Home Lomba Blog KTF 2014 Kuntum Merah Putih di Pulau: Backpackeran Pulau Pulau Terluar

Kuntum Merah Putih di Pulau: Backpackeran Pulau Pulau Terluar

oleh

Merah Putih , bendera negeriku

Bunga bunga di pulau

Dengan ribuan pulau dan satu di antaranya ada di Selat Sunda

Pulau Rimau Balak

Cuaca berangin, cerah, laut tenang begitulah informasi yang aku peroleh dari salah satu temanku di atas kapal Roll on Roll Off di Selat Sunda. Pikiran yang terbersit adalah melintasi laut, tepatnya selat yang berada di Selat Sunda. Kali ini tak melintasi Selat Sunda namun Selat antara Pulau Sumatera dan Pulau Rimau Balak.

Ini adalah perjalanan kesekian kalinya ke pulau ini untuk liburan melepaskan diri dari kepenatan, mencari ketenangan dan suasana masyarakat yang dengan senang hati menerima kehadiranku sebagai seorang Backpacker.

Tak harus jauh jauh pergi karena aku masih ada di Lampung Selatan.

Pulau Rimau Balak seperti pulau pulau lainnya, Pulau ini berada di perairan Selat Sunda ini dan masuk wilayah Kecamatan Ketapang, yang sebelum mengalami pemekaran dahulu masih berada di Kecamatan Penengahan, Kabupaten Lampung Selatan.

Letak geografis terletak pada koordinat 05o51’29’’ LS dan 105o46’58’’ BT memiliki luas lebih dari 500 Ha. Pulau Rimau Balak ini sudah dihuni oleh warga sejak lama. Ada beberapa dusun di pulau ini yang masih masuk Desa Sumur Kecamatan Ketapang, dusun dusun tersebut diantaranya Dusun Peritaan, Dusun Gusung Berak, Dusun Sukamaju,Dusun Buah .

Dengan kuda besiku akhirnya seperti biasanya untuk menempuh jarak terdekat aku putuskan ke Dusun Keramat. Dusun Keramat kental dengan Pulau Kecil diantara Pulau Sumatera dan Pulau Rimau Balak, sesuai namanya pasti pulau tersebut memiliki sejarah sendiri.

Perjalanan awal bersama teman backpakerku dimulai dari dermaga sederhana (nyaris rusak bahkan di beberapa bagian). Ramah tamah seperti biasanya jurus backpacker untuk bisa membaur dengan warga. Akhirnya seorang warga Pulau Rimau Balak , Agus bersama rekannya mau mengantarkan kami. Rupanya dia baru saja selesai menjual ikan hasil tangkapannya ke tempat penjualan ikan di dusun Keramat.

Dengan perahu sederhana bermesin perahu kecil tersebut dinaiki empat penumpang. Alun tenang yang semula di pinggir sedikit berubah ketika sampai di tengah. Kecepatan terpaksa diturunkan membiarkan kami terombang ambing sejenak. Tapi akhirnya kami bisa merapat di Pulau tersebut.

Terlihat dari kejauhan kapal kapal Roll On Roll Off yang melintas dari pelabuhan Merak ke Bakauheni dan sebaliknya.

Sampai di Pulau sebagai tanda terima kasih meskipun awalnya mas Agus menolak namun kuletakkan sekedar untuk membeli rokok padanya. Kebaikan hatinya menyeberangkan kami pastinya akan kuingat.

Bukan di dermaga tapi kami merapat di sebuah rumah sehingga harus melewati teras rumah warga.

Melihat muka muka yang aneh mereka menebak kami pasti bukan dari daerah sekitar Bakauheni atau Ketapang.

Tujuan yang ingin kulihat di Pulau ini pastinya melihat dari dekat keseharian warga. Beberapa warga pun terlihat selain bertani, berkebun banyak yang memlihara ternak kambing. Perjalanan pun kami lanjutkan melihat sebentar SDN 3 Sumur yang ada di pulau tersebut, namun menurut sang penjaga sekolah hari ini memang sedang libur.

Beristirahat di rumah warga tatapanku melihat hijaunya pohon bakau yang berada di sekitar rumah warga. Dari penuturan warga beberapa tanaman bakau yang terlihat berjajar rapi ditanam seorang warga bernama Abdurrohim.

Perjalanan selanjutnya menemui pak Abdurrahim, laki laki yang masih terlihat gagah tersebut sedang berbicang dengan rekannya.

Ngobrol dengan penuh semangat akhirnya ia mengisahkan awal mula ia dengan senang hati setiap berada di pinggir pantai tak lupa memunguti setiap buah bakau yang tercecer.

Dari pengakuannya ia mulai menanam bibit bibit pohon bakau tersebut sekian tahun lalu. Namun beberapa tanaman bakau yang masih terlihat pendek diakuinya masih berumur sekitar 6 bulan.

Ia memang sudah berumur sekitar 61 tahun, tinggal di Pulau Rimau sekitar 15 tahun lalu. Badan renta tak menyurutkannya untuk pergi ke kebun menanam pisang, menanam singkong, bahkan menanam berbagai jenis sayuran untuk bisa dijual ke daratan. Setidaknya dengan menanam berbagai tanaman yang bisa dijual ia bisa membayar atau membeli bahan bakar minyak untuk mesin diesel pembangkit listriknya.

“Butuh sekitar Rp 10.000 sehari untuk menghidupkan diesel, itupun dipakai dari jam 6 sore hingga jam 12 malam. Sekedar untuk penerangan dan mencari hiburan di pulau ini, ” tuturnya padaku.

Beberapa warga di pulau ini menggunakan tenaga surya untuk penerangan serta tenaga untuk menyalakan televisi, hiburan untuk melihat dunia luar dari pulau ini.

Tapi tempat ini adalah sebuah tempat terindah yang ada di bumi ini. Setidaknya jika mau selain treking, hiking bahkan di Pulau Rimau ini ada beberapa lokasi snorkling, diving yang indah. Kalaupun ingin memancing pun lokasi ini bisa menjadi tempat yang pas.

Kapan nanti aku akan kembali mengunjungimu bungaku

Bunga Merah Putih di Pulau Rimau Balak

Lebih terinspirasi lagi dengan laki laki tua renta yang menjadi pelopor untuk melestarikan tanaman bakau. Tanpa ada yang menyuruh dan lagi lagi bukan pekerjaan proyek. Ratusan tanaman bakau tersebut aku harap saat aku diizinkan kembali sudah tumbuh subur. Ia pun tak mengharapkan imbalan apapun, hanya sebuah harapan dermaga yang ada di Pulau tersebut bisa diperbaiki serta jalan menuju perkampungan serta di sekolah yang nyaris hilang jika pasang datang.

Aku akan selalu merindukan berada di pulau ini..
Tulisan ini dapat dibaca dilink berikut ini:

Kuntum Merah Putih di Pulau : Backpackeran Pulau Terluar

Hendricus Widiantoro

Penulis

Hendricus Widiantoro

Twitter: @Henk_Widi

Artikel yang mungkin kamu suka