Home Mau ke Mana?DestinasiLokal Lombok: Dari Bau Nyale hingga Perang Topat

Lombok: Dari Bau Nyale hingga Perang Topat

oleh Kompas Klasika

Rough Guides, penerbit asal Inggris, awal tahun ini merilis hasil survei global tentang destinasi terindah di dunia. Hasilnya, Indonesia menduduki peringkat keenam dan satu-satunya negara Asia yang masuk 10 besar. Dalam daftar destinasi yang wajib dikunjungi di Indonesia versi Rough Guides, mendaki gunung Rinjani di Lombok adalah salah satunya.

Menyebut nama Lombok memang tak bisa lepas dari kemegahan Gunung Rinjani. Namun, Lombok juga ibarat tempat pelabuhan bagi pencinta gunung maupun pantai dengan pesona Pulau Gili yang tersebar. Tak hanya keindahan alam, Lombok menyajikan keindahan budaya dan sejarahnya yang tak pernah bosan diulik.

Lombok, yang tengah menata diri untuk kembali bangkit setelah terkena bencana gempa bumi pada medio tahun lalu, kini tengah menyiapkan festival tahunan. Festival Bau Nyale akan segera dihelat pada 17–25 Februari 2019, yang menjadi salah satu titik momentum untuk kebangkitan industri pariwisata Lombok. Salah satu festival andalan pemerintah ini akan menghadirkan 14 kegiatan yang memberi pengalaman menyeluruh bagi wisatawan untuk mengintip kehidupan keseharian masyarakat Lombok. Di antaranya pemilihan Putri Mandalika, lomba selancar, lomba foto, dialog budaya, kampung kuliner, parade budaya, dan pergelaran seni budaya.

Festival Bau NyaleFestival Bau Nyale

Ini merupakan festival tertua di Lombok dan merupakan bentuk syukur kepada Sang Pencipta. Dalam bahasa Sasak, Bau Nyale berarti menangkap cacing laut atau nyale, yang hidup di lubang-lubang batu karang. Atraksi ini dilakukan pada malam puncak festival, yakni 24–25 Februari 2019, di Pantai Seger. Tak hanya warga lokal, wisatawan bisa turut serta mencoba menangkap nyale.

Menurut kepercayaan warga setempat, Bau Nyale merupakan ritual sakral karena berhubungan dengan keselamatan dan kesejahteraan. Cacing atau nyale yang ditangkap dipercaya membawa keberkahan untuk menyuburkan tanah petani.

Festival Bau Nyale ini pun tak lepas dari legenda setempat, yang menceritakan kisah Putri Mandalika. Diyakini, cacing yang ditangkap adalah jelmaan Putri Mandalika yang menceburkan diri ke laut selatan Pulau Lombok karena tak ingin memilih satu dari tiga pangeran yang ingin menikahinya. Ia memilih mengorbankan dirinya ke laut dengan berubah menjadi nyale agar keberadaannya bisa lebih memberi manfaat pada orang lain.

Festival Bau Nyale ibarat pembuka tahun yang mendatangkan gelombang turis. Pulau yang bisa dinikmati sepanjang tahun ini identik sebagai destinasi tropis idaman berkat keindahan alam dan pulau-pulaunya. Namun, Lombok tak hanya tempat bermandi matahari, tetapi juga untuk menyimak kehidupannya yang unik.

Agenda Festival Bau Nyale

Bulan Februari

171921222324
Lomba selancar di Pantai Gerupuk; Lomba foto bertema Bau Nyale (sampai 23 Februari)
Pertunjukan tradisional peresean di Pantai Senek (sampai 23 Februari)
Pameran ekonomi kreatif, desa wisata, dan pagelaran busana karya Samuel Watimena di Selasar Bazar Mandalika dan seminar
Mandalika Berzikir bersama Ustad Yusuf Mansyur di Masjid Nurul BiIlad
Parade budaya dari 10 kabupate/kota di NTB, menggandeng Jember Fashion Carnaval, di Kota Praya, Kabupaten Lombok Tengah
Malam puncak pemilihan Putri Mandalika; Kampung kuliner; Malam puncak Bau Nyale, di Pantai Seger (sampai 25 Februari)

Nyongkolan di LombokNyongkolan

Nyongkolan adalah bagian dari tradisi pernikahan di Lombok. Setelah akad nikah dan resepsi selesai, sepasang pengantin diarak beramai-ramai dengan berjalan kaki dari rumah mempelai pria menuju rumah mempelai perempuan, lengkap dengan pakaian adatnya. Tujuannya untuk bersilaturahmi serta memperkenalkan pada warga sekita bahwa keudanya telah resmi menikah. Prosesi nyongkolan biasanya dilakukan sore hari dan arak-arakan biasanya diiringi rombongan musik seperti gendang beleq atau kecimol yang semakin memeriahkan suasana.

Pura Lingsar

Pura terbesar di Lombok, dengan luas 26 hektare. Dibangun pada 1741 oleh Raja Anak Agung Ketut Karangasem, pura ini menjadi simbol kerukunan agama Hindu dan Islam di Lombok. Pura ini terbagi menjadi dua wilayah, yakni Pura Gaduh untuk umat Hindu dan Pura Kemaliq untuk umat Islam. Itu sebabnya, Perang Topat diadakan di pura ini.

Banyumulek LombokDesa Banyumulek

Desa ini terkenal dengan industri kerajinan gerabahnya. Hampir seluruh penduduk desa adalah perajin gerabah yang menghasilkan seni berkualitas melalui motif, bentuk, dan pewarnaan gerabah. Seluruh proses pembuatan dilakukan secara tradisional dengan peralatan sederhana dan pewarna alam. Di sini, kita bisa melihat langsung pembuatan gerabah dan belajar membuatnya. Hampir di setiap rumah di desa ini memiliki galeri gerabah tersendiri. Tiap-tiap perajin pun memiliki ciri khas tersendiri. Gerabah Desa Banyumulek yang detail dan dihiasi ragam ornamen khas Lombok pun menjadi salah satu suvenir yang selalu dicari selain kain songket dari Lombok. Gerabah ini pun banyak diekspor ke luar negeri.

Perang Topat

Nama dan tujuannya amat kontrakdiktif. Perang yang ini bukan untuk bertarung, tetapi justru menjadi wujud kerukunan umat Hindu dan Islam di Lombok. Perang topat tak lain adalah perang ketupat. Dilangsungkan di Pura Lingsar, sebelum proses perang dimulai, ketupat terlebih dulu didoakan lalu dibagikan kepada semua orang. Bukan hanya masyarakat Lombok, wisatawan pun biasanya larut dalam aksi saling lempar ketupat ini. Tradisi ini biasanya dilangsungkan pada akhir tahun, kisaran November – Desember. [ADT]

Artikel yang mungkin kamu suka