Kali ini saya mau membahas soal travelling yang suddenly jadi nightmare. Bukan nightmare yang horor sih, hanya membuat jadi tidak seperti liburan, karena biasanya kalau liburan kan senang-senang, ini malah malah membuat nyesek. Jadi waktu itu, duluuuuu banget (sudah lama sekali ini, jaman Firaun masih pakai popok), saya diajakin papah liburan ke Garut. “Oh Garut”, aku pikir. “Dekat lah, paling 2 ato 3 jam dari Bandung. Hayu deh,” begitu pikirku. Terakhir saya ke Garut waktu masih sebesar upil, jadi lupa-lupa ingat. Jadi pergilah kami di suatu hari yang telah ditentukan. Saya bertiga dengan mamah papah di satu mobil. Trus ada satu mobil lagi teman-temannya papah. Katanya sih kita mau ke Pantai Rancabuaya di Garut, kebetulan ada teman papah yang sudah tua tinggal disana, jadi sekalian nengok. Pernah dengar Pantai Rancabuaya? Tidak ya? Ya sudah deh, semoga sih ada di peta. Saat itu belum ada GPS seperti sekarang, masih jamannya Atlas. Ingat Atlas tidak?? Bukan sarung Atlas! Repot kan kalau di jalan buka-buka Atlas.. Jadi saya benar-benar blank gambaran tentang tempat itu. Tapi ya sudahlah saya pikir, pergi bersama mamah papah kan pasti aman. Selain itu supaya tahu tempat baru.
Lalu mulailah kita jalan ke Garut, dari Bandung pagi-pagi sekitar jam 9. Samapai di Garut sekitar jam 12 siang karena kita sempat makan siang dulu sebentar di Ikan Pindang Ma Ecot (ingat, pakai ‘c’ bukan ‘r’). Ini tempat lumayan terkenal juga, rekomen buat yang mau ke Garut. Trus dari Garut kota itu, kita melanjutkan perjalanan kembali ke jalan-jalan pelosok Garut yang saya tidak tahu sama sekali nama daerahnya (tidak bawa Atlas kan).. Awal-awal sih jalannya lumayan mulus, sudah diaspal. Terus sekitar 1 jam berkendara, dari kejauuuuuuhan (jauh banget soalnya), sudah terlihat ada pantai. “Wah sudah mau sampai nih,” pikirku. Jalanan makin berkelok-kelok dan turunannya cukup terjal. Lama juga jalanan dalam kondisi seperti itu, kira-kira 1 jam. Gumam saya, “Koq tidak sampai-sampai ya?? Saya sudah mual nih.” Ternyata penderitaan ini belum berakhir, setelah itu jalanan berubah menjadi berbatu-batu. Ayeeee!!! Kondisi jalan lumayan bisa buat pijit, pijit yang membuat badan malah menjadi sakit. Turunan terjal, kadang sedikit tanjakan curam, jalan yang berkelok-kelok ekstrim, ditambah guncangan dari jalanan berbatu, sukses membuat saya mabuk. Ingin muntah, tapi ingat ikan yang siangnya dimakan, sayang kalo dimuntahin. Saya tahan aja deh. Hehehe.. Di tangan sudah siap-siap kantong kresek nih. Memang sih kalau pergi bersama papah mamah itu aman, tapi kan kalau mabuk urusan masing-masing! Itu yang saya lupa.
Finally, setelah kira-kira 2 jam mabuk disko di jalan, sampailah kami di pantai yang dari tadi sudah keliatan dari jauuuuuh itu. Sempet terpikir, bagaimana nanti pulangnya ya? Perjalanan ini terasa sangat menyedihkan berat, mampukah saya melewatinya sekali lagi? Apa saya tinggal di sini saja ya, siapa tahu bertemu jodoh. Haha.. Ini diluar ekspetasi saya saudara, saya membayangkan jalanannya seperti kalau ke Pangandaran, jauh tapi setidaknya jalanannya sudah nyaman dan mulus. Nah ini? Cocok untuk off road ini sih.
Setelah sampai, kita langsung menuju rumah teman papah yang tinggal di sana. Kita menginap di rumah teman papah karena saat itu belum ada hotel. Jangankan hotel, losmen ato hostel saja tidak ada. Jadi kalau waktu itu datang kesana, menginapnya di rumah penduduk atau mendirikan tenda sendiri di pinggir pantai. Sekarang sih katanya sudah mulai ada penginapan. Lalu kami Istirahat sebentar, sembari menikmati kue-kue dan teh manis yang disuguhkan. Rumahnya lumayan nyaman, eeeh tapi setelah saya sadari, ternyata WC-nya tidak ada pintunya! Hanya ditutupi oleh kain yang tipis dan mnerawang. Langsung terbayang, bagaimana kalau sewaktu mandi tiba-tiba ada yang buka?! Aaaaah, nanti saya ternoda! Apa tidak usah mandi saja? Begitu kepanikan-kepanikan yang terbersit, lupa kalau ada mamah yang bisa menjagakan.
Pantainya cukup oke, masih sangat bersih. Pinggir-pinggirnya masih banyak semak-semak dan tanaman bakau, belum terkesploitasi. Sayangnya tidak diajurkan untuk berenang karena ini termasuk pantai selatan jadi ombaknya besardan bergulung-gulung. Pasirnya bukan pasir putih, tapi tetap eksotis. Lalu sewaktu kami berjalan-jalan di pantai, anaknya teman papah ini bilang kalau di pinggir pantainya suka ada harimau. Haaaaah??? Muncul dari mana harimaunya om? “Harimau jadi-jadian,” katanya. *glek* Langsung saya clingak-clinguk. Mamaaaaah, pengen pulaaaaang!! Aduuuuuh, tapi kalau pulang takut mabuk lagi di jalannya. Bagaimana ini??
Besoknya kami pulang sekitar pukul 4 sore. Ketika hendak jalan pulang, saya udah menyiapkan diri lahir batin untuk menghadapi jalanan off road itu lagi. Langit terlihat sudah mendung. Pertanda antara tidak rela kalau kita pulang atau malah terharu, akhirnya mereka pulang juga. Hehe.. Laluuuu, tepat seperti prediksi saya, hujan turun seketika. Jalanan off road plus hujan yang lumayan lebat menciptakan perasaan ketar ketir yang tak menentu. Deg-degan juga soalnya ban mobil sempat selip sedikit, lalu di tanjakan yang cukup terjal, ban mobil beneran selip! Kondisi jalanan dengan tanah merah berbatu, membuat mobil semakin selip. Semakin digas malah semakin mundur. Teman-teman papah turun dari mobil semua, berhujan-hujanan mendorong mobil. Nampaknya tenaga 3 orang pria dewasa masih belum cukup meendorong mobil yang terjebak ini. Mamah pun semakin panik dan berteriak-teriak minta tolong. Rasanya panik dalam kondisi seperti itu wajar, selain karena langit yang semakin gelap, sisi kanan kami hutan dan sisi kiri kami lembah. Saya juga panik sih, tapi tetap manis koq. Hehe.. Untungnya lewatlah segerombolan anak-anak muda yang habis camping di daerah sana. Mereka mendengar teriakan mamah dan segera berlari menghampiri. Kelima anak muda ini segera membantu mendorong. Setelah tambahan bantuan tiba, mobil papah yang terjebak berhasil lolos! Setelah lewat bagian itu, jiwa raga kami mulai tenang. Kami melanjutkan perjalanan kembali. Di jalan, sambil melamunkan pengalaman selama kami disana, tanpa terasa kami sudah sampai ke pinggir jalan besarnya. Saya pun sukses melewati jalanan tersebut tanpa rasa mabuk. Walaupun ini merupakan pengalaman travelling yang gone wrong, tapi tetap berkesan.
Sumber blog pribadi: http://esteraprillia.com/2013/06/27/when-travelling-gone-wrong/