Kamis, 14 Mei 2015
Pagi itu di areal perkemahan Danau Segara Anak.
Beberapa teman satu tenda Saya telah bangun pagi itu. Juga Pak Kadri (porter kami), yang masih setia dengan penutup kepala, jaket dan celana pendeknya. Ia terlihat begitu sibuk dengan botol-botol kosong bekas air mineral bervolume 1,5 liter yang disusun dengan seadanya ke dalam ransel gendong miliknya. Kemarin malam, Pak Kadri berujar akan membawa kami ke sebuah pemandian air panas alam gratis sembari Ia akan mengisi air minum di sumber mata air terdekat. Mungkin hal inilah yang menjadi sebuah alasan pasti mengapa kami berani bangun pagi dikala itu.
Walaupun ajakan Pak Kadri begitu menggiurkan, namun tidak semua dari kami berhasil beranjak dari pelukan sleeping bag pagi itu. Hanya Saya, Mas Yudha, Mas Agung, Dede, Ivan dan Ari yang beranjak pergi menemani Pak Kadri. Sisanya, mungkin masih sibuk berkutat dengan nikmatnya alam mimpi di dalam pelataran tenda. Entahlah. Mentari memang belum menampakkan wajahnya saat itu. Setelah bersiap dengan membawa pakaian ganti, kami berenam beserta Pak Kadri akhirnya pergi berangkat untuk sebuah momen penting yang sangat berharga bagi kesehatan tubuh: Mandi. Atau lebih tepatnya mungkin berendam. Kami menjadi kelompok pertama kala itu yang berhasil menembus dinginnya pagi untuk mandi diantara para pendaki lain. Estimasi waktu Pak Kadri memang sungguh tepat. Salut.
Untuk dapat berhasil mencapai pemandian air panas di sekitaran Danau Segara Anak yang berjarak sekitar 200 ke arah timur ini, dibutuhkan tenaga dan langkah ekstra mantap dikarenakan jalurnya yang sedikit licin. Menyebrangi aliran air, memanjat bebatuan hingga menuruni turunan yang mengharuskan kita berjongkok guna menjangkau tanah pijakan dibawahnya, adalah sedikit deskripsi dari beberapa cobaan yang kami hadapi pagi itu. Aliran air yang kami lewati sendiri merupakan aliran air dari Sungai Kokok Putih yang akan bermuara di Danau Segara Anak. Untuk jalurnya sendiri, merupakan jalur pendakian Torean, yang terkenal dengan gua-gua, air terjun dan sumber air panasnya.
Sekitar 20-30 menit berjalan, kami berenam akhirnya tiba di salah satu kolam air panas pertama yang kami temui kala itu. Tanpa banyak basa-basi, kami berenam sekaligus Pak Kadri kemudian menceburkan diri ke kolam tersebut. Di bagian dinding kolam terdapat semacam pipa besi sebagai tempat mengalirnya air. Air bukan sembarang air, suhunya lumayan panas. Peralihan kondisi temperatur dari dinginnya pagi ke hangatnya air di kolam pemandian ini, sangat teramat sukses membuat sekujur tubuh kami kaget. Terkecuali Pak Kadri, yang pagi itu begitu sangat menikmati berendam dengan mengenakan kaos ketat miliknya yang berwarna hitam. Amboi.
Kolam pemandian alam atau yang mungkin (menurut hemat Saya) lebih baiknya dapat disebut dengan hot spring water bathup for free di sekitaran Danau Segara Anak ini memang cukup banyak ditemui di dalam perjalanan menuju tempat pengambilan air bersih untuk minum. Warga sekitar biasa menyebutnya dengan Aik Kalak, yang berarti Air Panas. Kandungan belerang yang tinggi di sekitaran sumber air panas ini ditandai dengan dinding-dinding bebatuan hingga pipa-pipa besi tempat mengalirnya air yang terlihat menguning, bahkan sangat kuning. Untuk tingkatan suhu airnya sendiri, kolam yang paling atas di dekat tempat keluarnya air pertama kali dari bebatuan, memiliki suhu air yang paling panas dibandingkan dengan kolam-kolam dibawahnya yang secara tidak langsung memang telah mengalami pengenceran ataupun penurunan panas di badan airnya. Bahkan saking panasnya menurut Pak Kadri, suhu air di bagian kolam paling atas dapat digunakan untuk merebus telur hingga matang. Luar biasa bukan?
Pagi itu, berendam sembari cuci-cuci badan di kolam air panas alam gratis nan eksotik tersebut sukses mengangkat sisa-sisa kotoran di kulit kami yang telah hinggap selama tiga hari pendakian berlangsung. Ya, saat itu Saya dan beberapa teman memang sedang melakukan liburan panjang untuk mendaki Puncak Rinjani 3726 mdpl di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Selepas memuncaki Rinjani, Danau Segara Anak dan Aik Kalak biasanya memang sangat direkomendasikan sebagai destinasi guna melemaskan diri sejenak setelah berjalan menanjak sekian lama, apabila jalur turun kelak melalui Desa Senaru. Sangat tak disangka memang. Dibalik istimewanya Danau Segara Anak, ternyata didalamnya masih tersimpan keistimewaan-keistimewaan lain yang seolah sudah dibentuk oleh alam agar dapat bersinergis dengannya.
Alam menyediakan banyak, tanpa kita harus banyak meminta, right?
Selepas beranjak dari kolam, badan kami berenam terasa amat ringan, walaupun nyatanya berat badan masihlah tetap sama di nominal angka 60 keatas (jadi aja curhat, hahaha). Oh iya, satu lagi. Karena masih di dalam naungan Taman Nasional Gunung Rinjani, jadi jika memang berniat untuk mandi-mandi sambil berendam di wisata Aik Kalak ini, kita diharuskan melakukan registrasi terlebih dahulu di Rinjani Information Center di Sembalun (Jalur Selatan) atau bisa juga melalui Desa Senaru (Jalur Utara). Biayanya sendiri tidak mahal, kok. Hanya Rp. 15.000 per orang per tiga hari. Satu hal yang mungkin akan menjadi kendala utama adalah soal jarak, dikarenakan jarak dari desa terakhir (baik Sembalun maupun Senaru) menuju Danau Segara Anak sendiri akan menghabiskan perjalanan sekitar 2 hari 2 malam. Luar biasa bukan? Hehe.
“Karena memang kesenangan, keindahan dan kenyamanan hanya akan tiba setelah kita berlelah-lelah berjuang, bukan?”
Selamat berlibur.