Home Lomba Blog KTF 2014 Selayang Pandang Panorama Lampu’uk

Selayang Pandang Panorama Lampu’uk

oleh

Saat itu, sudah beberapa bulan saya menetap di Banda Aceh semenjak lulus Ujian SMPTN di universitas impian. Dan selama itu pula, belum pernah ada yang mengajak saya jalan-jalan menjelajahi indahnya kota tersebut. Tapi hari Minggu itu berbeda, tiba-tiba saja satu-satunya orang yang saya kenal semenjak menetap disitu, tak lain adalah sepupu saya sendiri mengajak saya menikmati indahnya salah satu pantai pasir putih di Lampu’uk. Saya sangat antusias hingga tidak memikirkan sedikitpun bagaimana indahnya pantai tersebut, dipikiran saya hanyalah jalan-jalan dan melihat-lihat sisi lain kota Banda Aceh.

Singkat cerita, pagi minggu itu kami pergi menggunakan motor. Dari tempat tinggal saya didaerah perkotaan Banda Aceh, untuk sampai ke Pantai Lampu’uk hanya membutuhkan waktu lebih kurang setengah jam. Kami menikmati perjalanan itu, sepanjang jalan menuju kesana, kami menyusuri jalan raya yang diapit oleh sawah dikiri kanannya. Dari kejauhan disebelah kanan kiri kami terlihat gunung-gunung yang menjulang tinggi entah apa namanya, namun menarik perhatian saya untuk tidak berhenti memandanginya.

Setelah menempuh perjalanan yang tergolong singkat dan menyenangkan, tibalah kami memasuki perkampungan didaerah pantai tersebut. Memang, sebelum disambut oleh keindahannya, jalan yang cukup berbelok-belok serta lahan bermain golf akan menyambut kita ketika tiba pertama kali. Setelah itu akan ada Gerbang yang kira-kira bertuliskan Tempat Wisata Pantai Lampuuk. Kami membelokkan motor memasuki Gerbang dan hanya membayar Rp. 5.000 untuk karcis masuk yang disambut oleh penjaga pantai.

Kira-kira dari pintu Gerbang ke Cabang Pantai berjarak 100 meter. Mengapa saya mengatakan Cabang pantai? Ya. Karena Pantai Lampuuk ini memiliki dua sisi keindahan yang berbeda namun sama-sama memikat. Dua sisi yang bercabang ini dinamakan Babah sa dan Babah dua. Artinya bibir pantai satu dan bibir pantai dua. Kami memilih Bibir pantai dua dan berarti harus membelokkan motor ke jalur kanan. Berjalan kira-kira 100 meter lagi lalu kami sampai di Babah dua. Dan apa yang terjadi? Saya tercengang! Gambaran pantai Lampuuk di Babah Dua ini benar-benar out of my mind. Saya tidak menyangka akan seindah ini. Mengapa indah? Mari lanjutkan membaca.

Setelah memarkir kendaraan bermotor ditempat yang disediakan. Kami mulai berjalan diatas pasir yang menurut saya sangat lembut dan benar-benar putih. Terlihat beberapa bule sedang berjemur memakai topi dan terbaring diatas kursi kayu panjang menghadap ke pantai. Ini sungguh indah, batin saya. Bagaimana tidak, sekarang tepatnya disebelah kiri saya terdapat danau dengan kehijauan airnya dan diatasnya dihiasi jembatan kayu menuju sebuah rumah penginapan kecil yang terlihat begitu damai. Saya sempat berpose mengambil beberapa foto diatas jembatan itu.

Setelah cukup bergaya didepan danau, saya dan sepupu berjalan menuju ke tempat duduk kayu yang atapnya juga terbuat dari kayu kokoh berbentuk bundar ditepi pantai. Sesaat kemudian sepupu saya memasuki sebuah Bungalow disebelah kanan kami untuk memesan es kelapa. Saya tidak ikut masuk, lebih memilih berdiri sejenak ditempat saya semula berjalan, dan mulai memperhatikan sekeliling saya. Pandangan pertama saya jatuh ke dinding-dinding yang ada ditepi pantai disisi kanan Bungalow. Saya menatap tak percaya, pemandangan ini benar-benar masih sangat alami. Tebing-tebing itu menjulang angkuh, namun menawan. Keindahan dan kealamiannya bertambah karena disisinya terdapat beberapa buah bangunan yang terbuat dari kayu. Alaminya, bangunan-bangunan kecil diatas tebing itu menempel dengan indah diantara dinding-dinding tebing berbatu. Saya dapat melihat beberapa bule keluar dari bangunan atau bisa di bilang penginapan kecil itu sambil menuruni tangga yang dibuat berkelok-kelok. Dan pastilah bule-bule yang saat ini sedang berjemur dipantai itu juga menginap disitu. Alangkah bahagianya menjadi mereka, terbersit seandainya saya mampu menginap semalam saja disana.

Sesaat setelah itu sepupu saya berjalan kearah saya yang masih saja berkutat dengan kekaguman sendiri. Lalu kami mengambil tempat duduk di depan Bungalaw menghadap ke pantai. Mulut saya terus komat kamit memprotes kepada sepupu saya. Mengapa setelah berbulan-bulan lamanya saya menetap di Banda Aceh, baru kali ini ia mengajak saya ke Pantai Lampu’uk yang indahnya semaksimal ini. Dia hanya tertawa dan menyuruh saya menyeruput es kelapa sebelum dihabiskan 2 buah sekali duduk olehnya. Ah, saya mendengus pelan sambil kemudian menyeruput satu buah es kelapa bagian saya.

Matahari mulai naik rasanya tepat ditengah kepala, panas. Namun angin pantai membuat saya tetap antusias untuk kemudian menarik tangan sepupu saya agar berjalan ke arah tepi pantai dan bermain air. Pasir dikaki saya terasa lembut dan hangat diterpa matahari siang. Ombak pelan tak berhenti tarik menarik memberikan terapi alami dijari-jari dan telapak kaki saya. Beberapa bule yang terbaring sambil menikmati matahari dan angin pantai tampak memperhatikan kami. Kami terus berjalan ke arah kiri pantai karena arah sebaliknya langsung berhadapan dengan tebing yang membelah ombak-ombak menjadi buih yang menyerupai mutiara-mutiara kecil. Indah dan mempesona.

Cukup lama berjalan-jalan dan bermain pasir pantai, sepupu saya tiba-tiba mengajak saya untuk menaiki tanah gundukan menyerupai gunung yang lumayan tinggi menghadap ke pantai. Diatasnya berbaris pohon-pohon pinus yang menimbulkan kesan damai dan sejuk ditengah panasnya terik matahari. Sepupu saya mengatakan diatas sana kita bisa berdiri menghadap kepantai dan menikmati pemandangan yang berbeda. Saya pun menurut, kamipun perlahan-lahan naik dan sampai diatas. Pertama kali yang saya lihat dari atas gunung kecil ini adalah danau hijau semula yang saya ceritakan, yang dihubungkan dengan jembatan kayu lalu ditengahnya terdapat sebuah penginapan. Eksotis, karena dari atas airnya terlihat hijau berkilat-kilat diterpa sinar matahari. Lalu mata saya berputar menghadap kearah pantai. Dari situ saya bisa melihat Pantai Lampu’uk lebih luas dan ini menimbulkan kepuasan tersendiri bagi saya. Siang itu kami menghabiskan waktu berbincang-bincang disitu dengan belaian angin lembut dan suara debur ombak yang mengalun berirama. Kami kembali pulang sore hari setelah puas menikmati pantai dan menyantap seafood olahan warga Lampu’uk yang terdapat di sebelahnya, yaitu Pantai Lampu’uk Babah sa. Sungguh merupakan pengalaman dan sambutan luar biasa bagi saya warga baru kota Banda Aceh untuk 5 tahun ke depan setelah itu.

Ohya, setahu saya saat ini Pantai Lampu’uk sudah sangat terkenal dari lokal hingga mancanegara karena adanya Program Visit Aceh yang rutin diadakan oleh pemerintah Kota Banda Aceh beberapa tahun yang lalu hingga saat ini. Hal ini terbukti dengan banyaknya turis asing yang berlibur dan bahkan menetap disana. Maka tidak heran, jika berlibur ke Pantai Lampu’uk, siap-siap untuk menyiapkan sapaan hangat dalam bahasa Inggris kepada Turis asing sekitar. You will see your own taste!

Penulis

Nanda Ariani

Twitter: @ArianiNda89

Artikel yang mungkin kamu suka