Home Lomba Blog KTF 2014 Hampir Terlantar di Jogja

Hampir Terlantar di Jogja

oleh

Saat itu adalah traveling saya yang pertama tanpa menggunakan travel agent atau tour guide. Tujuan saya dan Tommy adalah benar-benar ingin merasakan perjalanan backpacking sesungguhnya. Yogyakarta atau sering disebut Jogja adalah tujuan pertama kami sebagai backpacker. Sebenarnya Tommy sudah pernah ke Jogja namun hanya sekedar seputaran Malioboro saja. Jadi kami masih belum tahu apa-apa tentang Jogja selain dari artikel-artikel yang saya baca di blog perjalanan dan beberapa rekomendasi tempat yang wajib dikunjungi menurut teman-teman.

 

Rencana awal, kami berangkat ber-delapan orang. Namun kesadaran saya akan susahnya mendapat tiket kereta ekonomi ke Jogja saat makin mendekati tanggal keberangkatan, maka saya dan Tommy sudah membeli tiket kereta 2 bulan sebelumnya. Saya sudah memperingatkan hal tersebut ke teman-teman, namun mereka optimis masih akan mendapatkan tiket kereta pada saat seminggu sebelum keberangkatan. Padahal tanggal yang kami pilih memang saat long weekend.

 

Namun ternyata, benar apa yang saya prediksi. Tiket kereta sudah ludes terjual dan jadilah hanya kami berdua yang berangkat ke Jogja. Berbekal informasi-informasi yang saya baca dan nyali yang terbilang nekat, kami berangkat menuju Jogja. Namanya juga backpacking pertama kali, peradaan nervous melanda saya sesaat. Saya pikir saya begitu nekat melakukan perjalanan ke destinasi yang belum pernah saya kunjungi sebelumnya sama sekali, dan kami juga hanya berdua. Hiiy!

 

Kami memilih kereta malam, tujuannya sudah pasti untuk menghemat waktu di perjalanan. Sepanjang perjalanan saya usahakan untuk tidur. Susahnya naik kereta ekonomi untuk perjalanan panjang adalah posisi yang kurang nyaman untuk istirahat dan tidur Karena senderan kursinya tegak lurus 90 derajat. Dan karena long weekend pula, seluruh kursi penuh terisi penumpang, mau tiduran miring juga susah. Saya sih masih bisa usahain tidur, tapi Tommy tidak bisa tidur sama sekali. Walaupun sudah ngantuk berat, tapi kok rasanya mata susah merem yah.

 

Hampir 10 jam perjalanan naik kereta dan kami tiba di stasiun Lempuyangan. Pagi hari di Jogja ternyata suasananya masih sepi dan tenang. Kami keluar stasiun dan mencari becak untuk menghantarkan kami ke daerah Malioboro.

 

Jogja memang terkenal dengan nasi kucingnya. Maka saya memesan nasi kucing untuk sarapan di pinggir trotoar jalan Malioboro. Sarapan saya itu memang sangat cocok disebut nasi kucing karena porsinya pun sedikit dan dibungkus imut. Saya saja tidak cukup 1 bungkus, apalagi Tommy. Hahaha!

 

Malioboro salah satu denyut nadi perekonomian Jogja. Kalau menjelang siang sampai ke malam, daerah ini rame banget. Penduduk setempat, turis lokal atau mancanegara berbaur disini. Jalannya tidak terlalu panjang. Disisi jalan parkir delman dan becak yang siap mengantar penumpang kemana aja disekitar kota. Diujung jalan Malioboro terdapat pasar tradisional Beringharjo yang menjual beragam batik yang harganya miring banget. Makanya harus pintar-pintar menawar. Kalau tidak ingin capek tawar menawar, di seberang pasar Beringharjo, ada sebuah toko yang menjadi favorit para turis berbelanja namanya Mirota Batik. Di Toko ini menjual pernak-pernik khas Jogja lengkap dengan berbagai macam batik dengan kualitas yang baik.

 

Setelah menyantap nasi kucing, kami memilih melipir mencari penginapan yang konon katanya bertebaran di sepanjang jalan dekat Malioboro. Tommy meyakinkan saya saat itu kalau penginapan di Jogja sangat banyak jadi tidak mungkin penuh. Kami berjalan berkeliling tanpa sadar ternyata rombongan lain juga bersama-sama dengan kami saling mencari penginapan.

 

Tapi ternyata oh ternyata, kota Jogja disaat libur panjang begini memang sangat rame bukan kepalang, sejam dua jam kami berkeliling sepanjang jalan sampai memasuki gang-gang kecil dan semakin menjauh dari Malioboro, kami masih belum menemukan penginapan. Jantungku mulai berdegub kencang. Pikiranku sudah melayang jauh, pengalaman backpacking pertamaku terlantar dikota orang.. hiiks, saya mulai mewek.. Mungkin karena sudah lelah dan penginapan tak kunjung ditemukan, saya sempat menyalahkan Tommy karena tidak mau booking penginapan dari jauh-jauh hari. Tapi apa untungnya kalau saya ngambek disituasi seperti itu. Dan yang saya kenal pun hanya Tommy, yaa.. kami hanya berdua.

 

Saya melihat turis lain juga masih berjuang untuk mencari penginapan. Sayangnya siang yang menyengat itu tak ada hasil. Akhirnya Tommy menelpon temannya untuk menampung kami beberapa hari di kosannya. Akhirnya saya bisa sedikit lega teman Tommy bersedia mencarikan kami tempat menginap walaupun tidak bisa menemani dan menunjukkan tempat-tempat menarik di Jogja. Ah, kami memang mau backpacking, mau cari sendiri dan tanya-tanya penduduk setempat.

 

Selanjutnya setelah istirahat sejenak kami melanjutkan perjalanan yang telah kami rencanakan. Ternyata dengan backpacking pengalaman perjalanan sangat berbeda dan sangat menantang. Jantung tak diduga bisa saja tiba-tiba berdegub kencang. Capek memang, tapi bagi saya justru lebih menyenangkan daripada mengikuti tur perjalanan yang kita tinggal terima beres dan duduk manis. Tapi setiap orang pasti punya selera sendiri ya. Hehehe!

 

Bagi saya point plus dari backpacking selain biaya yang kita keluarkan akan jauh lebih murah dibanding menggunakan travel agent, kita juga lebih peka terhadap lingkungan sekitar tempat yang kita kunjungi karena bagaimana pun kita akan berbaur dengan penduduk setempat untuk tanya apa pun.

 

Persiapan yang matang memang sangat penting, terutama untuk mengurangi rasa deg-deg-an atas situasi yang tidak dapat diprediksi. Berkaca dari pengalaman saya ini, setiap melakukan perjalanan selanjutnya saya benar-benar mencari informasi sebanyak-banyaknya mengenai tempat yang dituju dan memastikan tempat penginapan ada sehingga tidak jadi terlantar di kota orang. Hehehe!

Penulis

Frederika Tarigan

Twitter: @ndetigan_aza

Artikel yang mungkin kamu suka