk-tuk membawa ke Angkor Wat. Oleh tukang tuk-tuk saya ditunggu di tempat parkiran tuk-tuk. Saya masuk ke dalam candi ini dan merasakan takjub atas pembangunan candi ini. Terlihat candi ini dibangun atas batu-batu yang ditumpuk dan diukir dengan pahatan (lebih lanjut soal pembangunan dan sejarah candi di komplek Angkor baca di http://id.wikipedia.org/wiki/Angkor_Wat). Sebab sendiri sering meminta wisatawan dari negara lain untuk memotretkan saya.
Puas di Angkor Wat kemudian diantar ke Bayon. Di candi ini menyempatkan diri dengan petugas wisata yang berpakaian tradisional untuk foto bareng. Gratis? tidak harus bayar 1 US$.
Di sekitar Bayon, wisatawan juga bisa naik ojek gajah dengan rute mengelilingi Bayon. Nikmat di Bayon selanjutnya diantar ke Ta Phrom. Tukang tuk-tuk mengatakan, Ta Phrom paket terakhir wisata di komplek candi di Angkor. Menarik di candi ini adalah adanya pohon besar yang batang dan akarnya tumbuh dan melilit bangunan.
Dan saya puas dengan wisata di Siem Reap di komplek candi Angkor ini.
http://wisata.kompasiana.com/jalan-jalan/2014/08/07/melihat-mahakarya-candi-di-angkor-kamboja-678539.html