Home Lomba Blog KTF 2014 Berwisata ke Taman Nasional Taroko, Bukit Para Dewa

Berwisata ke Taman Nasional Taroko, Bukit Para Dewa

oleh

Menginjakkan kaki di salah satu Taman Nasional terluas di Taiwan, Taman Nasional Taroko, menjadi sebuah pengalaman tak terlupakan. Hamparan bukit-bukit hijau yang menjulang tinggi, air terjun nan jernih, ditambah dengan kabut dingin yang perlahan turun dari atas pegunungan, membuat kita seakan ditarik melewati garis waktu, menuju dunia tempat para dewa-dewi.

Di Taman yang berada di bagian timur Taiwan, atau tepatnya di distrik Hualian, kota Taizhong, saya menyaksikan kemegahan sisa bebatuan purba yang konon dahulu berada di dasar lautan, tepat menjulang di depan mata. Tidak hanya satu, tapi puluhan. Terlintas dalam benak saya, jangan-jangan disinilah tempat Sun Go Kong bersembunyi , seekor kera yang menjadi tokoh utama dalam serial China “Perjalanan ke Barat”, mengasah diri dengan melompat-lompat lincah dari satu bukit ke bukit lainnya!

Taman seluas 920 km2 ini tentu tidak hanya menawarkan pemandangan bukit-bukit raksasa berbalut kabut putih pegunungan saja. Pasalnya, dalam pengalaman liburan selama dua hari disana, saya diajak untuk menyurusi tepian bukit, menyebrangi jembatan gantung dengan ketinggian puluhan meter, hingga merasakan sensasi dingin Gua bertirai Air. Rasanya satu minggu pun tak akan cukup untuk menguliti habis taman nasional ini.

Shakadang Trail

Kegiatan trekking tentu menjadi hal wajib yang layak dicoba. Di Taroko, terdapat beberapa titik permulaan trekking, salah satunya adalah Shakadang Trail dengan panjang 4,4 kilometer. Hebatnya, fasilitas trekking disini dibuat dengan memperhatikan keamanan dan kenyamanan pengunjung, hingga tak segan membelah bukit demi membuat terowongan yang aman dilalui pejalan kaki maupun mobil-mobil wisata yang hendak melintas. Sejumlah papan petunjuk keselamatan pun ditempatkan di kanan kiri jalan. Hati-hati longsoran batu! Hati-hati jalan licin! Jangan melompati pagar! Dan masih banyak papan peringatan lainnya.

Akan tetapi, meski saya banyak menemukan papan-papan peringatan tersebut, langkah saya tidak lantas terhenti karena ‘bahaya’ berwisata di tengah alam. Mengikuti sejumlah petunjuk arah, saya kemudian tiba di bawah jembatan merah raksasa yang menyatukan sebuah bukit dengan bukit lainnya di Taroko. Bahkan, besarnya jembatan raksasa itu tidak ada apa-apanya dengan bukit batu raksasa di Shakadang Trail. Rasanya, wow!

Lushui Teracce

Perjalanan berikutnya tak kalah seru. Di tempat ini saya merasakan berjalan di tepian bukit batu, melangkah di dalam kegelapan terowongan batuan sembari menyaksikan panorama alam yang menakjubkan. Sungai jernih melintas di bawah kaki saya, kabut pegunungan perlahan turun dari atas kepala saya. Kekaguman saya akan indahnya alam Taroko bercampur dengan adrenalin yang terpacu karena berdiri di tepi jurang sambil menengok puluhan meter ke bawahnya, hanya berpegangan pada pagar besi setinggi satu setengah meter.

Baiyang Waterfall

Untuk menuju air terjun Baiyang, pertama-tama saya harus melewati terowongan tak tembus cahaya sepanjang 500 meter. Saking gelapnya, satu-satunya cahaya yang bisa saya lihat berada di bagian ujung terowongan, membuat saya ingin cepat-cepat berlari keluar menembus terowongan Baiyang.

Begitu keluar dari terowongan pertama, mata saya dimanjakan oleh pemandangan sungai berwarna hijau jernih yang mengalir sepuluh meter di bawah kaki saya. Meski Taroko selalu dipenuhi pengunjung, namun tak tampak satu pun sampah manusia layaknya tempat wisata di Indonesia. Pasalnya, penduduk lokal dan pemandu wisata disana terus mengingatkan pengunjung Taroko untuk tidak membuang sampah sembarangan, meski seringkali para wisatawan kerap jauh dari pengawasan. Tidak ada CCTV, tidak ada orang lokal yang menemani perjalanan demi perjalanan menembus terowongan, bagi saya keindahan alam Taroko malah menjadi pengingat tersendiri, membuat saya sungkan untuk mengotori sebuah keindahan karya Tuhan.

Setelah perjalanan santai selama lebih kurang satu jam, akhirnya saya tiba di air terjun Baiyang. Saya menyaksikan luncuran massif air terjun yang keluar dari celah bukit di depan mata saya. Dari atas jembatan yang menggantung di depan air terjun Baiyang, aroma basah dedaunan, suara burung liar menyatu memanjakan segenap indera saya. Seketika, otot-otot tubuh saya menjadi rileks, sembari merekam dalam-dalam suasana tenang itu di ingatan.

Water Curtain Cave

“Siapkan jas hujan sebelum ke Gua Tirai Air”

Awalnya, saya tidak paham dengan saran dari Tuan Luo, pemandu wisata saya selama di Taroko. Dia mengatakan kalau jika tak ingin pakaian saya basah, seluruh pengunjung harus memakai jas hujan sebelum memasuki Gua Tirai Air.

Di lantai gua tersebut memang tergenang air. Saya pun harus meninggalkan sepatu saya di depan pintu masuk gua. Tapi, kalau hanya air di lantai gua, kenapa saya harus memakai jas hujan?

Pertanyaan saya kemudian terjawab setelah benar-benar berada di dalam Gua Tirai Air. Ternyata, air pegunungan merembes masuk dari bagian langit-langit gua. Bukan lagi merembes, tapi bocor! Pasti seluruh badan saya akan basah kalau tidak pakai jas hujan, seperti berjalan di bawah guyuran shower kamar mandi!

Penutup

Begitulah sekelumit gambaran tentang perjalanan wisata saya ke Taman Nasional Taroko. Disana, saya merasakan liburan yang benar-benar menenangkan hati dan pikiran. Begitu dekat dengan keindahan sejati dan menyaksikan sisa pergolakan alam dari ribuan tahun silam. Rasanya perjalanan ini menjadi pengingat betapa saya sebagai manusia hanya sebuah bagian kecil dari keseluruhan alam semesta. J

Penulis

Vera Triyani

Twitter: @verrjoy

Artikel yang mungkin kamu suka