Home Lomba Blog KTF 2017 Ada pelangi di kota Semarang

Ada pelangi di kota Semarang

oleh Dimitri Herlambang

Ada pelangi di bola matamu adalah sepenggal lirik lagu milik grup band Jamrud. Eeh… tunggu dulu! Ternyata ada pelangi di kota Semarang. Ya, benar. Dia hinggap di kota Semarang… Hehehe. Ternyata ada satu ikon wisata baru di kota ini, namanya Kampung Pelangi. Ya benar, kampung ini memang sedang menjadi berita hangat di beberapa media online ataupun media sosial, bahkan sudah mendunia. Dari 391 rumah di kawasan ini, total saat ini rumah yang sudah berubah kelir seperti warna bianglala ini mencapai kurang lebih 240.

 

Kampung Pelangi berada di kawasan yang terkenal dengan sebutan Gunung Brintik – tepatnya di kampung Wonosari, kelurahan Randusari, kecamatan Semarang Selatan. Kawasan ini dulunya terkenal dengan kawasan kumuh. Sejak imbas krisis moneter pada tahun 1997, penduduk mayoritas di sini adalah pengangguran. Banyak juga yang menjadi pengamen ataupun pengemis. Pagi itu saya bertemu dengan Pak Kaswadi, seorang pengrajin pot yang sudah tinggal di kampung ini sejak 1980an. Ia menemani saya sekedar menyesap secangkir kopi di sebuah warung.

 

“Menurut berita, pemerintah kota sudah mengucurkan dana hingga 300 juta Rupiah untuk pembangunan kampung sini. Itupun sampai saat ini masih belum rampung.” Pak Kaswadi menjelaskan sambil menghisap dalam rokok kreteknya. Menghembuskan asap putih pekat ke udara.

 

“Beberapa rumah malah rencananya akan dibedah dulu sebelum di-cat. Ada beberapa rumah yang masih kumuh, akan dirombak bagian atapnya. Baru kemudian dilanjutkan dengan pengecatan di bagian luar rumah. Sementara bagian dalam dibiarkan seperti apa adanya, otentik.” tambahnya.

 

Beberapa fasilitas sebagai penunjang kawasan wisatapun mulai dibangun. Menyusul toilet yang sudah ada sebelumnya, saat ini sedang dikerjakan tempat istirahat untuk pengunjung dan juga pusat kuliner. Sepertinya pemerintah kota Semarang cukup serius menggarap kawasan ini sebagai ikon baru wisata.

 

Masalah klasik sepertinya adalah kurangnya lahan untuk parkir untuk para pengunjung. Jika akhir pekan akan tampak kemacetan yang mengular di sepanjang kawasan ini. Tetapi pemerintah kota Semarang tampaknya cukup perduli dengan problema ini, buktinya mereka sedang menggarap sebuah lahan yang cukup luas. Saya melihatnya berbarengan dikerjakan dengan tahapan pengerukan sungai yang letaknya tepat di depan Kampung Pelangi ini.

 

Setelah selesai dengan tahap pengerukan, sungai kecil yang terkenal dengan nama Kali Semarang itu nantinya akan ditempatkan perahu-perahu supaya pengunjung bisa menikmati wisata air. Sebelumnya Kali Semarang memang mengalami pendangkalan yang hebat. Bahkan boleh dikatakan kali itu dalam tahap “sakit parah” dan berbau tidak sedap.

 

Konsep kampung pelangi ini bukanlah yang pertama kali ada di Indonesia. Sudah ada 9 daerah yang mengambil konsep kampung warna-warni atau pelangi. Sebut saja nama kp. warna warni Jodipan di Malang, desa wisata Bejalen – Ambarawa, kp. warna-warni Code – Yogyakarta, kp. Kelir di daerah Kroman – Gresik, kp. Penas di Cipinang Selatan, kp. Wisata Lubuk Linggau, kp. Wisata Teluk Seribu – Balikpapan, kp. Kali Lo – Banyuwangi serta kp. Bulak – Kenjeran di Surabaya. Segera menyusul kemudian yaitu sebuah kampung di lembah Tidar – Magelang.

 

Pembangunan kawasan wisata seperti Kampung Pelangi di Semarang ini sudah barang tentu akan mengubah penampilan dari wajah kumuh menjadi lebih berseri. Lebih kekinian dan Instagramable. Tentunya akan menjadi suatu perubahan yang lebih baik, dilihat dari sisi meningkatnya taraf hidup masyarakat yang ada di kawasan tersebut. Pendapatan meningkat berujung pada naiknya tingkat kesejahteraan. Dari sisi bisnis pertanahan, jelas akan meningkatkan harga tanah atau rumah di kawasan ini. Padahal sebelumnya, siapa yang melirik kawasan kumuh ini.

 

Hingga saat ini untuk masuk ke dalam kawasan wisata ini masih belum dikenakan tarif, karena memang belum diresmikan oleh dinas pariwisata ataupun pemerintah kota Semarang. Tidak usah pusing dengan urusan logistik makan ataupun minum, beberapa rumah sudah ada warung yang siap menyediakan pesanan anda.

 

“Pemerintah kota memfasilitasi cat untuk bagian tembok dan atap rumah. Sementara untuk jalan kampung, pengecatan dilakukan atas partisipasi warga. Uangnya pun urunan warga setempat. Mural yang di dinding itu hasil karya para pelukis Semarang. Mereka tidak dibayar lho. Sukarela” jelas Pak Kaswadi, kali ini sambil menyesap kopi hitam di gelasnya. Guratan kulit menua jelas terlihat di wajah dan tangannya.

 

Saya mohon ijin meninggalkan Pak Kaswadi di warung dengan secangkir kopinya, demi melanjutkan menelusur jalan-jalan sempit dan menanjak di perkampungan ini. Beberapa warga tampak sedang larut dalam aktifitas paginya. Saya sendiri asyik menikmati torehan warna-warni mural di dinding ataupun jalan-jalan setapak. Tampak beberapa pengunjung sudah mulai berdatangan. Sesekali pula mereka ber-swafoto di depan mural-mural yang terdapat di tembok rumah warga.

 

Masih banyak pekerjaan rumah untuk pemerintah kota Semarang demi menggarap kawasan wisata ini. Beberapa diantaranya boleh saya catat:

 

  1. Tidak tersedianya homestay atau guest house di kawasan ini perlu diperhatikan. Mengapa? Biasanya wisatawan dari luar negeri lebih suka dengan kondisi yang otentik – mereka sangat tertarik untuk berbaur dengan warga lokal ketimbang harus menginap di hotel.
  2. Perlu adanya peta kawasan Kampung Pelangi yang bisa menuntun pengunjung lengkap dengan titik-titik persinggahan, untuk sekedar istirahat atau ber-swa foto.
  3. Dibuatkan kafe sederhana di titik-titik tertentu (di pelataran rumah warga misalnya), dengan rasa ontentik khas Semarang di kecap rasa.
  4. Tidak adanya atraksi kesenian dari warga lokal. Mungkin bisa ditampilkan misalnya kesenian tari atau seni membatik di rumah warga atau balai pertemuan warga, sehingga pengunjung bisa menikmati kekayaan budaya lokal – ketimbang hanya menikmati Kampung Pelangi dengan berfoto-foto saja tetapi tidak ada kenangan suguhan budaya.

 

Tentunya untuk mewujudkan sebuah kawasan wisata yang mumpuni, dibutuhkan sebuah kerja keras dan kerjasama dari berbagai macam pihak.

 

“Paling tidak saat ini kota Semarang sudah dapat berdiri sejajar dengan kota Cinque Terre di Italia, Olinda di Brazil maupun Guanajuato di Mexico”

 

Semoga wangi harum Kampung Pelangi ini semakin semerbak,  jangan lupa bawa serta Bandeng Presto dan Wingko Babat semakin tenar hingga ke pelosok dunia lebih dari hari ini. Teruslah berbenah dan bersolek. Ciptakan lebih banyak kreasi kotamu dengan tema-tema yang mendunia.

Oleh : Yokhanan Prasetyono

[gravityform id=”40″ title=”true” description=”false”]