Ekspedebur

oleh

EKSPEDBUR, EKSPEDISI LIBURAN.

2015 ada banyak kisah, mulai dari mimpi besar yang terkabul sampai banyak pengalaman paling pertama tak terlupakan dalam hidup. Bisa dibilang ini bukan merupakan liburan yang biasa karena kisah liburan satu ini bukan liburan sesungguhnya melainkan sebuah ekspedisi komunitas yang terasa seperti liburan. 26 juni 2015 aku menaiki pesawat pertamaku, dan ini juga pertama kalinya aku masuk kedalam airport dan merasakan bagaimana luasnya sangkar burung besi ini, sedikit bising tapi anginnya kencang membuat suara bising pesawat terbawa berlari. Destinasi kami adalah bendara praya di pulau Lombok. Rombongan kami berjumlah 80 orang yang tergabung dalam satu himpunan mahasiswa konservasi alam. Kegiatan ini bertujuan untuk menggali potensi keanekaragaman hayati yang ada di sebuah gunung api yang pernah aktif 200 tahun silam, yap! Tambora. gunung yang ledakannya maha dahsyat ini menarik perhatian himpunan kami untuk di teliti dan di telaah lebih lanjut. Banyak hal yang kami amati disana mulai dari flora, mamalia, herpetofauna, burung insekta serta bentang alam dan kekayaannya. Perjalanan soekarno hatta – praya kurang lebih 2 jam, karena kami take off pada malam hari sekitar pukul g malam WIB tak banyak yang dapat disaksikan di bawah sana, hanya beberapa kerlip lampu jalanan dan bentangan pulau jawa dengan keterangan yang beragam di berbagai sisi.

Pada saat keberangkatan Aku duduk bersama seorang kakak angkatan, yang rambutnya khas, gimbal dengan beberapa peralatan selfi (re : camera dan tongsis) kami mulai ber selfie ria di dalam pesawat, seolah pesawat tersebut kami yang memiliki. beberapa teman dan kakak kelas saya berceloteh ini itu lalu disambut dengan tawa cengengesan sampai tawa terbahak bahak. Sebenarnya leluconnya tidak terlalu lucu tapi karena di lakukan bersama sama apapun terasa seru dan menyenangkan.

Pukul 12 WITA kami tiba di praya dan langsung di berangkatkan ke mataram menemui kepala BKSDA Mataram dan melakukan presentasi. Presentasi itu berlangsung singkat beberapa terkantuk, beberapa manggut manggut memperhatikan secara seksama dan beberapa lainnya duduk menatap lurus pada slide presentasi berusaha kuat menahan kantuk . presentasi selesai dan kita di hantarkan menuju labuhan untuk di sebrangkan ke dompu.Saat itu Pukul 3 pagi, merupakan pertama kalinya saya menaiki kapal laut dengan jarak tempuh 2 jam setelah sebelumnya hanya menempuh waktu setengah jam dari banyuwagi menuju bali. Di kapal itu juga sahur pukul lima pagi kami secara dilangsungkan berjamaah. Nasi ayam yang mungkin awalnya hangat sudah setengah dingin di acak acak agin laut yang melaju seirama beberapa knot dengan kecepatan kapal. Beberapa orang mabuk bolak balik kamar mandi tak kuat menahan si ikan besi terombang ambing di samudra hindia, sedang beberapa memilih memejamkan mata melupakan mual yang meluap menjadi jadi, lainnya memilih di terpa angin di dek kapal dan menikmati bintang fajar dan lantunan suara adzan yang entah darimana datangnya. Setelah sampai di doropeti Nusa tenggara barat kehidupan paling seru yang pernah saya rasakan di mulai.

Sekali lagi ini bukan merupakan liburan yang ada dibenak kalian, bukan tipe liburan jalan jalan asik penuh selfi dan cinderamata, liburan ini punya banyak cerita dan makna. Jika teman teman berlibur menginap di hotel mewah tentu sudah biasa, memiliki kamar mandi bagus dengan kaca besar yang bisa menjadi alat selfie sewaktu waktu jua sudah biasa, serta makan makanan enak yang bisa diantar ke kamar oleh bellboy juga sudah biasa. Liburan yang saya miliki 180 derajat berbeda jauh dari itu. Kami tidur di sebuah camp bekas pekerja kayu tinggal, sebuah balai kayu sederhana beratapkan terpal biru yang kependekan untuk ukuran manusia normal, kami memiliki dapur beupa tungku dan sebuah kayu besar yang dijadikan meja makan, kamar mandi mewah kami tidak pernah kehabisan air karena langsung berasal dari mata air gunung Tambora. Setiap harinya, setiap 18 kepala mempunyai jobdesk masing masing selain tugas utama pengamatan. Disini saya belajar bagaimana menghargai waktu dan barang yang saya miliki, saya mulai menghargai betapa enaknya nasi buatan ibu di rumah dan sulitnya membuat si putih kecil itu mengembang sempurna tanpa hangus atau bahkan kelembekan. Kami melakukan pengamatan di gunung tambora di ketinggian 1700 meter. Di ketinggian tersebut ada banyak cerita, mulai dari sayur sop hambar, suhu 11 derajat celcius, berbagai resep masakan yang aneh tapi enak tiada dua serta bintang yang tak pernah berhenti bersinar di malam harinya. Disana juga sebuah mini persahabatan kolosal terbetuk karena malam dingin membuat kami duduk melingkar merapat lalu memulai bercerita tentan si ini dan si itu lalu menjalar bak buih pantai. Meski jauh dari masjid dan, azan tidak terdengar, 15menit sebelum pukul 6 semua kepala berkumpul mengelilingi dipan kayu yang kami bilang meja makan, beberapa laki laki berceloteh mengenai hasil pengamamatan tadi pagi, 2 menit sebelum buka, masing masing orang yang punya jam menyatakan keakuratan waktu saat itu lalu adu mulut menghiasi ngabuburit setiap sore diatas sana, pukul 6 tepat kami memtuskan sebagai waktu paling pas untuk berbuka, dan azan berkumandang. Malamnya sekitar pukul 8 pengamat reptile dan amfibi keluar bertugas mencari ular di balik serasah dan katak di sungai sungai kecil tanah tambora.

Setiap malam, di setiap tempat adalah kebun bintang karena langitnya bersih penuh bintang. sementara pengamat herpetofauna keluar, sisa dari kami, melaksanakan shalat teraweh berjamaah diselingi dengan yasinan dan kultum, lalu setela teraweh beberapa memilih di dalam sleeping bagnya dan bergosip, lainnya memilih berkreasi bersama tungku dan api membuat aneka makanan dan minuman hangat pengganjal perut dan penghibur hati. Sungguh kisah ini sederhana hanya rutinitas biasa yang tiada beda , perbedaan yang nyata ada pada kejujuran perilaku dan kedewasaan tiap diri. setela sepuluh hari beradu senang dan sendu bersama tanah tambora, kami di antarakan pulang menuju doropeti desa kerja kayu yang lumayan menyeramkan. Disana kami disuguhkan bukit peti dan sunset indah di belakang masjid. Lagi lagi kami tak kuasa untuk berdiam diri melawan hasrat ingin selfi, lalu lompatan siluet di depan sunset tanah doropeti menjadi bahan cerita sepulang dari berbuka di depan senja. Setelah serangkaiian acara presentasi di depan kepala BKSDA dan staff nya, kami di hantarkan menuju pantai Kuta Lombok dan Desa sade. Lalu di 15 juli dengan maskapai yang sama kami di daratkan di ibu kota dengan selamat di balut banyak cerita.

http://labishcrayons.blogspot.com/2015/08/ekspedebur-ekspedisi-liburan.html?m=1

Penulis

salsabillah

Twitter: @chaaabil

Artikel yang mungkin kamu suka