Peninggalan Portugis dan Belanda, yang dipadu dengan budaya Cina peranakan membuat Melaka terasa unik dan berbeda.
Di tahun 1400-an, Sriwijaya diserang oleh kerajaan Majapahit. Parameswara, sang raja, terpaksa melarikan diri ke arah utara. Kapal layarnya berlabuh di sebuah tempat dan ia memutuskan untuk tinggal di daerah itu. Sang raja menamakan tempat itu “Melaka”, yang konon diambil dari nama pohon tempat ia pertama kali beristirahat.
Melaka terus berkembang pesat. Letaknya yang strategis menjadikan Malaka sebagai pelabuhan besar yang dikenal oleh banyak negara. Banyak negara yang ingin menguasai tempat ini, termasuk negara-negara Eropa. Alhasil, di tahun 1511, Portugis di bawah pimpinan Alfonso de Alburqueque mengambil alih kekuasaan Malaka. Kekuasaan Portugis berakhir di tahun 1641, ketika akhirnya Malaka jatuh ke tangan pemerintah Hindia Belanda.
Di Melalui perjanjian Anglo-Dutch di tahun 1984, Belanda menyerahkan Malaka ke tangan Inggris dan menukarnya dengan Bencoelen (Bengkulu). Ketika Malaysia merdeka, Melaka pun berpindah ke pangkuan Kerajaan Malaysia.
Sejarah panjang Melaka, membuat kota kecil ini memiliki keunikan dibandingkan kota lainnya di semenanjung Malaysia. Di sini Anda masih dapat menemukan peninggalan Belanda dan Portugis, berdampingan dengan bangunan-bangunan berarsitektur Cina yang mendominasi.
Gedung Merah Ikon Kota
Peninggalan arsitektur yang paling terkenal di Melaka adalah Stadthuys. Bangunan yang lebih dikenal dengan nama Red Building ini dibangun Belanda di bekas benteng Portugis. Bangunan dengan arsitektur kolonial yang khas ini konon meniru Stadhuis yang ada di Frisian Town of Hoorn di Belanda. Aslinya, bangunan ini berwarna putih, namun pemerintah Inggris mengubahnya menjadi warna merah. Entah apa alasan Inggris mengubah warna tersebut, namun yang jelas warna merah ini mampu memikat para pelancong untuk datang ke sana.
Stadthuys dahulu merupakan pusat administrasi pemerintahan Belanda. Kini, bangunan berlantai dua itu difungsikan sebagai Museum Sejarah Melaka dan Ethnography Museum.
Selain Stadthuys, di area ini juga terdapat sebuah bangunan yang juga berwarna merah. Bangunan tersebut adalah Crist Church, gereja yang dibangun oleh pemerintah Belanda untuk menggantikan gereja Portugis yang telah runtuh.
Sisa-Sisa Kejayaan Portugis
Selain Belanda, Portugis juga masih meninggalkan jejaknya di Melaka, walaupun hanya tersisa runtuhannya saja. Tepat di belakang Stadthuys, terdapat St. Paul Church, sebuah reruntuhan gereja
peninggalan bangsa Portugis. Saat kedatangan Belanda, bangunan ini hancur hingga hanya tersisa reruntuhannya saja.
Gereja yang dulunya bernama Igreja de Madre de Sus (Chapel of Mother of God) ini awalnya benar-benar digunakan sebagai gereja. Namun setelah Crist Church terbangun, gereja ini dipakai sebagai perkuburan. Kini, makam tersebut telah direlokasi. Nisan-nisan bekas makam Portugis tersebut kini dipajang di dinding gereja.
Di depan gereja terdapat patung St. Francis Xavier, misionaris asal Portugis yang memerintahkan untuk membangun gereja ini. Uniknya, patung ini tidak memiliki lengan kanan. Konon, sehari setelah patung diletakkan (di tahun 1952), ada sebuah pohon yang tumbang , menimpa patung dan menghancurkan tangan kanan patung ini.
Gereja ini terletak di sebuah bukit yang tidak terlalu tinggi. Selain dapat menikmati dan membayangkan keindahan gereja saat masih berdiri tegak, dari sini Anda dapat melihat pelabuhan Melaka.
Di bawah bukit terletak sisa benteng Famosa. Famosa yang berarti “terkenal” adalah benteng Portugis yang dibangun untuk menahan gempuran lawan. Sayangnya, yang tersisa kini hanya sebuah bangunan yang dulunya adalah pintu masuk benteng.
Dominasi Bangunan Cina
Jika Belanda dan Portugis hanya meninggalkan bangunan, bangsa Cina yang datang ke sini ketika zaman penjajahan Portugis berakulturasi dengan budaya Melayu dan menghasilkan budaya yang dikenal dengan nama budaya Cina Peranakan.
Hampir seluruh sudut kota kental dengan nuansa Cina Peranakan ini. Bangunan-bangunan di sana, terutama rumah, didominasi oleh bangunan-bangunan bergaya Cina. Jonker Street adalah tempat yang tepat untuk merasakan atmosfer Cina di Melaka. Jalan yang kini bernama Hang Jebat ini dipenuhi toko-toko yang menjual berbagai aksesori. Di akhir pekan, Jonker Street berubah menjadi pasar malam yang menyediakan aneka makanan dan minuman.
Di sana juga terdapat Museum Cheng Ho dan Museum Baba Nyonya. Museum ini tadinya adalah sebuah rumah milik saudagar kaya asal Cina bernama Chan. Di sini, kita dapat melihat interior asli rumah yang dibangun tahun 1861 ini.
Warna-Warni di Tepian Sungai Melaka
Objek wisata lain yang tak boleh dilewatkan di Melaka adalah sungai. Ya, sungai yang membelah kota Melaka ini dulunya adalah jalur perdagangan utama. Puluhan kapal dulunya mengangkut hasil perdagangan ke Pelabuhan Melaka. Kini, yang bisa berlayar di sini hanya kapal kecil yang mengangkut wisatawan yang ingin menikmati Sungai Melaka.
Cara lain—yang lebih asyik—untuk menikmati Sungai Melaka adalah dengan berjalan kaki menyusurinya. Di sepanjang sungai terdapat jalur pedestrian yang menyenangkan. Bangunan-bangunan
tua berarsitektur Cina yang berubah fungsi menjadi kafe-kafe mungil dan penginapan dapat Anda temukan di sini. Yang menarik, banyak bangunan yang dicat dengan warna-warna cerah, bahkan ada yang dihiasi dengan lukisan-lukisan besar nan indah.
Ketiga budaya pendatang yang berpadu dengan sedikit budaya Melayu membuat Melaka pantas dikunjungi. Wajar saja jika UNESCO menobatkan Melaka sebagai salah satu kota warisan budaya dunia.
BOKS
Menikmati Makanan 3 Budaya
Melaka juga terkenal sebagai surga kuliner. Jonker Street adalah salah satu tempat yang tepat untuk mencari makanan ini. Beberapa makanan serupa dengan makanan khas Indonesia, seperti tapai, dodol, dan cendol. Ada pula makanan khas Melayu yakni asam pedas. Berbagai bahan makanan seperti ikan, ayam, ataupun udang dapat dimasukkan ke dalam asam pedas ini. Jangan lupa, cicipi makanan yang merupakan perpaduan antara budaya Eropa dengan Melayu, yakni durian puff.
TIP
Mencapai Melaka
Melaka adalah kota kecil. Hanya butuh waktu 1-2 hari untuk mengeksplor tempat ini. Melaka dapat dicapai dari Singapura ataupun Kuala Lumpur. Dari Singapura, butuh waktu sekitar 5 jam, sementara dari Kuala Lumpur hanya butuh waktu selama 2 jam.
Oleh : Rahma Yulianti
Silakan login/daftar akun kompas.id untuk dapat melakukan voting