Pulau Flores di Nusa Tenggara Timur (NTT) sedang bersiap untuk kembali menyambut wisatawan. Jika kamu berkunjung ke Flores, jangan lewatkan keelokan Danau Kelimutu.
Daya pikat danau tiga warna di Kelimutu menarik orang untuk terus datang. Danau yang tercipta dari sisa kawah seusai erupsi Gunung Kelimutu pada 1886 ini memang istimewa.
Tiga danau kawah meninggalkan air di dalamnya yang waktu itu masing-masing berwarna merah, biru, dan putih. Sejak saat itu, warna danau terus berubah-ubah, dipengaruhi aktivitas vulkanik, kadar mineral tertentu di dalamnya, serta refleksi cahaya.
Warga Lio, masyarakat asli sekitar Kelimutu, punya pandangan mitologis tersendiri tentang ketiga kawah itu, yang dikenal dengan nama Tiwu Ata Polo, Tiwu Nuwa Muri Ko’o Fai, dan Tiwu Ata Bupu. Kepercayaan ini dikaitkan dengan kehidupan roh setelah kematian.
Masyarakat Lio percaya, arwah orang yang sudah meninggal akan mendiami kawah-kawah ini. Masing-masing jiwa punya tempatnya sendiri. Danau Tiwu Ata Bupu untuk jiwa para leluhur atau orang tua, Tiwu Muwa Muri Ko’o Fai untuk jiwa muda-mudi, dan Tiwu Ata Polo untuk arwah orang jahat.
Masyarakat ini juga meyakini, perubahan warna pada danau ini menyiratkan isyarat tertentu dari alam atau leluhur.
Pagi waktu terbaik
Jika ingin berkunjung ke Danau Kelimutu, salah satu opsi terbaik adalah bertandang ke tempat ini menjelang matahari terbit. Gelap masih tersisa di langit. Suhu yang dingin terasa menyusup lewat pori-pori.
Dalam cahaya yang terbatas, kita masih bisa melihat lapis-lapis kabut yang menggayut di udara. Mendekati pukul 05.30, ufuk timur mulai menampakkan larik cahaya. Ketika matahari sudah muncul, cahaya keemasan memulas gigir-gigir tebing, lalu pelan-pelan merayap menerangi bagian dalam kawah. Cantik sekali.
Pemandangan ini paling pas dinikmati dari tugu di puncak Kelimutu dengan ketinggian 1.647 meter di atas permukaan laut. Ketiga kawah, jika tidak tertutup kabut, dapat dilihat dari sini.
Titik puncak ini paling mudah ditempuh dari area parkir yang dapat ditempuh dari Moni, kota yang terletak di kaki Gunung Kelimutu. Dari sini, kita harus trekking sejauh kira-kira 2,5 kilometer. Udara segar yang dingin langsung masuk ke paru-paru selama kita berjalan. Suara burung, serangga, dan kera mengiringi perjalanan.
Setelah puas menikmati terbitnya matahari di puncak, perjalanan kembali ke area parkir pun menyenangkan. Suhu sudah sedikit lebih hangat. Dan, awal pagi adalah waktu ketika burung garugiwa (Pachycepala nudigula), burung endemik Kelimutu, riuh berkicau. Burung yang juga dikenal dengan kancilan Flores ini terkenal dengan keragaman kicauannya yang tersusun atas 12 nada yang berbeda.
Pada pukul 06.00–10.00, Kelimutu pun menjadi lebih meriah dengan celotehan riang garugiwa. Jika tertarik melakukan pengamatan burung, wisatawan bisa melakukannya di Paviliun Garugiwa, anjungan yang mengarah ke lembah di antara barisan pepohonan cemara.
Menuju ke sana
Desa Moni adalah pintu gerbang menuju Danau Kelimutu. Dari Ende, tempat ini dapat ditempuh dalam sekitar tiga jam perjalanan dengan kendaraan bermotor. Dari Maumere, butuh empat jam menuju Moni.
Moni sendiri berjarak sekitar 15 kilometer dengan Danau Kelimutu. Untuk memulai pendakian singkat, kamu bisa naik kendaraan bermotor ke area parkir sebelum jalur trekking, dan berjalan sejauh 2,5 kilometer untuk sampai di puncak Kelimutu.
Jika berencana mengunjungi danau saat matahari terbit, ada baiknya bermalam di Moni. Untuk akomodasi, Desa Moni di kaki Gunung Kelimutu ini menawarkan banyak penginapan dengan harga yang cukup bersahabat. Jadi, jangan sampai melewatkan Kelimutu ketika kamu berwisata ke Flores, ya!