Home Lomba Blog KTF 2015 KAMI DAN LAWU

KAMI DAN LAWU

oleh

Kali ini aku dan teman-temanku berencana ber-pelesir ke gunung Merapi, tapi karena insiden meninggalnya anak Atmajaya yang terjatuh di kawah Merapi sehingga untuk sementara waktu gunung merapi ditutup untuk pendakian.

Sedih sih.. karena aku dan teman-temanku ingin sekali ke Merapi. Dari cerita temanku yang sudah pernah ke Merapi aku mendengar bahwa Merapi adalah tempat yang luar biasa indah, dan itupun dibuktikannya dengan menunjukkan foto, yang terus terang membuatku iri setengah mati, karena aku ingin melihat secara langsung tempat yang luar biasa itu. Dan kabar kalau Merapi ternyata ditutup untuk sementara waktu sempat  membuatku kecewa. Tapi yaah karena aku dan teman-temanku bukanlah orang cepat patah arang, maka kami langsung mengalihkan tujuan pelesiran kami ke gunung Lawu.

 

 

Blog ini aku mulai tulis saat aku sedang bengong di kereta dan baru selesai aku tulis sekarang (Aug’15).

Aku menaiki kereta api ekonomi Brantas dari stasiun Senen yang berangkat pukul 16.00 dan direncanakan akan tiba di stasiun Solojebres jam 2 subuh.

Setelah sampai di stasiun kami beres-beres cantik dulu di mushola stasiun, lalu setelah itu kami makan di warung nasi depan stasiun Solojebres (Just info, Kedelai gorengnya muanteeb!).

Sekitar jam 4 subuh kami jalan menggunakan mobil angkutan barang yang kami sewa. Harga sewa sekitar 300ribu dibagi 15 org jadi perorang di kenakan biaya Rp. 30 ribu saja sampai ke kaki Gunung Lawu.

 

 

 

Kami tiba di basecamp Cemoro Sewu pukul 06.00 pagi dan kami langsung disambut dengan udara yang dingin dan berkabut tebal di kaki gunung Lawu. Karena kabut dirasa cukup tebal maka kami memutuskan untuk memulai pendakian saat matahari menampakkan dirinya, dan alhasil kamipun mulai mendaki jam 8 pagi. Biaya masuk gunung Lawu perorang adalah sebesar Rp.10.000,- biaya itu untuk 2 hari lho…

 

Perjalanan ke puncak gunung Lawu lewat Cemoro Sewu tidak terlalu berat. Ada 6 pos yang harus kami lewati untuk sampai puncak dan rata-rata ditiap pos ada tersedia warung yg menjual aneka makanan dan minuman. Jadi sebenarnya bawaan kita tak perlu terlalu banyak, karena toh untuk makanan kita bisa beli dari warung yang ada di tiap pos.

 

 

Selama perjalanan kami menuju puncak, rute terberat menurutku pribadi ada di perjalanan antara pos 3 ke pos 4, karena jalannya cukup curam. Tapi jangan membayangkan kecuraman seperti memanjat tebing lhoo, kecuramannya gak sadis-sadis banget koq karena jalannya adalah bebatuan yg menyerupai anak tangga jadi masih aman untuk dilalui. Dalam perjalanan aku melihat rombongan orang tua yang juga turut mendaki, dan ketika aku bercakap-cakap dengan mereka aku baru tahu ternyata tujuan mereka ke puncak gunung Lawu adalah untuk bersembahyang, ternyata di puncak gunung terdapat Kuil kecil yang memang biasa dipakai untuk bersembahyang Selain itu, konon katanya mata air di puncak gunung Lawu, oleh beberapa orang, dipercaya bisa membuat awet muda (jika dibasuh ke muka) dan menyembuhkan penyakit (jika diminum).

 

Karena kami berjalan dengan santai maka waktu yang dihabiskan untuk sampai ke puncak cukup lama, kami tiba di puncak gunung menjelang malam, sekitar jam 18.00, sesampainya di puncak kami  langsung memasang tenda dan memasak makanan yang kami bawa

 

Seperti biasa, ketika kami naik gunung, di pagi hari kami selalu berburu matahari terbit, karena itu keesokan paginya kami menanti untuk melihat matahari terbit dari pucak Gunung Lawu sambil ber-narsis ria. Kami sangat senang karena setiap kami mendaki dan sampai ke puncak, kelelahan kami selalu terbayar dengan pemandangan yang indah dari atas gunung. Dari aktivitas mendaki gunung saya pribadi belajar untuk menahan ego pribadi dan bekerja sama dengan teman seperjalanan untuk sampai pada tujuan kami, puncak gunung. Kami tidak hanya berbagi makanan dan tenda, tapi kami juga berbagi beban, kelelahan dan berbagi keceriaan.

 

 

 —-Salam Petualang!—-

 

Rinsholic’s Blog

Penulis

Rina

Twitter: @inanop