Home Lomba Blog KTF 2014 Derawan, Cerita Liburan dari Ujung Timur Borneo

Derawan, Cerita Liburan dari Ujung Timur Borneo

oleh

Ah..rasanya tak perlu aku jelaskan bahwa Indonesia is “Dangerously” Beautiful. Aku hampir tak punya cukup alasan untuk tidak mencintai bumi kelahiranku ini, terutama pesona baharinya. Sebagai salah satu negara yang memiliki garis pantai terpanjang, Indonesia memiliki pesona wisata pantai yang beragam dengan keunikannya masing-masing.

Kali ini aku akan menceritakan satu momen yang membuatku sangat terkesan ketika liburan ke Pulau Derawan. Terkadang aku  masih miris ketika masih ada orang Indonesia belum juga mengenal pulau DerawanDerawan berada di sisi timur Borneo, hampir dekat dengan perbatasan dengan Malaysia, meski jauh dan medan yang dilalui cukup sulit, kabar baiknya adalah Pulau Derawan ini begitu indah. Sekedar mengingatkan kita akan potensi pulau – pulau terluar Indonesia, kelak esok lagi jangan sampai jatuh ke tangan negara lain.

Mobil rental kami melaju dengan kecepatan rata-rata di jalan poros dari Tanjung Redeb hingga pelabuhan Tanjung Batu tak kurang dari 3 jam penuh kami menyusuri jalan berkelok yang tak selalu mulus. Sesampainya di pelabuhan kami sudah ditunggu olehspeedboat yang telah kami sewa via telepon beberapa hari sebelumnya. Dengan rombongan tak lebih dari 8 orang, membuat kapal yang muat untuk 12 penumpang ini cukup leluasa untuk sekedar duduk bersandar. Perjalanan dari pelabuhan menuju Derawan nyaris memakan waktu 2 jam, meskipun demikian, rasanya aku tak termakan dengan rasa bosan. Sejauh mata memandang terlihatan hamparan laut biru, langit cerah dengan mega putih berarak-arakan. Bahkan sesekali dari kejauhan kami melihat lumba-lumba melompat diantara ombak yang pecah dihantam buritan speedboat lain. Begitu mengesankan.

**

Pulau Derawan terdiri dari perkampungan yang sebagian besar penduduknya menyewakan beberapa ruang kamarnya untuk penginapan, mirip dengan homestay. Meskipun nampak juga beberapa cottage yang memadati bibir pantai dengan tarif kamar permalam bisa jadi berkali- kali lipat harganya dibanding menyewa rumah penduduk.

Bermain volley pantai menjadi pilihan aku untuk menghabiskan sore pertama kami di Derawan, tawa kami pecah diantara pasir putih yang terasa begitu lembut di kaki, diam-diam semburat kemerahan menyembul dari sisi barat. Matahari pun segera digantikan tugasnya oleh temaram rembulan. Sisa malam itu kami habiskan untuk beristirahat, bersiap melibas esok hari.

Esoknya, sebelum matahari kembali datang untuk menepati janjinya, aku sudah duduk santai di atas jembatan kayu yang dibuat oleh sebuah cottage yang dibangun begitu menjorok ke pantai. Pandangan kami tak lepas dari sinar matahari keemasan yang mulai mencuat di antara awan. Setelahnya kami snorkling di spot tak jauh dari situ, ribuan ikan kecil dengan pelbagai warna menyapa kami hangat, eits.. sesekali penyu dewasa melintas di depan kami, ya…Derawan memang menjadi salah satu tempat untuk penangkaran penyu hijau, tak jarang kami menjumpai di antaranya hilir mudik berenang bersama ikan lainnya. Hari beranjak makin siang sesaat setelah kami  menghabiskan sepiring nasi dan ikan bakar ditutup dengan segelas teh hangat, aku dan rombonganku kemudian menuju ke pulau – pulau kecil di sekitar Derawan.

Pulau Sangalaki

Pasir putih, lembut, nyaris seperti bubuk merica menjadi pemandangan yang begitu mencolok dari kejauhan. Air laut yang berwarna hijau toska nampak begitu kemerlap diterpa cahaya matahari kala itu. Tak ada orang terlihat di sana, nyaris hanya kami satu-satunya rombongan yang menepikan kapal. Beberapa cottage nampak tidak lagi terurus, namun langkah kami tak surut, kami terus menyusuri sepanjang garis pantai, memasuki belantara semak dan pohon kelapa, yap., kami menuju tempat penangkaran penyu yang disponsori oleh WWF Indonesia. Di sana kami melihat telur dan baby penyu hijau. Setelahnya kami melanjutkan dengan berenang sebentar di pulau berpasir putih ini, begitu menyenangkan, seperti liburan di private island.

Pulau Kakaban

Ada yang bisa menebak apa yang kami dapatkan di pulau ini? Pulau Kakaban mirip sekali dengan danau, konon air laut yang terjebak diantara cekungan karang di tengah pulau ini membentuk danau air payau. Sepintas dari luar tak akan terlihat, namun jika kita sedikit berjalan ke dalam menyusuri jalan setapak dengan semak yang cukup rapat, betapa kita akan dibuat tercengang, pulau ini nampak lebih luas dari perkiraan kami. Kali ini kami bertemu dengan rombongan bule – bule yang sudah asyik ber-snorkling. Tak banyak membuang waktu, kami pun segera meloncat bebas ke danau, dan walaaaa….banyak sekali ubur ubur di sana, berwarna kecoklatan maupun bening dengan berbagai macam ukuran, aku seperti berenang di antara cendol karena saking banyaknya ubur-ubur yang aku temui. Tak perlu khawatir akan disengat, ubur-ubur ini sudah bersahabat, ia telah berevolusi menjadi spesies baru, tak lagi menyengat.

 

Matahari masih bersinar cukup garang ketika kami kembali dari Kakaban, meski badan terasa begitu lelah, rasanya kami tak akan melewati sore itu tanpa bermain banana boat yang akan membawa keliling pulau Derawan.

Berbekal life jacket dan alat snorkle,  tawa kami terdengar riuh di atas banana boat yang melaju cepat.  Sesekali banana boat yang kami tunggangi menukik tajam, dan kami terlempar ke laut, dan walaaaaa…. lagi-lagi kami disuguhi pemandangan menakjubkan, bisa melihat terumbu karang dan berbagai jenis ikan koral dari  kaca mata snorkel kami. Biota laut yang kami temui jauh lebih banyak daripada tempat lain yang kami kunjungi sebelumnya, hingga matahari semakin tumbang ke barat, kami baru beranjak dan pulang ke penginapan. Rasa lelah terbayar lunas dengan rasa puas yang tak ada habisnya

***

Esoknya kami harus segera mengepak tas kami, liburan dua hari dua malam ditutup dengan rasa begitu bahagia. Meski sesaat, kami harus bersyukur telah mengenal potongan puzzle dari Indonesia, surga itu adalah Pulau Derawan dan pulau sekitarnya. Kelak kami tak akan pernah puas untuk mengepak ransel kami kembali untuk menyusuri setiap lorong-lorong surga yang ada di bumi pertiwi ini. Toh kami tahu, setiap jengkalnya bumi kita ini dikaruniai kekayaan yang luar biasa. Masih ada alasan untuk tidak mencintai Indonesia?

 

-selesai-

Penulis

Fransisca Christanti Tri Wulandari

Twitter: @fsischa

Artikel yang mungkin kamu suka