Saya tidak tau, apakah saya beruntung, atau tidak..
Begini ceritanya..
Minggu lalu saya mengikuti Festival Petualang Nusantara, kali keempat ini diadakan di Pantai Guci Kapal, Lampung, Indonesia.
Event tahunan ini berjalan 3 hari 2 malam. Saya pergi kesana bersama beberapa teman yang sama-sama baru pertama kali ikut acara ini: Galuh, Rina, Rima, Ema, Jaffar, Sepri dan saudarinya, April. Titik pertemuannya di Terminal Kampung Rambutan, lalu naik bis ke Pelabuhan Merak untuk kemudian menyebrang dengan kapal komersil ke Pelabuhan Bakauheni. Dari Bakauheni, sewa angkot ke Pantai Batu Kapal. Total untuk sekali jalan menghabiskan Rp. 70.000/orang.
Kami tiba sekitar jam 8 pagi di Guci Kapal. Pantainya adalah pantai berpasir hitam dengan lingkungan yang masih asri, disini kami berpapasan dengan kepiting dan ikan dengan mudahnya, bahkan kami mendapatkan sambutan selamat datang dari ular hijau berbisa didalam tenda kami.
Setelah membangun tenda, sebagian dari kami menggelar alas di pantai dan tertidur dibawah rindangnya pohon, sebagian yang lain mengikuti sharing session dari para petualang dan penulis travel. Salah duanya adalah Don Hasman, seorang petualang, dan fotografer enerjik yang berkecimpung sejak tahun 1950an dan masih menggeluti bidang yang sama hingga umur 70an sekarang, dan Teguh Sudarisman, seorang (yang seharusnya) kimiawan namun pada akhirnya menetap sebagai penulis perjalanan dan fotografer perjalanan.
Acara ini membebaskan kami untuk memilih; tidur sepanjang hari, bergabung di sharing session, atau mengikuti aktivitas fisik yang diadakan; paramotor, snorkeling, mendaki Rajabasa, mendaki Krakatau, bersepeda di seputaran Kalianda, penanaman pohon Gaharu, ikut training menghadapi ular yang diadakan oleh Sioux atau ikut tree climbing yang diadakan oleh Tree Climbers Organization.
Sampai akhirnya kami memilih menanam Pohon Gaharu, snorkeling, dan mendaki Krakatau untuk upacara bendera.
Banyaknya yang memilih snorkeling membuat kami penasaran ada apa, dan kami mendapati bahwa dunia bawah air di Guci Kapal ini unik, ini kali pertama kami mendapati terumbu karang dan rumput laut sangat subur dan padat sejak di bibir pantai. Hal ini membuat kami berenang sejak awal memasuki air agar terumbu karang tidak rusak karena kaki-kaki kami. Kali itu memang kami tidak mendapati pemandangan bawah laut yang jernih, mungkin karena cuaca, lumpur, atau banyaknya pengunjung.
Kami snorkeling sampai matahari nyaris terbenam. Di Guci Kapal, matahari tidak akan menghilang dibalik horizon, matahari akan menghilang dibalik gunung nun jauh diseberang. Tapi pemandangan matahari terbenam selalu indah, dilihat dari pantai, dari rooftop hotel, dari dalam mobil diantara kemacetan Jakarta, menghilang di balik horizon atau menghilang tertutup gunung.
Sejalan dengan matahari yang bertukar dengan bulan, kami kembali bersantai di pinggir pantai, berbaring menatap langit penuh bintang, dan bernyanyi lagu reggae tentang kopi hitam bermerek kupu kupu.
Teng! 17 Agustus 2015 kami bangun pagi-pagi sekali, kali itu Galuh terpilih masuk kedalam tim pengibaran bendera di bawah laut, sementara saya dan 7 rekan lainnya ikut dalam tim pengibaran bendera di lereng Krakatau.
Kami berangkat menggunakan kapal bermesin, ditemani matahari terbit, 3 jam menuju Krakatau. Dengan bendera ditangan, kami mendaki dan melakukan upacara bendera tepat pukul 10 pagi, pada kemiringan lereng Krakatau.
Jujur saja, ini upacara bendera kami yang pertama setelah bertahuuun-tahuun, tapi ini adalah upacara yang paling mengharukan. Melakukan upacara bendera ditempat yang ingin dikunjungi sejak beberapa tahun belakangan adalah suatu hal diluar bayangan kami.
Bersama teman, mengunjungi tempat indah, melakukan upacara bendera menyambut kemerdekaan, saya merasa kurang beruntung karena saya terlambat mengetahui acara ini, saya terlambat 4 tahun!.
Dan saya merasa beruntung, karena saya memiliki teman yang memberitahukan kegiatan ini melalui timeline facebook-nya.
Tahun depan, saya akan ikut lagi, dengan lebih banyak teman tentunya.