Tertarik dengan promosi “3 in 1 Phang Nga with canoe” yang tak sengaja saya lihat di internet, saya pun mulai merancang jadwal. Taman Nasional Ao Pha Nga kemudian menjadi salah satu tujuan dari rangkaian perjalanan saya di Phuket, Thailand. Dari jauh hari saya dan keluarga sudah merencanakan untuk mengambil paket tour sehari dengan biaya 1300 Baht per orang, sudah termasuk transportasi dan makan siang.
Sesuai perjanjian, jam 10 pagi kami dijemput dengan minibus ber AC di lobby hotel. Minibus menjemput peserta tour lainnya yang terdiri dari berbagai kebangsaan di hotel masing-masing. Setelah peserta lengkap, tujuan pertama kami adalah mengunjungi Suwannakuha Temple (Monkey Temple). Disini kami bertemu dengan pemandu perjalanan kami, seorang wanita bertubuh tinggi besar bernama Nancy. Ia menjelaskan obyek wisata apa saja yang akan dikunjungi dan mempersilahkan kami untuk mengikutinya, mengingat dalam perjalanan ini akan bertemu dengan banyak rombongan lainnya.
Di Monkey Temple ini terdapat gua dengan patung-patung Buddha di dalamnya, juga terdapat stalaktit dan stalagmit. Sesuai dengan namanya, di depan gua banyak ditemui kera-kera, mulai dari yang kecil sampai yang besar. Adapula induk kera yang menggendong anaknya. Kami disarankan untuk tidak memberi makan kera-kera tersebut, mungkin untuk alasan keamanan. Kami diberikan waktu yang singkat disini untuk menjelajahi gua dan berfoto-foto. Di dalam gua terdapat patung Buddha besar yang sedang tidur (reclining Buddha), ada juga yang dalam posisi duduk dan berdiri.
Setelah itu Nancy mengajak kami kembali ke minibus menuju dermaga untuk menaiki long tail boat, perahu kayu bermotor yang sudah menanti untuk membawa kami berkeliling Taman Nasional Pha Nga yang terletak di sebuah teluk di Laut Andaman. Perairan disekitar situ termasuk tenang, tidak berombak karena kebetulan cuaca cerah, dengan air yang berwarna kehijauan. Di atas perahu sudah disediakan jaket pelampung yang harus dipakai oleh setiap orang. Sepanjang perjalanan, kami disuguhi pemandangan yang luar biasa, dimana bermunculan bukit-bukit karst (batuan karang) yang menjulang tinggi dan ditumbuhi pepohonan hijau. Ada yang berbentuk runcing seperti sirip ikan hiu, setengah bulat, ada pula yang berdampingan seperti bukit kembar, sampai yang tidak beraturan bentuknya.
Tak lama kemudian kami menepi dan mendarat di Panyee island untuk makan siang. Panyee island merupakan perkampungan nelayan yang mayoritas penghuninya beragama Islam. Tak heran bila dari kejauhan terlihat kubah mesjid yang berwarna keemasan. Kami memasuki restoran yang sudah menyediakan berbagai hidangan di atas meja. Hidangan utamanya adalah hidangan laut, seperti cumi, udang, ikan laut, tom yam dan sayuran semacam capcay.. hmm rasanya lezat, atau karena perut kami yang sudah lapar .. entahlah, yang jelas hidangannya cukup banyak dan berlebih. Setelah makan, kami masih punya waktu untuk menjelajahi perkampungan di pulau kecil ini yang sesungguhnya dibangun diatas permukaan laut. Di sebelah perkampungan ini berdiri tegak dan kokoh sebuah bukit karst yang besar.
Setelah itu, kami melanjutkan perjalanan menuju Khao Ping Kan, sebuah pulau yang terkenal dengan nama “James Bond island”, karena pernah menjadi lokasi film James Bond yang berjudul “The Man with the Golden Gun”. Perahu-perahu yang membawa para turis antri untuk berlabuh disini. Para turis kemudian berfoto ria di depan sebuah bukit karst yang bernama Khao Ta Poo (pulau Kuku). Bentuknya yang unik menyerupai jempol yang menyembul di atas permukaan laut membuat pulau (bukit) karst ini terkenal dan menjadi ikon kawasan James Bond island ini. Di pulau ini terdapat pedagang suvenir yang kebanyakan ibu-ibu berkerudung. Berbagai macam cindera mata hasil kerajinan tangan yang terbuat dari kerang dan mutiara seperti kalung, tirai dari kerang sampai sandal jepit dan sebagainya dijual disini. Tak bosan-bosannya kami berfoto sampai terdengar suara Nancy memanggil rombongannya untuk berkumpul dan menaiki boat kembali.
Tujuan selanjutnya adalah Thalu island dimana terdapat sebuah dermaga terapung berbentuk kapal besar. Inilah saat yang kami tunggu-tunggu. Disini kami akan ber-kano ria. Tas dan barang-barang bawaan dititipkan di dermaga tersebut, dan hanya barang berharga yang sudah dimasukkan kantong plastik yang dibawa. Kami menaiki kano-kano yang bermuatan 3 (tiga) orang, termasuk pengemudinya. Petualangan ber-kano di laut pun dimulai. Pengemudinya sangat ramah dan begitu mengetahui kami dari Indonesia, ia pun berbicara dengan logat Melayu. Ia mendayung dengan mahirnya sehingga tidak sampai bertabrakan dengan kano lain.
Kami lalu dibawa menyusuri hutan manggrove yang cukup lebat, serta tebing-tebing karang yang berongga, memasuki goa besar yang didalamnya remang-remang, sehingga hanya cahaya di ujung goa yang terlihat. Apabila kano memasuki celah yang sangat sempit, kami harus merebahkan badan agar tidak terantuk dinding karang di atasnya. Ditengah perjalanan kami menemukan dinding karang beraneka bentuk, ada yang menyerupai moncong babi, belalai gajah dan sebagainya. Sungguh suatu pengalaman yang tak terlupakan.
Sayang perjalanan ini harus berakhir. Kami kembali ke dermaga tempat kano-kano tersebut berlabuh dan disuguhi minuman segar. Setelah beristirahat dan mengambil kembali barang-barang yang dititipkan, kami dipersilahkan menaiki long tail boat yang akan membawa kami kembali ke daratan.
Oleh : Happy A. Anggraeni, 2017
Silakan login/daftar akun kompas.id untuk dapat melakukan voting