Wisata ke Pulau Pari merupakan salah satu pilihan menghabiskan akhir pekan bersama teman-teman. Salah satu dari deretan kepulauan seribu ini memiliki daya tarik tersendiri. Dari pelabuhan Muara Angke, pulau ini bisa ditempuh selama dua jam perjalanan. Waktu terbaik untuk menyebrang adalah pagi hari sekitar jam 7. Saya dan lima orang teman waktu itu tiba di dermaga sejak pukul 6pagi. Kami menerobos kemacetan di Pasar Angke dengan turun dari taxi dan melanjutkan perjalanan menggunakan odong-odong dengan tarif Rp5.000,- per orang. Begitu lincahnya odong-odong di sana melewati jalan-jalan tikus sehingga kami tak perlu berjalan melewati jalanan becek dengan aroma luar biasa amis hasil laut para nelayan yang dijual di pasar Angke. Kami pun bisa sampai ke dermaga lebih cepat. Setelah membayar biaya retribusi Rp2.000,- per orang, kami pun menuju kapal kami. Agak sulit mencari kapal mana yang harus kami naiki, agen wisata kami menyebutkan nama kapal Sri Serindit, tapi disana setidaknya ada puluhan kapal parkir berjajar tanpa nomor urut. Untuk menuju kapal yang kami tumpangi ternyata kami harus melewati tiga kapal lain. Melewati bukan dalam arti berjalan di sisi badan tiga kapal menuju kapal keempat, tapi kami naik di kapal pertama lalu berjalan ke sisi yang bersampingan dengan kapal kedua, memijakkan kaki di kapal kedua lalu berjalan lagi ke sisi yang bersampingan dengan kapal kegiga dan begitu seterusya hingga kami sampai di kapal yang membawa kami ke Pulau Pari.
Cuaca pagi itu sangat baik, ombak juga bersahabat. Dua jam yang kami habiskan terombang ambing diatas kapal hampir tidak terasa karena kami mengisinya dengan berfoto bersama, tidur, dan nge-game. Tidak banyak kegiatan yang bisa dilakukan diatas kapal selain karena kapalnya lumayan penuh orang, juga kondisi terombang ambing ombak tidak memungkinkan untuk melakukan aktivitas semacam main halma dan ular tangga. Kebetulan setelah kapal beranjak dari dermaga, kami pindah duduk ke bagian luar depan kapal, jadi kami nikmati saja pemandangan langit biru, angin laut, dan air laut yang berombak kadang kecil kadang besar.
Sesampai di Pulau seluas kurang lebih 42Ha ini, kami rehat sejenak di homestay lalu bersepeda keliling pulau. Lokasi cantik pertama kami adalah Pantai Pasir Perawan. Mungkin dinamai demikian karena keasriannya, pantai pasir putih, air lautnya bening biru kehijau-hijauan. Pada pagi hari ketika kami datang, air laut sedang surut. Kami bisa menyebrang ke gazebo di daratan sebrang. Airnya hanya sebatas paha orang dewasa. Tidak berlama-lama, kami melanjutkan aktivitas siang kami dengan snorkling di sekitar Pulau Burung. Kami juga berkunjung ke Pulau Tikus. Saat snorkling, tak lupa kami membawa roti tawar untuk memberi makan ikan-ikan di dasar laut. Begitu roti tersebar kecil-kecil di sekitar tubuh, ikan-ikan kecil nan cantik akan segera menghampiri. Rasanya sangat menyenangkan bisa melihat ikan sedekat itu, bahkan bisa menyentuh badan kecilnya. Selain ikan, terumbu karang disana juga cantik. Namun kami harus berhati-hati, beberapa dari kami mendapat kenang-kenangan kecil berupa luka gores dan memar kecil akibat terumbu karang. Bagi yang kurang mahir berenang jangan kuatir, pihak agen biasanya menyediakan peralatan lengkap dari kacamata, selang snorkle, kaki katak, bahkan life vest jadi tetap bisa menikmati keindahan bawah laut tanpa takut tenggelam. Pulau Burung dan Pulau Tikus adalah pulau terdekat dengan Pari dan bisa bebas dikunjungi. Pulau Tikus jauh lebih kecil daripada pulau Pari. Berdiri di bibir pantainya, kita akan bisa melihat ujung pulau. Entah kenapa diberi nama Pulau Tikus, nyatanya tidak ada satu pun tikus berkeliaran disana, yang ada malah soang : p Kami menghabiskan waktu dengan berendam di perairan dangkal. Seru! termasuk bagian ketika pasir masuk ke pakaian kami dan ketika kami “mentas” (berdiri dari air), rasanya dingin sekali. Tak terasa sore menjelang, kami bergegas naik ke kapal untuk kembali ke Pulau Pari karena berencana menikmati matahari terbenam di Pantai Pasir Perawan. Sayangnya sore itu matahari tertutup awan, jadi sunsetnya biasa saja.
Setelah makan malam, kami kembali menyusuri pulau. Kami akan menghabiskan waktu sejenak di tepi pantai sambil menikmati bebakaran hidangan laut, duduk di atas anyaman bambu, dibawah miliaran bintang di langit, mendengar debur ombak sambil menunggu hidangan yang sedang disiapkan. Setelahnya, kami kembali ke homestay untuk beristirahat. Kami tak sabar melihat matahari terbit yang katanya sangat indah bila dilihat dari dermaga.
Kami bangun agak kesiangan, langsung mengambil sepeda lalu bergegas ke dermaga. Kami beruntung, mataharinya masih malu-malu. Jadilah kami menunggunya terbit sempurna. Entah berapa lama durasinya dari ketika kami datang hingga sang surya 100% eksis, sementara kami asyik berfoto, saya rasanya malah ingin menangis melihat keindahan matahari pagi itu. Rasanya belum pernah merasa setenang itu dengan pemandangan yang saya lihat. Terpaan angin laut, warna langit, pantulan matahari di air laut, semuanya indah dan sempurna.
Sayangnya akhir pekan yang menyenangkan ini harus kami akhiri. Kami kembali ke homstay untuk sarapan dan berkemas lalu kembali ke pelabuhan Muara Angke dengan kapal Sri Serindit lagi. Kami tak sabar untuk jelajah tempat wisata lain jika nanti ada waktu senggang lagi. Akhir pekan ala Pulau Pari ini cukup untuk menjadi mood booster hingga liburan singkat kami selanjutnya.
Happy reading,
Ciao!