Aroma hio mulai tercium. Di sudut-sudut kampung tampak berdiri kokoh klenteng-klenteng yang didominasi warna merah. Singkawang ada di depan mata. Sejenak sebelum memasuki kota yang berjuluk Kota Seribu Klenteng ini, saya teringat janji kepada seorang kawan untuk membawakan oleh-oleh keramik. Tak pelak, saya pun mencari tahu tentang sentra industri keramik di tempat ini. Sembari menyeruput kopi di sebuah kedai, saya mulai mengulik informasi dari warga tentang keberadaan para perajin keramik.
Seorang warga menunjukkan jalan menuju sentra industri keramik tradisional itu. Disebut tradisional, lantaran industri ini belum tersentuh mesin-mesin modern. Semua masih menggunakan tenaga manusia. Mulai dari membuat pola, membentuk, menjemur, mewarnai, hingga membakar, masih dikerjakan dengan tangan manusia.
Mendengar pentunjuk dari sang warga itu, saya pun lantas bergegas. Tak lama berjalan kaki, saya menemukan sebuah sentra pembuatan keramik. Di bagian depan berjajar etalase yang diisi aneka macam kerajinan yang terbuat dari keramik. Setelah berbasa-basi dengan sang pemilik, saya diijinkan masuk melihat proses pembuatan aneka benda berbahan dasar keramik. Ini benar-benar pengalaman yang belum pernah saya lihat dan rasakan. Saya dapat melihat langsung pembuatan benda berbahan keramik, seperti mangkok, piring, gelas, aneka souvenir, dan guci beragam ukuran.
Warga setempat menyebut tempat ini sebagai Tungku Naga. Di Singkawang, Kalimantan Barat, pembuatan keramik dengan tungku naga sudah mulai ditinggalkan. Sentra-sentra industri keramik telah menggunakan mesin-mesin modern untuk menghasilkan keramik.
Terbersit satu tanya dalam benak, mengapa tempat ini diberi nama Tungku Naga? Belum sempat mengucapkan tanya, jawaban sudah ada di depan mata. Sebuah tungku, tempat membakar keramik-keramik terlihat memanjang dan mengeluarkan asap di ujungnya. Tungku ini bak naga yang sedang berbaring mengeluarkan asap panas. Setelah puas membakar diri, sang naga pun siap mengeluarkan keramik-keramik yang ciamik.
Karena hari itu tidak ada proses pembakaran, saya pun diijinkan menikmati panasnya Sang Tungku Naga. Tungku ini menyerupai sebuah terowongan setinggi satu setengah meter yang terbuat dari tanah. Panjang tungku ini mencapai 20 meter. Meski tak ada pembakaran, namun suhu di dalam tungku itu amat panas dan terasa pengap. Beberapa pekerja tampak sedang membersihkan bagian dalam tungku.
Keramik dari Singkawang memang telah dikenal sejak dulu. Sentuhan budaya Cina amat terasa dalam keramik-keramik asal Singkawang ini. Harga karya keramik di tempat ini juga beragam. Mulai dari Rp 1.500 untuk mangkok atau piring berukuran kecil, hingga guci-guci yang harga mencapai puluhan jutaan rupiah. Tak hanya untuk konsumen dalam negeri, benda-benda berbahan keramik ini pun dikirim hingga mancanegara.
Maka jika ke Singkawang, jangan lupa berburu keramik-keramik cantik yang keluar dari perut sang naga.